Rabu, 24 April 2024 | 22:24
NEWS

Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia: SKB 6 Menteri Tak Berlaku untuk FPI Versi Baru

Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia: SKB 6 Menteri Tak Berlaku untuk FPI Versi Baru
FPI Baru (Dok Twitter)

ASKARA - Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI), mengulas aspek hukum lahirnya FPI versi baru atau Front Persatuan Islam tak lama setelah Front Pembela Islam dibubarkan dan dilarang kegiatannya oleh pemerintah, Rabu (30/12) lalu. 

Diketahui, pemerintah resmi membubarkan dan menetapkan pelarangan Front Pembela Islam (FPI) melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani enam menteri dan pimpinan lembaga. SKB itu sebagai dasar pembubaran, melarang penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI.

Namun, hanya berselang beberapa jam saja setelah FPI dibubarkan, eks Sekretaris Umum FPI, Munarman langsung mendeklarasikan lahirnya FPI baru bernama Front Persatuan Islam.

Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI, Chandra Purna Irawan menyampaikan lima pendapat hukum terkait pembubaran FPI dan lahirnya Front Persatuan Islam.

"Pertama, SKB pembubaran FPI dilihat dari segi penamaannya termasuk kategori Keputusan atau beschikking," kata Chandra, dalam keterangan tertulis, Jumt (1/1).

Di dalam hukum administrasi negara, katanya, keputusan (beschikking) bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. 

Bersifat konkret, artinya objek yang diputuskan dalam Keputusan itu tidak abstrak, tetapi berwujud dalam hal ini pembubaran dan/atau pelarangan kegiatan serta penggunaan lambang, bendera dan simbol FPI (Front Pembela Islam).

Bersifat individual artinya Keputusan tidak ditujukan untuk umum, dalam hal ini khusus bagi Front Pembela Islam. Bersifat final artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum bagi FPI-Front Pembela Islam.

Kedua, kata Chandra, berdasarkan penjelasan pertama di atas, maka apabila Front Pembela Islam mengubah dan/atau berganti menjadi FPI-Front Persatuan Islam, maka secara hukum administrasi negara SKB tersebut dinilai tidak dapat digunakan kepada FPI baru ini. 

"Karena SKB tersebut ditujukan kepada FPI (Front Pembela Islam) bukan untuk FPI (Front Persatuan Islam) dan sifat dari keputusan/bechsiking adalah konkret, individual, dan final yang ditujukan kepada FPI (Front Pembela Islam) bukan untuk FPI (Front Persatuan Islam)," jelas ketua LBH Pelita Umat ini. 

Berikutnya yang ketiga, Chandra menyatakan untuk mendirikan organisasi kemasyarakatan (Ormas) tidak perlu dan tidak wajib meminta izin, karena berserikat itu hak asasi manusia yang ada sejak lahir. Artinya, hak tersebut tetap ada meskipun tidak ada negara.

"Oleh karena itu berserikat tidak perlu dan tidak wajib izin, tugas negara adalah mencatat. Izin itu diperlukan dari sesuatu yang dinyatakan dilarang, dengan adanya izin menjadi boleh," jelas Chandra. 

Dia menegaskan bahwa berserikat, berkumpul merupakan hak konstitusional yang tidak bisa dibubarkan atau dicabut haknya oleh siapa pun kecuali oleh putusan hakim pengadilan negeri, bukan pengadilan administratif (PTUN). 

Keempat, apakah mendirikan organisasi wajib daftar? Menurut Chandra, proses pendaftaran di Kemendagri dan Kemenkumham adalah proses administratif untuk mendapatkan pengakuan badan hukum (BH). 

Maka dari itu, berdasarkan undang-undang, setiap SK Kemenkumham terkait pengesahan hanya mengesahkan status badan hukum dan bukan mengesahkan organisasinya.

Sebab, kata Chandra, berserikat adalah hak konstitusional yang tidak perlu izin kepada siapa pun. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 12 ayat (1), (2) dan ayat (3) ) UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas. 

Kelima, berdasarkan pasal 10 Jo Pasal 15 & Pasal 16 UU No. 17 tahun 2013 tentang Ormas yang menyebutkan bahwa ormas dapat berbadan hukum dan dapat pula tidak berbadan hukum. Kemudian, ormas berbadan hukum dapat memilih opsi badan hukum perkumpulan atau badan hukum yayasan. 

Sementara ormas tak berbadan hukum, lanjut Chandra, bisa mengambil opsi sebagai ormas terdaftar atau tidak terdaftar.

"Artinya jika FPI (Front Pembela Islam) dibubarkan lalu mendirikan FPI (Front Persatuan Islam) tidak melakukan proses pendaftaran, maka eksistensi FPI (Front Persatuan Islam) tetap ada sebagai ormas yang tidak berbadan hukum," pungkas praktisi hukum ini. (jpnn)

Komentar