Jumat, 26 April 2024 | 04:08
NEWS

Webinar MAI, Prof. Rokhmin Dahuri Kupas Keunggulan Komparatif SDM Akuakultur Indonesia

Webinar MAI, Prof. Rokhmin Dahuri Kupas Keunggulan Komparatif SDM Akuakultur Indonesia
Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS

ASKARA – Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) menggelar Webinar Nasional “Akselerasi Pembangungan Blue Economy Melalui Penyiapan Tenaga Kerja Terdidik Dan Kompeten”, secara daring, pada Selasa,  11 Oktober 2022.

Dalam kesempatan tersebut, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS membahas tentang pentingnya membangun Ekonomi Biru untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui makalah bertema ”Peran MAI Dalam Meningkatkan Keunggulan Komparatif SDM Akuakultur Indonesia”.

Prof. Rokhmin Dahuri mengungkapkan, Ekonomi Hijau dan Ekonomi Biru muncul sebagai respon untuk mengoreksi kegagalan Paradigma Ekonomi Konvensional (Kapitalisme) dimana 1,8 miliar orang masih miskin, 700 juta orang kelaparan, ketimpangan ekonomi yang semakin melebar, krisis ekologi, dan Pemanasan Global.

Ekonomi Hijau adalah ekonomi yang menghasilkan peningkatan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial, sekaligus mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologi secara signifikan (UNEP, 2011).

“Pada dasarnya, menurut UNEP, Blue Economy merupakan penerapan Ekonomi Hijau di wilayah laut (in a Blue World). Ekonomi Biru berarti penggunaan laut dan sumber dayanya untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan,” ujar Prof. Rokhmin Dahuri.

Mengutip World Bank, lanjutnya, Ekonomi Biru adalah penggunaan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan umat manusia, dan  secara simultan menjaga kesehatan serta keberlanjutan ekosistem laut.

Ini, kata Prof. Rokhmin Dahuri, mencakup berbagai sektor-sektor ekonomi mapan (established sectors) dan sektor-sektor ekonomi yang baru berkembang (emerging sectors) (EC, 2020). “Ekonomi biru juga mencakup manfaat ekonomi kelautan yang mungkin belum bisa dinilai dengan uang, seperti Carbon Sequestrian, Coastal Protection, Biodiversity, dan Climate Regulator (Conservation International, 2010),” terangnya.

Ekonomi Biru adalah semua kegiatan ekonomi yang terkait dengan lautan dan pesisir. Ini mencakup berbagai sektor-sektor ekonomi mapan (established sectors) dan sektor-sektor ekonomi yang baru berkembang (emerging sectors) (EC, 2020).

“Ekonomi biru juga mencakup manfaat ekonomi kelautan yang mungkin belum bisa dinilai dengan uang, seperti Carbon Sequestrian, Coastal Protection, Biodiversity, dan Climate Regulator (Conservation International, 2010),” kata Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2001 – 2004 itu.

Ekonomi biru, kata Prof. Rokhmin Dahuri, didefinisikan sebagai model ekonomi yang menggunakan infrastruktur, teknologi, dan praktik hijau; mekanisme pembiayaan yang inovatif dan inklusif; dan pengaturan kelembagaan proaktif untuk memenuhi tujuan kembar melindungi pantai dan lautan, dan pada saat yang sama meningkatkan potensi kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan, termasuk meningkatkan kesejahteraan manusia dan mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologi.

“Kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir dan lautan, dan kegiatan ekonomi di darat (lahan atas)  yang menggunakan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan untuk menghasilkan barang dan jasa (goods and services) yang dibutuhkan umat manusia,” ucap Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 – Sekarang.

Untuk mendukung implementasi ekonomi biru, ada tujuh langkah yang maesti dijalankan Indonesia yakni: pertama, setiap kegiatan pembangunan (unit bisnis) harus sesuai dengan RTRW laut – pesisir – daratan secara terpadu di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Nasional. 

“Dalam setiap RTRW terpadu, minimal 30% total luas wilayah dialokasikan untuk kawasan lindung (protected area), selebihnya (< 70%) untuk kawasan pembangunan (development zone) berbagai sektor ekonomi seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya, pariwisata, ESDM (pertambangan & energi), industri bioteknologi kelautan, industri manufaktur, dan industri serta jasa maritim,” ujarnya.

