Jumat, 19 April 2024 | 07:13
NEWS

Siswi yang Hina Palestina di TikTok Tak Dikeluarkan dari Sekolah, Hanya Dikembalikan Sementara Ke Orangtua

Siswi yang Hina Palestina di TikTok Tak Dikeluarkan dari Sekolah, Hanya Dikembalikan Sementara Ke Orangtua
Siswi yang hina Palestina (Dok Istimewa)

ASKARA - Siswi penghina Palestina di media sosial di TikTok di Bengkulu yang berinisial MS (19) tak dikeluarkan dari sekolah tempatnya belajar melainkan hanya dikembalikan sementara ke orangtua. 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti mengaku, sudah berkoordinasi dengan Kepala Cabang Dinas (Kacabdin) Pendidikan Wilayah VIlI Kabupaten Bengkulu Tengah, Adang Parlindungan terkait status sanksi terhadap MS yang disebut-sebut telah dikeluarkan dari sekolah.

"Pernyataan ini kemudian diralat Kacabdin, Adang Parlindungan dan juga Kepala SMAN 1 Bengkulu Tengah yang menyatakan bahwa MS hanya dikembalikan ke orangtua, itupun atas permintaan orangtua MS sendiri melalui surat pengunduran diri yang ditandatangani orangtua MS," kata Retno dalam keterangan tertulis, Senin (24/5).

Menurut Retno, keputusan mengeluarkan dengan istilah mengembalikan ke orangtua, kemudian diralat dengan istilah mengembalikan sementara ke orangtua. 

Selama proses tersebut, MS dijamin tetap mendapatkan pembelajaran dan ujian kenaikan kelas secara daring, mengingat saat ini Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu masih menerapkan BDR atau PJJ.

Dengan adanya sanksi ini, diharapkan orangtua dapat membina MS lebih baik sehingga dia bisa benar-benar menyadari kesalahannya dan memperbaiki diri.

“Mungkin sanksi MS dikembalikan ke orangtua mirip dengan istilah skorsing,"  ujar Retno.

MS juga masih terdaftar di SMAN 1 Bengkulu Tengah. Pihak sekolah memberi kebebasan kepada orangtua dan MS bila nantinya ingin pindah sekolah. Selama belum pindah, MS tetap mendapat pembelajaran dari sekolah.

“Pernyataan jaminan pemenuhan hak atas yang disampaikan pihak Dinas pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu dan diperkuat juga oleh pernyataan Gubenur Bengkulu patut diapresiasi, karena pemenuhan hak atas pendidikan memang merupakan kewajiban pemerintah, dalam hal ini pemerintah daerah," terang Retno.

Sesuai aturan Kemendikbud, mutasi memang hanya bisa dilakukan pada Juli-Agustus atau Januari-Februari. Sehingga SMAN 1 Bengkulu Tengah wajib memberi pendidikan kepada MS.

"KPAI juga mengapresiasi Polres Bengkulu Tengah yang menangani kasus dugaan ujaran kebencian MS yang berpotensi melanggar UU ITE ditangani melalui proses diluar pengadilan pidana mengingat status MS yang masih pelajar, yang masa depannya masih panjang, meskipun usianya sudah 18 tahun. MS diberi kesempatan memperbaiki diri," jelas dia.

Retno mendorong pemerintah daerah melalui psikolog dari UPTD P2TP2A Provinsi Bengkulu untuk membantu rehabilitasi psikologis bagi MS. KPAI juga mendorong sekolah mencegah dan menghentikan perundungan yang diduga dialami MS dari lingkungan sekolahnya, hal ini akan membantu MS untuk cepat pulih secara psikologis dan segera memperbaiki diri.

Pihak sekolah harus memberikan penjelasan kepada peserta didik yang lain untuk tidak membully MS, karena MS sudah meminta maaf, menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi perbuatan yang sama.

"MS sudah semestinya diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dari kesalahan yang pernah diperbuatnya," pungkas Retno.

Komentar