Kamis, 25 April 2024 | 10:45
OPINI

Who Is The Real Mang Ucup? (Bag. 2)

Hanya Modal Airmata dan Doa Berangkat Ke Eropa

Hanya Modal Airmata dan Doa Berangkat Ke Eropa
Mang Ucup di Jerman

“Perjalanan seribu mil selalu dimulai dengan langkah pertama (Jien Li She Ie Ik Pu)."Lau Tzu

Dalam fikiran Mang Ucup, tersirat keinginan untuk mencari ilmu di negeri yang banyak juragannya. Entah itu di Amerika ataupun Eropa. Pokoknya saya harus berangkat ke sana. Karena itulah akhirnya Mang Ucup mengambil keputusan nekad untuk melanglang buana ke Eropa.

Namun apa daya tidak punya modal! Jangankan modal duit, sekedar bicara bahasa asing pun tidak bisa selainnya bahasa Sunda. Disisi lain saya tidak ingin jadi anak yang tidak berbakti yang selalu menyusahkan orang tua untuk mohon biaya ke Eropa. Malu atuh.

Saya tidak merasa takut untuk melanglang buana entah kemana pun juga. Maklum saya besar di jalanan dari kecil sudah jadi street fighter atau Anjing Jalanan. Bedanya anjing jalanan dengan anjing gedongan, kita cari makan di tempat sampah pun bisa.

Saya berangkat hanya dengan modal air mata dari mak Anie, karena kehilangan puteranya maupun doa dari Babah (ayah). Saya ingin membuktikan kepada Mak Anie maupun Babah, bahwa air mata maupun doa mereka itu tidak akan sia-sia. Babah memeluk dan mendekap saya dengan erat sekali, pada saat tersebut tanpa terasakan T-shirt saya menjadi basah.

Rupanya rasa pilu Babah pada saat tersebut sudah tidak tertahankan lagi sehingga air matanya keluar. Butir-butir air matanya turun berlinang dengan lebat membasahi pipinya yang sudah penuh dengan keriput. Padahal Babah adalah seorang pria yang sangat sukar mengeluarkan air mata. Mungkin Babah merasakan, bahwa perpisahan kami kali ini, adalah perpisahan untuk jangka waktu yang lama bahkan mungkin juga yang terakhir kalinya.

Tahun 1960 saat usianya baru 18 tahun, Mang Ucup, Si Tompel, bujang dari Bandung, berangkat ke Jakarta dengan tujuan ingin bekerja di kapal. Berhari-hari Mang Ucup kasak-kusuk, mondar-mandir, dan berharap mendapatkan pekerjaan sebagai anak buah kapal. Berbagai cara dan usaha sudah ia lakukan hingga akhirnya ia diterima bekerja sebagai kelasi kapal dagang. Bekerja di atas kapal yang mengarungi samudera luas tentu saja memerlukan keberanian, ketabahan, dan kecekatan.

Setelah sibuk menjalankan tugas sebagai kelasi kapal niaga, Mang Ucup sempat mengenang kampung halamannya. Air matanya turun berlinang karena teringat orang tua dan harus berpisah dengan mereka. Berpisah dengan orang tua, saudara, kawan, guru, dan Tanah Air-nya tercinta. Entah kapan lagi Mang Ucup akan bisa berjumpa lagi dengan mereka.

Angan-angan Mang Ucup sering melayang seperti berada di alam mimpi, seperti meluncur masuk ke dalam pusaran terowongan masa. "Apakah saya akan berhasil meraih sukses di Eropa? Apakah saya akan menjadi anjing jalanan atau jongos bagi orang-orang bule? Hanya debur ombak dan lengking burung-burung camar yang mendengar gejolak dalam jiwa saya," begitulah rasa hati Mang Ucup saat itu.

Dan tidak ada seorang pun yang tahu akan perasaan saya selain Allah di Surga. Oleh sebab itulah saya panjatkan doa saya setiap hari kepada Tuhan. Saya hanya singgah sebentar di Singapura. Tidak ada minat sama sekali untuk hidup di daratan Asia Tenggara. Kepalang tanggung! Sekali memutuskan untuk melalang buana, pergi sekalian ke benua yang jauh, begitu fikir saya saat itu.

Pelayaran pun dilanjutkan. Sampai di Benua Eropa, Mang Ucup memutuskan untuk tidak kembali ke kapal. Tekad Mang Ucup sudah bulat. Bermodal keyakinan sebagai mantan anak jalanan Bandung. Saat pertama kali Mang Ucup menginjakkan kaki di daratan Eropa, dengan rasa bangga dan jiwa nasionalisme tinggi Mang Ucup berpekik, "Hai, Jerman! Sekarang loe gue injak!"

Saat itulah langkah awal pertama saya dalam perjalanan untuk meraih jadi Juragan. Namun perjalanan ini bukannya perjalanan yang mudah melainkan perjalanan di atas batu terjal. Dimulai jadi kuli pasar, bahkan tidurpun bukannya di hotel bintang lima melainkan di bawah jutaan bintang di alam bebas.

Tertarik bacalah kelanjutannya. Maturnuwun berkah dalem.

Mang Ucup

M

Komentar