Kamis, 25 April 2024 | 08:53
NEWS

Milad 22 Tahun ESQ 165, Prof Rokhmin Dahuri: Islam Menjadi Pusat Keunggulan Iptek Dunia

 Milad 22 Tahun ESQ 165, Prof Rokhmin Dahuri: Islam Menjadi Pusat Keunggulan Iptek Dunia
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS

ASKARA – Potret kehidupan masyarakat dunia yang maju, adil-makmur di zaman keemasan umat Islam (Abad-7 sampai Abad-17) konsepnya mirip dengan peradaban bangsa berbasis Pancasila: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa, 2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, 3. Persatuan Indonesia, 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, 5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Demikian disampaikan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS pada acara Silaturrahim Milad ke-22 ESQ 165 di Menara ESQ 165, Jakarta, Senin (16/5).

“Ketika umat Islam melaksanakan Islam secara kaffah dan ittiba’ (Fatukh Makkah s/d sebelum Revolusi Industri), Umat Islam menguasai IPTEK, maju, hidup sejahtera, dan menguasai 2/3 wilayah dunia,” ungkap Prof. Rokhmin Dahuri dalam paparannya berjudul “Pembangunan Berbasis Industri 4.0, Ekonomi Hijau, dan Pancasila Menuju Indonesia Emas 2045”.

Saat itu, sambungnya, Umat Islam menjadi pusat keunggulan (center of excellence) IPTEK dunia, dan para ilmuwan dan teknolog dari seluruh penjuru dunia belajar kepada ilmuwan dan teknolog muslim secara gratis (tidak perlu hak paten).

Perguruan Tinggi pertama dan terbaik di dunia adalah Bayt Al-Hikmah di Baghdad pada 832 M di masa Khalifah Al-Mansur (754 – 775 M) dan Al-Ma’mun (813 – 833 M), Kekhilafahan Abasyiah.  Oxford University dan Sorbone University meniru Bayt Al-Hikmah.

Perekonomian; pendidikan; interaksi sosial, politik, dan budaya berjalan atas dasar persaudaraan karena Allah, Tuhan Pencipta Alam Semesta. Agama, keyakinan, jiwa, harta, dan hak-hak sipil warga non-muslim dilindungi oleh Negara Islam.

Kehidupan sosial berlangsung secara harmonis, anak-anak yatim terpelihara, yang kaya membantu dan memberdayakan (empowering) yang miskin, yang miskin tidak iri terhadap yang kaya dan bekerjasama dengan yang kaya dengan mengeluarkan kemampuan terbaiknya.

“Ekonomi dan perdagangan diatur dalam koridor efisiensi dan keadilan, tidak ada kecurangan serta penipuan karena masyarakatnya memahami dan mentaati hukum Allah dan Rasul Nya secara istiqamah,” tutur Wakil Ketua Dewan Pakar MN KAHMI itu.

Disamping itu, Prof Rokhmin menjelaskan, masyarakatnya mencintai dan gemar menuntut IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), dan pemerintahnya mendorong serta memfasilitasi aktivitas penelitian, pengembangan, penguasaan, dan penerapan IPTEK dalam segenap aspek kehidupan. Para pemimpinnya (Kepala Negara, Menteri, Gubernur, Bupati, dan lainnya) hidup sederhana dan sangat mencintai rakyatnya.

Contoh akhlaq dan perilaku pemimpin Muslim: “Kalian memilihku sebagai khalifah, tetapi aku bukanlah yang terbaik diantara kalian”. Oleh karena itu, Khalifah Abu Bakar Ashidiq  menegaskan, turutilah aku sepanjang sesuai aturan Allah SWT dan Rasulullah SAW (Al-Qurán dan Hadits), kalau tidak tinggalkan aku. “Kalau rakyatku kelaparan, aku ingin orang pertama yang merasakannya.  Kalau rakyatku kekenyangan, aku ingin orang terakhir yang menikmatinya,” demikian Prof Rokhmin mengutip pernyataan Khalifah Umar bin Khattab.

