Kamis, 25 April 2024 | 05:23
COMMUNITY

Bersahabat Sejak Belia, Kiai Ahmad Dahlan dan Kiai Hasyim Asy’ari Suka Saling Memuji

Bersahabat Sejak Belia, Kiai Ahmad Dahlan dan Kiai Hasyim Asy’ari Suka Saling Memuji
Kiai Ahmad Dahlan dan Kiai Hasyim Asy’ari

ASKARA - Muhammadiyah dan NU (Nahdlatul Ulama) adalah karunia terbesar umat muslim di Indonesia. Tanpa mengecilkan peran organisasi Islam lain di Indonesia, keberadaan Muhammadiyah dan NU ibarat dua tangan yang saling melengkapi.

Muhammadiyah dan NU pun seringkali lebih nampak berbagi tugas dan peran daripada bersaing. Karenanya, berbagai sisi perbedaan itu tampak tidak sepantasnya dipertentangkan dengan unsur meninggikan atau meremehkan satu pihak lainnya.

Dalam sejarahnya, warisan pertentangan antara Muhammadiyah dan NU dikembangkan oleh masing-masing pihak yang terlampau serius dalam memaknai perbedaan fikih dan kalam. Padahal, sejarah hubungan Muhammadiyah dan NU adalah hubungan persaudaraan yang erat sebagaimana digambarkan dua pendirinya: Kiai Ahmad Dahlan dan Kiai Hasyim Asy’ari.

Kemesraan Dua Bapak Umat

Merujuk pada buku karya Imron Mustofa berjudul K.H Ahmad Dahlan Sang Penyantun (2018), dua bapak umat Islam di Indonesia ini bersahabat sejak sama-sama berguru kepada Kiai Saleh Darat asal Semarang. Imron menulis, saat itu Kiai Dahlan berumur 16 tahun sedangkan Kiai Hasyim berumur 14 tahun.

Perbedaan usia inilah yang membuat Kiai Hasyim memanggil Kiai Dahlan dengan panggilan ‘Mas’ (kakak), sebaliknya Kiai Dahlan memanggil Kiai Hasyim dengan panggilan ‘Adi’ (adik). Dua tahun belajar dengan Kiai Saleh Darat, keduanya pun akhirnya berpisah.

Tiga Poin Dominan Revolusi Mental

Meskipun ada catatan yang menuliskan pertemuan Kiai Dahlan dengan Kiai Hasyim sempat terjadi beberapa tahun kemudian saat Kiai Dahlan bertamu di pondok pesantren Tebu Ireng, hubungan keduanya berlanjut saat sama-sama belajar di kota suci Makkah.

Saling Bertanya Kabar

Kisah paling menarik dituliskan Imron Mustofa saat Kiai Ahmad Dahlan melakukan perjalanan dakwah Muhammadiyah ke Jawa Timur pada tahun 1921.

Di Surabaya, kedatangan Kiai Dahlan diketahui oleh murid Kiai Hasyim Asy’ari, yakni Kiai Mas Mansur yang kelak berguru pada Kiai Ahmad Dahlan dan menjadi Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah.

Kiai Mas Mansur saat itu langsung menjemput Kiai Ahmad Dahlan dan mempersilahkan beliau menginap di rumahnya. Pada pertemuan itulah Kiai Ahmad Dahlan bertanya tentang kabar Kiai Hasyim Asy’ari.

“Bagaimana kabar Kiai Hasyim Asy’ari? Beliau sehat,” tanya Kiai Ahmad Dahlan.

 “Insyaallah, Kiai. Kami sudah cukup lama tidak bertemu. Tetapi, dari cerita kawan-kawan, beliau dalam keadaan sehat walafiat,” jawab Kiai Mas Mansur sebagaimana ditulis Imron.

Kiai Ahmad Dahlan juga menanyakan perkembangan Pondok Pesantren Tebuireng Jombang milik Kiai Hasyim beserta kekagumannya pada beliau. Kiai Mas Mansur pun balik mengisahkan kekaguman Kiai Hasyim Asy’ari pada Kiai Ahmad Dahlan.

Atas kedekatan silsilah keilmuan inilah, Kiai Ahmad Dahlan tak ragu mempercayakan perkembangan dakwah Muhammadiyah kepada Kiai Mas Mansur sebagai Ketua Muhammadiyah Cabang Surabaya. (muhammadiyah)

Komentar