Senin, 20 Mei 2024 | 03:14
OPINI

Corona oh Corona...

Corona oh Corona...
Ilustrasi Covid-19 (Pixabay)

Saat ini saya sedang di Singapura untuk menyelesaikan tugas belajar. Tentu saja saat ini saya juga terkena dampak wabah corona. Di Singapura saat ini istilah yang dipakai adalah “circuit breaker” atau memutus/menghentikan penyebaran virus corona. Sekolah dimana saya bersekolah saat ini menerapkan home based learning (HBL) atau belajar dari rumah. Tentu saja media yang digunakan adalah komputer dengan jaringan internet.

Saya sedang tidak ingin membahas bagaimana penanganan corona secara akademik di Singapura, Indonesia ataupun negara manapun, karena sudah banyak ahli yang membahasnya. Yang ingin saya bahas adalah bagaimana cara berpikir orang dalam menghadapi wabah corona ini dan bagaimana kita mengantisipasi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menarik karena di sela-sela saya mengerjakan essay, saya mengikuti berita dan komentar-komentar di berbagai media yang sangat beraneka ragam. 

Pertama kali virus ini muncul, bersliweran teori konspirasi pada tulisan maupun berita video di media sosial. Banyak yang saya ikuti tapi tidak satupun yang membuat saya yakin. Hal tersebut mungkin karena saya bukan ahli teori konspirasi. Mungkin juga karena teori konspirasi tidak memberi bukti yang membuat saya yakin. Hanya sebatas teori.

Hingga pada sebuah kesempatan di kelas saya tanyakan ke Professor ahli Sun Tzu, The Art of War, tentang hal ini. Pertanyaan saya sangat mendasar, “siapakah yang diuntungkan dengan wabah corona ini?” Sang Professor menjawab “pharmacy industry”. Ya betul… Hanya perusahaan farmasi yang berhasil menemukan obat atau vaksin anti corona yang akan mendapatkan keuntungan dari wabah ini.
 
Siapa perusahaan itu, sampai saat ini belum tahu pasti pemain dominannya. Bagaimana dengan Amerika dan China? Saya melihat negara-negara tersebut juga terdampak sangat parah terutama ekonominya. Jadi fakta tersebut mematahkan analisa tentang China ataupun Amerika yang menjadi dalang wabah ini.

Lalu bagimana dengan teori bahwa freemason dan illuminati merancang ini semua? Keinginan untuk bisa menjawab hal tersebut bagaikan ingin melihat setan. Harus punya ilmu penerawangan tingkat dewa. Jangankan mengetahui aksinya, siapa mereka saja kita tidak tahu.
 
Ya, saya juga menggemari film seperti James Bond/007 yang banyak menceritakan tentang adanya organisasi rahasia yang melakukan konspirasi kejahatan atas dunia. Dan hal yang membuat saya senang adalah, di akhir film, James Bond selalu menang walaupun di awal menderita. Demikian saya juga berharap pada wabah corona ini. Kalaupun ini pekerjaan organisasi kejahatan dunia yang tidak mengenal batas negara, semoga ada James Bond yang akan mengatasi wabah corona ini dan menghancurkan organisasi jahat tersebut.

Tapi di atas semua itu, ini pasti sudah atas kehendak Tuhan entah dengan hikmah apapun. Mau illuminati, freemason atau organisasi apapun, kalau ini memang terencana, rencana manusia itu pasti atas izin perkenan Tuhan. Bukankah mudah saja bagi Tuhan untuk menggagalkan rencana jahat siapapun?

Tapi yang lebih masuk akal bagi saya adalah, kejadian ini adalah kejadian alam tanpa kesengajaan yang merupakan akibat dan sebab atas siklus alam. Saya lebih melihat ini sebagaimana bencana gunung berapi yang memang secara alamiah meletus bukannya diletuskan.
 
Okay, cukup dulu membahas tentang teori konspirasi atas virus corona ini. Apapun pendapat anda setelah membaca tulisan saya di atas, saya tidak bisa menyalahkan atau membetulkan karena saya juga belum tahu kebenarannya.
 
