Sabtu, 20 April 2024 | 05:17
NEWS

Ketua Umum PWI: Penegak Hukum Perlu Memahami UU Pers

Ketua Umum PWI: Penegak Hukum Perlu Memahami UU Pers
Ilustrasi. (Ajnn)

ASKARA - Di era teknologi digital telah terjadi konvergensi, sehingga satu alat memiliki banyak fungsi sekaligus. 

Begitu pula dengan handphone (HP) atau telepon seluler yang semula hanya untuk bertelepon kini fungsinya sudah juga menjadi alat kerja, mulai mencatat, merekam sampai mengirim dan menyebarkan berita, bahkan untuk transfer uang. Dengan demikian, kini HP bagi wartawan telah menjadi alat kerja yang penting. 

Oleh sebab itu, penahanan atau pengambilan HP milik wartawan di tempat kerjanya merupakan pelanggaran terhadap kemerdekaan pers dan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. 

Demikian ditegaskan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S Depari, Kamis (11/3), menanggapi ketentuan yang diberlakukan di Kejaksaan Negeri Rokan Hulu yang mewajibkan HP dan peralatan kerja wartawan ditahan di pos keamanan.

Atal S Depari mengingatkan, UU Pers dengan jelas sudah memberikan jaminan, dalam menjalankan tugasnya wartawan dilindungi oleh hukum, termasuk tidak boleh dihalang-halangi oleh siapapun. Penahanan HP dan alat kerja wartawan jelas merupakan tindakan yang menciptakan hambatan dalam pekerjaan wartawan dan oleh sebab itu dapat dipandang sebagai bagian dari menghalangi tugas wartawan. Belum lagi, tidak ada jaminan HP dan peralatan kerja lain yang ditahan tidak dibocorkan atau diretas datanya.

Atal S Depari menjelaskan, dalam UU Pers dijamin pula terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran. 

"Termasuk dalam pengertian penyensoran ialah tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam," katanya.  

Dengan demikian, penahan HP atau alat-alat kerja wartawan dapat dikualifikasikan sebagai penyensoran.

"Dan itu dapat diancam hukuman dua tahun penjara," kata Atal S Depari.

Menurutnya, Kejari Rokan Hulu tidak perlu khawatir dengan tugas para wartawan di sana. Atal S Depari mengingatkan semua wartawan harus bekerja berdasarkan Kode Etik Jurnalistik. 

"Untuk wartawan PWI bahkan ditambah harus tunduk kepada Kode Perilaku Wartawan," ujarnya.

Dengan demikian, wartawan dalam menjalankan tugasnya tidak dapat bertindak sembarangan dan menyiarkan berita yang tidak sesuai Kode Etik Jurnalistik. Maka, tegas Atal S Depari, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam kerja wartawan.

Kalau ada wartawan yang melanggar Kode Etik Jurnalistik dan kode perilaku tinggal dilaporkan ke organisasi wartawan yang telah diverifikasi atau ke Dewan Pers. Demikian pula tersedia hak jawab yang harus dilaksanakan pers secara gratis.

Atal S Depari mengimbau agar para penegak hukum untuk lebih memahami UU Pers, sehingga selain dapat lebih menghormati profesi wartawan juga dapat meningkatkan sinergi antara penegak hukum dengan pers sesuai fungsi masing-masing.

"Hubungan yang harmonis antara penegak hukum dan wartawan akan memberikan kemanfaatan kepada masyarakat luas," katanya. 

Komentar