Hasilnya, kata Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu, pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Azis, Harun Al-Rasyid, Muhammad Al-Fatih, dan lainnya, tidak ada satu pun penduduk Khilafah (Negara) Islam yang miskin.  Bahkan, zakat, infaq, shodaqoh, dan IPTEK pun diekspor ke seluruh penjuru dunia.

“Hampir seluruh IPTEK modern dari zaman Revolusi Industri sampai sekarang berasal dari karya-karya monumental Ilmuwan Muslim di era Kejayaan Umat Islam (Wallace-Murphy, 2007; Qureshi, 2007),” ujar Honorary Ambassador of Jeju Islands dan Busan Metropolitan City, South Korea itu.

Dalam kesempatan yang sama, Prof. Rokhmin Dahuri bersyukur kepada Allah SWT, bahwa sejak merdeka 1945, bangsa Indonesia mengalami perbaikan di hampir semua bidang kehidupan. Pertama kali dalam sejarah NKRI, pada tahun 2019 angka kemiskinan lebih kecil dari 10%.  “Namun, dampak dari pandemi Covid-19, pada 2021 tingkat kemiskinan meningkat lagi menjadi 10,2 % atau sekitar 27,6 juta orang,” ujarnya.

Prof. Rokhmin Dahuri mencatat, bahwa dari 195 negara di dunia, hanya 20 negara yang PDB nya diatas 1 trilyun dolar AS, dan PDB Indonesia merupakan yang terbesar ke-16 (Bank Dunia, 2018). Namun, hingga kini Indonesia masih sebagai negara berpendapatan menengah bawah (lower -- middle income country), dengan pendapatan nasional kotor  (Gross National Income = GNI) sebesar 3.870 dolar AS per kapita (Kemenko Perekonomian, 2019).  

“Bahkan menurut Bank Duni,kita belum menjadi negara  makmur (high-income country), dengan pendapatan nasional kotor diatas 12.165 dolar AS per kapita,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Gotong Royong itu.

Selain itu, terangnya, berdasarkan pada kapasitas IPTEK, kita bangsa Indonesia pun belum berstatus sebagai negara maju.  Karena, kapasitas IPTEK bangsa Indonesia sampai sekarang masih berada di kelas -3.  Artinya, lebih dari 75 persen kebutuhan IPTEK nasional berasal dari impor.  Sedangkan, negara maju adalah mereka yang kapasitas IPTEK nya mencapai kelas-1, dimana lebih dari 75 persen kebutuhan IPTEK nya dihasilkan oleh bangsanya sendiri (UNESCO, 2010).

Dari 200 negara PBB di dunia, hanya 16 negara dengan PDB US$ > 1 trilyun. Status Pembangunan Beberapa Negara ASIA  berdasarkan GNI (Gross National Income) per kapita (dolar AS) pada 2021. Sayangnya, pada Juli 2021, Indonesia turun kelas kembali menjadi negara menengah bawah. “Kekayaan 4 orang terkaya (US$ 25 M = Rp 335 T) sama dengan total kekayaan 100 juta orang termiskin (40% penduduk) Indonesia (Oxfam, 2017),” kata Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu.

Dalam kesempatan itu, Prof. Rokhmin Dahuri mengungkapkan dari 2005 – 2014, 10% orang terkaya Indonesia menambah tingkat konsumsi mereka sebesar 6% per tahun.  Sementara, 40% rakyat termiskin, tingkat konsumsinya hanya tumbuh 1,6% per tahun.  Bahkan Bank Dunia mengungkapkan, total konsumsi dari 10% penduduk terkaya setara dengan total konsumsi dari 54% penduduk termiskin.

“Sekitar 0,2% penduduk terkaya Indonesia menguasai 66% total luas lahan nasional (KPA, 2015). Sekarang, menurut Institute for Global Justice, 175 juta ha (93% luas daratan Indonesia) dikuasai oleh para konglomerat (korporasi) nasional dan asing,” sebut Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2020 – 2024 itu.