Kedua, Pembangunan Kawasan Industri Terpadu berkelas dunia yang berdaya saing, inklusif, ramah lingkungan, dan sustainable di wilayah perbatasan (terdepan) NKRI, di wilayah pesisir di sekitar ALKI, dan pulau-pulau kecil.

Ketiga, Ciri ekonomi (Kawasan Industri Terpadu) berkelas dunia seperti diatas: (1) ukuran unit usaha memenuhi economy of scale, (2) menerapkan ISCMS (Integrated Supply Chain Management System), (3) menggunakan teknologi mutakhir (Industry 4.0) pada setiap mata rantai Supply Chain System, dan (4) mengikuti prinsip-prinsip Sustainable (Green) Development:

“RTRW, Optimal and Sustainable Utilization of Natural Resources, Zero Waste and Emission, Biodiversity Conservation,  Design & Construction with Nature, dan Mitigasi & Adaptasi Perubahan Iklim serta Bencana Alam lainnya,” paparnya.

Keempat, Dalam jangka pendek – menengah (2023 – 2028) (Quick Wins), kita revitalisasi dan kembangkan sektor-sektor: (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya; (3) industri pengolahan hasil perikanan dan seafood; (4) industri bioteknologi kelautan; (5) ESDM seperti Blok Natuna – Anambas, Blok Tangguh (Papua Barat), dan ZEEI Laut Andaman; (6) pariwisata bahari; (7) perhubungan laut; dan (8) industri dan jasa maritim (shipyard, dockyard, peralatan dan mesin, aplikasi digital, dan lainnya).

Kelima, Pengembangan logistik dan konektivitas maritim (Tol Laut & digital).

Keenam, Mendirikan Otoritas ALKI untuk mengelola lalu lintas kapal berbasis fee untuk NKRI, seperti pola Terusan Suez dan Terusan Panama with necessary adjustments.

Ketujuh, Economic rents dari pembangunan ekonomi maritim, sebagian untuk membangun HANKAM Maritim- RI berkelas dunia.

Dalam kesempatan itu, Prof.Rokhmin Dahuri memaparkan, seiiring dengan pertambahan penduduk dunia dan daya beli (kualitas hidup) nya, maka, permintaan (demand) terhadap bahan pangan, sandang (serat), bangunan (rumah dan gedung), farmasi, kosmetik, energi, bahan tambang, mineral, bahan (komoditas) lainnya, ruang hidup (living space), dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) akan terus meningkat.

Sementara itu, kapasitas ekosistem daratan (terrestrial) dalam menyediakan (memproduksi) segenap kebutuhan (demand) diatas semakin menurun akibat: (1) konversi ekosistem hutan dan lahan pertanian menjadi land use lain (kawasan pemukiman, perkotaan, industri, infrastruktur); (2) pencemaran; (3) biodiversity loss dan keruskan lingkungan lain; dan Perubahan Iklim Global (Global Warming).

Terkait pertumbuhan populasi global, kata Ketua Majelis Ahli MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara), antara lain:

1. Permintaan akan produk dan jasa tidak hanya mencakup kebutuhan dasar manusia (pangan, sandang, energi, perumahan, pelayanan kesehatan, dan pendidikan), tetapi juga kebutuhan sekunder dan tersier seperti barang mewah, transportasi, kesehatan, hiburan, rekreasi, dan pariwisata.

2. Sektor Pembangunan yang menghasilkan pangan: pertanian, peternakan, perikanan tangkap, dan perikanan budidaya.

Kapasitas pasokan (produksi) sektor lain yang menghasilkan komoditas pangan (bahan baku) termasuk perikanan tangkap, peternakan, dan pertanian sebagian besar stagnan (mendatar) atau menurun. Kapasitas produksi (MSY = Maximum Sustainable Yield) perikanan tangkap laut dunia telah mendatar sejak awal 1980-an.

Sementara itu, banyak stok ikan di banyak wilayah laut di dunia juga telah ditangkap secara berlebihan atau di ambang kepunahan. Hal serupa juga terjadi di sektor peternakan dan pertanian akibat berkurangnya lahan pertanian, degradasi lingkungan, dan faktor lainnya.

3. Sementara itu, Perubahan Iklim Global, degradasi lingkungan (kehilangan keanekaragaman hayati dan polusi), dan geo-politik global yang bergejolak (misalnya perang Rusia vs Ukraina, dan persaingan AS vs Cina) membuat produktivitas dan volume produksi hampir semua komoditas (sumber daya alam ), produk, dan layanan menurun.

Untuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin meningkat; semua sektor pembangunan termasuk perikanan budidaya, pertanian, pertambangan dan energi, serta industri manufaktur harus mampu meningkatkan produktivitas, efisiensi, daya saing, dan keberlanjutannya.

4. Menurut definisi, akuakultur tidak hanya menghasilkan ikan bersirip, krustasea, moluska, dan rumput laut; tetapi juga invertebrata, dan flora dan fauna lainnya (FAO, 1998).

Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu, menjelaskan, karena sekitar 72% permukaan Bumi berupa laut (marine ecosystem), dan tingkat (intensitas) pemanfaatan ekosistem laut jauh lebih rendah ketimbang di ekosistem daratan. Fungsi dan peran Blue Economy (Ekonomi Biru), terutama Perikanan Budidaya (Aquaculture), dalam menopang keberlanjutan (sustainability) pembangunan ekonomi dan kehidupan (peradaban) umat manusia akan semakin stratgis dan meningkat.

Lautan global menyediakan barang dan jasa ekosistem penting bagi umat manusia yang mencakup pengaturan iklim Erath, sistem pendukung kehidupan serta penyediaan makanan, mineral, energi, sumber daya alam lainnya, rekreasi, dan nilai-nilai spiritual.

Laut tidak hanya vital bagi perekonomian dunia, tetapi juga keseimbangan lingkungan dan kelangsungan hidup manusia (Noone et al., 2013), antara lain: 1. Ekonomi,  2. Rekreasi dan spiritual, 3. Keamanan dan pertahanan, 4. Ekologi, 5. Penelitian dan pendidikan

Mengutip Prager dan Earle, Pro. Rokhmin Dahuri menjelaskan, melalui proses ekologi, siklus biogeokimia, dan sistem pendukung kehidupan, pantai dan lautan telah menopang dan membentuk keberadaan manusia di Bumi sejak kehidupan pertama kali muncul dari laut purba

“Pantai dan lautan memainkan peran penting dalam keamanan, pertahanan, dan kedaulatan negara mana pun, terutama negara pantai,” jelas Duta Besar Kehormatan Jeju Island Korea Selatan tersebut.

Pesisir dan lautan memiliki informasi ilmiah yang tak terhitung jumlahnya di berbagai bidang yang merupakan kunci bagi pembangunan ekonomi dan peradaban manusia yang berkelanjutan. “Who Rules the Waves (laut dan samudra), Rules the World” (AT. Mahan, 1958).

Prof. Rokhmin Dahuri menyebutkan, potensi laut Indonesia sangat kaya. Total potensi ekonomi sebelas sektor kelautan Indonesia  US$ 1,4 triliun/tahun. Jumlah tersebut setara  dengan  tujuh  kali lipat APBN 2021 (Rp 2.750 triliun = US$ 196 miliar)atau 1,2  Produk Domestik Bruto (PDB)  Nasional 2020,

Kemudian, sektor kelautan Indonesia berpotensi menyerap   45 juta orang tenaga kerja  atau 30 persen  total angkatan kerja Indonesia.  “Namun, potensi ekonomi yang besar itu belum dimaksimalkan sepenuhnya,” katanya.

Sementara itu, pada 2018 kontribusi ekonomi kelautan bagi PDB Indonesia sekitar 10,4%.  Negara-negara lain dengan potensi kelautan lebih kecil (seperti Thailand, Korsel, Jepang, Maldives, Norwegia, dan Islandia), kontribusinya di atas 30%.

5 Pilar Pembangunan Poros Maritim Dunia

Prof. Rokhmin Dahuri mengungkapkan, salah satu gagasan cemerlang Presiden Jokowi yang mendapat dukungan publik dengan penuh antusiasme ialah mewujudkan RI sebagai PMD (poros maritim dunia), yakni sebuah Indonesia yang maju, sejahtera, dan berdaulat berbasis pada ekonomi kelautan, hankam, dan budaya maritim.

1. Budaya Maritim : Membangun kembali budaya maritim bangsa Indonesia melalui redefinisi indentitas nasional Indonesia sebagai sebuah negara maritim, public awareness, dan insentif sosek.

2. Ekonomi Maritim : Pendayagunaan potensi ekonomi maritim untuk peningkatan daya saing, pertumbuhan ekonomi inklusif, dan kesejahteraan rakyat secara ramah lingkungan dan sustainable.

