Jumat, 19 April 2024 | 14:51
NEWS

Petani Milenial Jangan Terpaku dengan Sawah

Petani Milenial Jangan Terpaku dengan Sawah
Pelatihan dan bimbingan teknis petani milenial bersama Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Tajug Gede, Purwakarta. (Kesatu/Ist)

ASKARA - Keberadaan petani milenial kini menjadi profesi baru yang digemari oleh para pemuda. Di tengah lahan pertanian yang semakin kecil, petani milenial harus bisa terus berinovasi agar tetap produktif terlebih di masa pandemi Covid-19.

Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi saat menjadi pembicara dalam pelatihan dan bimbingan teknis terhadap para petani milenial bersama Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Tajug Gede, Purwakarta, Selasa (30/3).

"Menjadi petani itu jangan terpaku dengan sawah. Sekarang sawah sudah habis jadi perumahan dan pabrik," ujarnya.

Menurut Dedi Mulyadi, petani kini bisa memanfaatkan lahan terbatas sebagai media tanam menggunakan jenis bibit khusus. Contohnya padi gogo yang bisa ditanam menggunakan pot di mana saja dan kapan saja. Contoh lainnya, pelajar di Purwakarta sejak awal pandemi tetap produktif dengan melakukan penanaman padi gogo di sekolah dan rumah.

"Sekarang kita bisa lihat anak-anak tiga sampai empat bulan sekali bisa panen. Jadi, perlu pemikiran inovatif agar anak tetap produktif daripada disuruh belajar daring yang akhirnya mereka malah main atau motor-motoran tidak karuan," jelasnya.

Dedi Mulyadi juga meminta pemerintah dalam hal ini dinas pangan dan pertanian memberi contoh kepada masyarakat memanfaatkan lahan yang ada untuk ditanami tanaman produktif seperti padi gogo.

"Sekarang dinas pertanian saja beras masih beli, harusnya kasih contoh jangan hanya mengajari saja. Coba sekarang itu hitung setiap bangunan pemerintah ada berapa lahan kosong, tanami padi gogo, saya yakin kita tidak perlu lagi beli beras apalagi impor," katanya.

Dedi Mulyadi menyebut, padi atau beras merupakan sebuah harga diri bagi masyarakat Sunda. Sehingga para petani selalu memakan manajemen hati bukan hitungan bisnis dalam mengelola sawahnya.

"Petani leluhur kita itu bertani bukan urusan untung rugi tapi memakai manajemen hati. Menanam dengan penuh cinta, kebaikan dan ibadah. Tapi sekarang lihat karena semua serba dihitung mulai dari perencanaan, biaya ini itu kemudian nanti panennya untung segitu, malah pada rugi. Buktinya wilayah penghasil beras terbesar di Jabar malah pengkonsumsi beras raskin atau rasta terbanyak," paparnya.

Di tempat yang sama, Kepala Badan Litbang Kementerian Pertanian Fajri Jupri mengatakan, pelatihan dan bimbingan teknis tersebut diharapkan bermanfaat dalam meningkatkan kompetensi petani milenial sekaligus menyosialisasikan teknologi yang dihasilkan balitbang.

Bimbingan teknis bertema Peningkatan Kapasitas SDM Petani dan Penyuluh kali ini, para petani milenial diajarkan untuk penggunaan alat tanam benih langsung (ATABELA). Teknologi ATABELA merupakan salah satu komponen teknologi LARGO SUPER yang pernah di-launching tahun 2018.

"Teknologi ini diaplikasikan untuk budidaya lahan gogo. Varietas unggul baru yang akan didemokan melalui teknologi ATABELA adalah Inpago 12 yang sudah teruji unggul ditanam setiap musim di lahan gogo Tajug Gede," kata Fajri Jupri.

Kegiatan kali ini diikuti oleh sekitar 200 petani milenial dari berbagai wilayah Kabupaten Purwakarta. Selain diberi pengarahan dan teori, para petani milenial juga langsung praktik melakukan penanaman padi gogo di lahan yang berada sekitar Tajug Gede. (kesatu)

Komentar