GPM Pasca Kongres: Tantangan Upaya Penguatan Organisasi di Tengah Kuatnya Gerakan Desukarnoisasi yang Masih Menghantui
Sejak didirikan tanggal 31 Mei 1947 di Surakarta, Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) terus mengalami pasang surut. Tidak aneh karena GPM adalah onderbouw Partai Nasional Indonesia (PNI) yang identik dengan nama Sukarno waktu itu.
Naiknya Soeharto ke panggung politik nasional pasca-Gestok menjadi titik balik masa kejayaan Sukarno, PNI, dan seluruh slagorde pendukungnya.
Otoritarianisme Soeharto terhenti ketika gerakan Reformasi merangsek tahun 1998. Iklim demokrasi yang kondusif pasca-Reformasi itulah yang mendorong kaum nasionalis Marhaenis bangkit dan muncul ke permukaan. GPM salah satunya.
Pasca-deklarasi kembali di Semarang tahun 2018, GPM lama dengan spirit baru ini segera berbenah. Agenda utamanya segera kongres. Sayang proses tersebut tidak berjalan mulus karena terkendala banyak faktor akibat tajamnya konflik kepentingan.
Realitas tersebut mengingatkan kita pada penggalan pidato Presiden Sukarno tanggal 10 November 1961, "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri".
Miris dan ironisnya, perseteruan tersebut terjadi justru sesama barisan Sukarno sendiri. Bukti gerakan desukarnoisasi masih kuat dan menghantui. Bagi pihak-pihak yang tidak ingin anak-anak ideologis Sukarno bersatu, pastilah mereka akan bersyukur dan bergembira karenanya.
Namun berkat kerja keras dan perjuangan tak kenal lelah Ketua Umum GPM Caretaker, Drs. Heri Satmoko, MH beserta seluruh jajaran dan panitia, Kongres X GPM akhirnya terlaksana juga.
Momen penting dan bersejarah tersebut digelar di "The Sukarno Center" Tampaksiring, Bali, tanggal 5-7 November 2021. Alhasil, setelah melalui proses panjang dan berliku, secara legal formal GPM kini telah sah alias diakui.
Terlepas dari berbagai kekurangan di sana-sini, faktanya Kongres X GPM telah terlaksana. Sebagai forum tertinggi, Kongres juga telah memilih dan menetapkan Ketua Umum GPM definitif periode 2021-2025.
Demikian pula jajaran pengurus pusat DPP GPM lainnya. Proses selanjutnya tentu masih panjang. Tapi pastinya komando kini di tangan Bung Heri Satmoko, Ketua Umum terpilih.
Ibarat gedung bertingkat, GPM perlu landasan atau fondasi yang kuat. Itulah sebabnya proses rekrutmen anggota/ kader serta pemilihan/ penetapan kepengurusan di semua jenjang harus dilakukan secara ketat dan cermat.
Ini penting sehingga konsolidasi internal berjalan optimal serta menghasilkan GPM organisasi militan yang berwatak radikal, dinamis, dan progresif-revolusioner untuk melanjutkan revolusi yang belum selesai.
GPM sendiri tidak perlu jemawa, merasa kongres telah usai. Sebaliknya, rendah hati dan bijak merangkul semua pihak. Terutama para sesepuh, senior, rekan, sahabat, dan kaum nasionalis Marhaenis lain yang tercecer dan terserak.
Karena esensi Marhaenisme sejatinya adalah tepa slira,persaudaraan, persatuan, dan gotong royong. Saatnya kaum Marhaen bersatu, waktunya Indonesia bangkit dan maju! MERDEKA!!!
Oleh: Laksda TNI (Purn.) Untung Suropati
Chairman IDSR
Komentar