3. Konektivitas Maritim: Revitalisasi dan pengembangan pelabuhan, armada kapal angkutan, konektivitas digital, dan infrastruktur lainnya.

4. Diplomasi Maritim : Optimalisasi soft power dalam menangani ancaman regional dan global serta peningkatan kerja sama bilateral dan multilateral di bidang maritim for a better and sustainable world.

5. Hankam Maritim: Meningkatkan hard power supaya HANKAM maritim RI berkelas dunia, sehingga mampu mengawal dan  memperkokoh kedaulatan NKRI.

Selain itu, peran dan fungsi konvensional akuakultur menyediakan: (1) protein hewani termasuk ikan bersirip, krustasea, moluska, dan beberapa invertebrata; (2) rumput laut; (3) ikan hias dan biota air lainnya; dan (4) perhiasan tiram mutiara dan organisme air lainnya.

Peran dan fungsi budidaya non-konvensional (masa depan): (1) pakan berbasis alga; (2) produk farmasi dan kosmetika dari senyawa bioaktif mikroalga, makroalga (rumput laut), dan organisme akuatik lainnya; (3) bahan baku yang berasal dari biota perairan untuk berbagai jenis industri seperti kertas, film, dan lukisan; (4) biofuel dari mikroalga, makroalga, dan biota perairan lainnya; (5) pariwisata berbasis akuakultur; dan (6) penyerap karbon yang mengurangi pemanasan global.

“Sampai sekarang, pemanfaatan Bioteknologi Kelautan Indonesia masih sangat rendah (< 10% total potensinya),” kata Prof. Rokhmin Dahuri.

Banyak produk industri bioteknologi kelautan yang bahan baku (raw material) nya dari Indonesia diekspor ke negara lain. Kemudian negara pengimpor memprosesnya menjadi beragam produk akhir (finished products) seperti farmasi, kosmetik, dan healthy food and bevareges, lalu diekspor ke Indonesia.  Contoh: gamat, squalence, minyak ikan, dan Omega-3.

Kunci utama bagi kita untuk dapat mendayagunakan (to capitalize) potensi pembangunan (ekonomi) perikanan budidaya (aquaculture) yang luar biasa besar, ibarat “Rakasasa yang tengah Tertidur” adalah SDM berkualitas unggul (knowledge, skills, expertise, work ethics, dan Akhlak) dalam jumlah mencukupi

Pada dasarnya, SDM manusia yang dibutuhkan untuk keberhasilan pembangunan dan bisnis aquaculture adalah SDM yang memiliki kompetensi teknis di setiap subsistem utama (primary subsystems) maupun subsistem pendukung (supporting subsystems). 

Selain itu, mereka harus memiliki etos kerja unggul (seperti kerja keras, disiplin, teamwork/kolaborasi, dedicated) dan akhlak mulia (seperti jujur, amanah, ikhlas, tidak pendengki, dan saling menyayangi dan membantu).

Site Selection dan Teknologi Pembesaran (Rearing): (1) teknik pemilihan dan penebaran benih/benur unggul (SPF, SPR, dan fast growing); (2) formulasi, manufacturing, dan teknik pemberian pakan berkualitas unggul; (3) pengendalian hama dan penyakit (obat-obatan, vitamin, dll); (4) MONEV dan pengelolaan kualitas air; (5) lay out dan pond engineering; (6) teknologi pembesaran (seperti RAS, probiotik, dan bioflock); dan (7) biosecurity.

Di akhir makalahnya, Prof. Rokhmin Dahuri menjabarkan pentingnya peningkatan peran MAI dalam pembangunan SDM Aquaculture. Antara lain, Pelatihan dan pemagangan lulusan S1, diplomasi vokasi, dan SMK supaya lebih siap kerja di bidang pembangunan dan bisnis aquaculture. Dengan materi: (1) komptensi teknis, (2) manajemen sistem bisnis aquaculture, (3) etos kerja, dan (4) akhlak.

Lalu, sertifikasi tenaga ahli Akuakulur; Sosialisai Kebijakan dan Program Pemerintah yang sudah tapt dan benar; Memberikan masukan (saran) dan kritik membangun kepada pemerintah, swasta, dan masyarakat.

“Mendorong terwujudnya ”Indonesia Aquqculture Incorporated” for Indonesia sebagai produsen Aquaculture terbesar dan paling kompetitif di dunia secara berkelanjutan,” kata Anggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional Pusat Pengembangan Pesisir dan Laut, Universitas Bremen, Jerman itu.

Komentar