Sekarang saya ingin membahas tentang reaksi kita. Tidak menarik membahas tentang reaksi pemerintah maupun warga Singapura karena mereka terstruktur dan terkoordinasi baik penangananya. Dan juga warga Singapura hanya sekitar 5 juta jiwa. Lebih menarik membahas penanganan di negara dengan jumlah warga hampir 300 juta, Indonesia.

Saat Singapura mengumumkan adanya kasus positif pertama corona, Indonesia masih ramai-ramainya jamu. Banyak teman di Singapura menanyakan “apakah kamu yakin di Indonesia benar-benar tidak ada corona?” Saya jawab bahwa masyarakat Indonesia imun/daya tahan tubuhnya bagus karena memang sering minum jahe dan berbagai jamu lainya. Mereka manggut-manggut saja…

Kemudian masalah corona menjadi makin serius dengan angka-angka yang semakin pasti di Indonesia. Saya mengikuti terus beritanya mulai dari keluarga saya yang harus tinggal di rumah/tidak boleh keluar kalau tidak benar-benar penting, rencana pembangunan RS di Pulau Galang, Wisma Atlit yang beralih fungsi jadi RS corona, group WhatsApp RT saya yang ramai tentang penyemprotan disinfectant, kewajiban pakai masker saat keluar rumah dan masih banyak hal lainya.

Ramai sekali diskusi, debat publik, komentar, saling menghujat dll yang hadir di berbagai media. Kental sekali nuansa politiknya. Banyak yang menyalahkan pemerintah. Banyak juga yang membela pemerintah.
 
Saya tidak mau membahas pro-kontra tersebut, karena saya memang bukan ahli corona. Yang saya tahu pasti adalah kita semua kena dampak corona ini. 

Kemudian pertanyaan berikutnya adalah “yang paling menderita siapa?” Yang paling menderita adalah warga miskin yang tidak punya uang. Mereka harus tinggal di rumah dan tidak ada yang menjamin kebutuhan dasar mereka termasuk makanan. Mereka selama ini membanting tulang sekedar untuk makan. Sekarang mereka harus di rumah sehingga tidak ada pendapatan untuk membeli makanan.

Apakah pemerintah salah? Jawabnya adalah banyak pemerintah negara lain yang salah langkah dalam menghadapi virus baru ini. Amerika dan Inggris pertama kali meremehkan virus ini. Sekarang mereka menjadi negara yang kasus corona nya parah. Negara-negara Eropa juga kelabakan mengatasi corona ini.

Pemerintah negara manapun pasti berpikir dampak ekonomi dari corona ini. Sehingga berpikir sangat matang sebelum mengambil langkah. Dan sekarang dampak ekonomi itu kita semua sudah rasakan.

Okay, mungkin anda sudah pusing baca tulisan saya sebagaimana saya juga mulai lelah menulisnya. Ternyata kita hanya perlu berbuat sederhana dari panjangnya tulisan saya di atas: 

1) Tetaplah (cari) makan karena kalau tidak makan kita bisa mati karena kelaparan bukan karena corona; 
2) Ikuti para ahli kesehatan untuk menjaga jarak, menggunakan masker kalau memang harus keluar rumah untuk hal yang sangat penting; 
3) Kalau memang tidak benar-benar penting, tetaplah di rumah; 
4) Pola hidup bersih dengan mencuci tangan rutin, bagi yang muslim jaga wudhu itu lebih baik;
5) Tetaplah melakukan hal positif saat tinggal di rumah, belajar misalnya; dan
6) Berbagi kalau memang kita ada kelebihan kepada saudara-saudara kita yang mungkin tidak seberuntung kita.   Hal ini membuat kita lebih dicintai Tuhan dan sesama. 

Akhirnya, semoga tulisan ini ada manfaatnya dan terima kasih telah membaca. Semoga corona segera sirna. Aamiin. 


Dedi Gunawan Widyatmoko
Mahasiswa Indonesia di Singapura 

Komentar