Kamis, 25 April 2024 | 11:46
NEWS

Wali Kota Ambon Jadi Tersangka Gratifikasi, Berapa Nilainya?

Wali Kota Ambon Jadi Tersangka Gratifikasi, Berapa Nilainya?
Ketua KPK Firli Bahuri (Dok Istimewa)

ASKARA - Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi. 

Namun demikian, KPK belum mengungkap besaran penerimaan gratifikasi yang diterima Richard. Menurut Ketua KPK Firli Bahuri, penyidikan terkait gratifikasi tersebut masih bergulir. 

Pihaknya, kata Firli, membutuhkan pendalaman dan bukti kuat untuk menuntaskan perkara tersebut.
 
"Proses penyidikan ini belum selesai. Karena sebagaimana saya maksudkan tadi, kita serahkan (pada) tindakan penyidikan," ungkap Firli di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat malam (13/5). 

Firli memastikan, pihaknya akan menyampaikan nilai gratifikasi Richard secara transparan.
 
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa dikonfirmasi ke Ali Fikri (pelaksana tugas juru bicara bidang penindakan KPK). Tentu kami akan sangat membuka diri terhadap respons dan pertanyaan rekan media," ucap Firli.
 
Richard ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Ambon pada 2020. Dia juga ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi.

KPK juga menetapkan Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Andrew Erin Hehanussa (AEH) dan karyawan Alfamidi Kota Ambon, Amri (AR) sebagai tersangka. Namun, Amri masih buron.
 
Richard diduga mematok Rp25 juta kepada Amri untuk menyetujui dan menerbitkan dokumen izin ritel. Dokumen itu berupa Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
 
Selain itu, Amri mengguyur Richard Rp500 juta. Fulus itu untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail. Uang diberikan bertahap melalui Andrew.
 
Pada perkara ini, Amri disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Sedangkan, Richard dan Andrew disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Komentar