Senin, 13 Mei 2024 | 18:01
NEWS

Soal Energi Baru Terbarukan, Diperlukan Peraturan Pelaksana Bukan Aturan Baru

Soal Energi Baru Terbarukan, Diperlukan Peraturan Pelaksana Bukan Aturan Baru
Ilustrasi energi baru terbarukan (Dok urbannews.id)

ASKARA - Masalah pengusahaan bidang energi untuk pembangkit listrik disebut bukan terletak pada perlu dibuat atau ditambahnya aturan baru, melainkan adanya ketidakpastian skema tarif listrik, kepastian sosial, dan penyelesaian masalah perizinan yang panjang.

Demikian diungkapkan Hasanuddin, Ketua Umum Asosiasi Daerah Penghasil Panas Bumi Indonesia, dalam keterangan tertulis, Jumat (29/1).

Menurut Hasanuddin, ketiga hal ini telah menjadi faktor resiko terbesar dalam pengambilan keputusan investasi di bidang energi, khususnya panas bumi.

"RUU EBT tidak akan menyelesaikan masalah tersebut, justru akan menambah masalah baru terjadinya tumpang tindih dan disharmoni peraturan perundangan-undangan," kata Hasanuddin.

Dikatakan Hasanuddin, Energi Baru Terbarukan (EBT) telah diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, sehingga yang diperlukan bukanlah pengaturan baru yang bersifat lex spesialis tentang EBT, melainkan peraturan pelaksana (peraturan pemerintah), khususnya energi terbarukan; Angin, biomasa, sinar matahari, aliran dan terjunan air, sampah, limbah produk pertanian, gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, dll.

"Jadi yang diperlukan adalah aturan pelaksana atau operasioalisasi UU Energi, Nomor 30 Tahun 2007," terangnya.

Apalagi, kata Hasanuddin, berkenaan dengan PLTN, selain nuklir bukan bagian dari Rumpun Energi Baru dan Terbarukan, tetapi juga Nuklir sudah diatur tersendiri (lex spesialis) melalui UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.

"Begitu pula dengan panas bumi telah diatur secara tersendiri dalam UU Panasbumi No 21/2014. Kita harus belajar dari PLTU dan PLTD, meskipun tidak ada Undang-Undang Energi Tidak Terbarukan, terbukti kedua jenis pembangkit ini dapat berkembang pesat," jelasnya.

Hal itu, menurut Hasanuddin, tergantung pada political will pemerintah, dalam hal ini keseriusan kementerian terkait, dan memberikan "pesan" atau masukan yang faktual, nyata dan objektif kepada DPR dan Presiden tentang persoalan yang harus segera diselesaikan, yaitu: kepastian skema tarif listrik yang memihak pada investasi pembangkit listrik bersumber dari energi terbarukan, mengatasi ketidakpastian sosial dan perijinan yang panjang dan tidak rasional bagi investasi.

"Dengan langkah yang saat ini dilakukan pihak pemerintah, bukanlah menyelesaikan masalah yang menghambat tumbuhnya investasi yang berpotensi menyebabkan defisit energi, malahan memproduksi terjadinya surplus peraturan perundang-undangan yang akan menambah ketidakpastian usaha," pungkasnya.

Komentar