Penyebab ketertinggalan Indonesia secara internal, kata Prof. Rokhmin Dahuri, antara lain: 1. Belum ada “Road Map Pembangunan Nasional yang Komprehensif, Tepat, dan Benar” yang dilaksanakan secara berkesinambungan; 2. Kualitas SDM (knowledge, skills, expertise, etos kerja, nasionalisme, dan akhlak) relatif rendah; 3. Sistem politik demokrasi liberal (Kapitalisme) yang sarat dengan politik uang dan kemunafikan, lemahnya dan ketidakadilan penegakkan hukum , dan KKN massif; 4. Belum ada pemimpin yang capable, negarawan, IMTAQ kokoh, dan ikhlas membangun bangsa.

Sedangkan secara eksternal yaitu: 1. Keserakahan bangsa-bangsa maju dan kapitalisme cenderung menjajah secara politik-ekonomi negara berkembang; 2. Disrupsi akibat kemajuan IPTEK yang sangat pesat, Pandemi, dan konflik geopolitik ; dan 3. Pertarungan ideology.

Selain itu, sambungnya, Nasionalisme rendah di kalangan pengusaha: (1) berubah dari industriawan menjadi importir, (2) nyimpan uang > 80% di LN, (3) gaji karyawan rendah, dan (4) R & D serta daya saing rendah (‘jago kandang’).

Transformasi Struktural Ekonomi (TSE) adalah proses peralihan kehidupan suatu bangsa, dari karakter masyarakat berbasis ekonomi tradisional menuju ke karakter masyarakat berbasis ekonomi modern (Jhingan, 2002).

TSE merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi, dari dominasi sektor primer ke dominasi sektor sekunder (> 30% PDB, serapan NAKER > 40%) dan sektor tersier (30% PDB, NAKER 30%) secara proporsional (O’Connor and Kjolllerstrom, 2008).

TSE sebagai suatu proses perubahan struktur ekonomi, dari sektor tradisional dengan produktivitas, daya saing, dan sustainability yang rendah ke struktur ekonomi dengan produktivitas, daya saing tinggi, dan sustainability yang tinggi (Szirmai et al., 2012).

Prof. Rokhmin Dahuri juga menerangkan ciri ekonomi modern, yaitu: (1) ukuran unit usaha memenuhi economy of scale, (2) menerapkan ISCMS (Integrated Supply Chain Management System), (3) menggunakan teknologi mutakhir pada setiap mata rantai Supply Chain System, dan (4) mengikuti prinsip-prinsip Sustainable Development (RTRW, Optimal and Sustainable Utilization of Natural Resources, Zero Waste and Emission, Biodiversity Conservation, dan Design & Construction with Nature).

Selanjutnya, Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany itu,  menguraikan kebijakan dan program TSE, yaitu:

Pertama,  Dari dominasi eksploitasi SDA dan ekspor komoditas (sektor primer) dan buruh murah, ke dominasi sektor manufaktur (sektor sekunder) dan sektor jasa (sektor tersier) yang produktif, berdaya saing, inklusif, mensejahterakan, dan berkelanjutan (sustainable).

Kedua,  Modernisasi sektor primer (kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, dan ESDM) secara produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, ramah lingkungan dan berkelanjutan. 

Ketiga, Revitalisasi industri manufakturing yang unggul sejak masa Orba: (1) Mamin, (2) TPT (Tekstil dan Produk Tekstil), (3) Elektronik, (4) Otomotif, (5) Pariwisata, dan lainnya.

Keempat, Pengembangan industri manufakturing baru: EBT, Semikonduktor, Baterai Nikel, Bioteknologi, Nanoteknologi, Kemaritiman, Ekonomi Kreatif, dan lainnya.

“Kelima, Semua pembangunan ekonomi mesti berbasis pada Pancasila (pengganti Kapitalisme), Ekonomi Hijau (Green Economy), dan Ekonomi Digital (Industry 4.0),” terangnya.

Komentar