Minggu, 19 Mei 2024 | 21:09
COMMUNITY

Seniman Ondel-ondel Murni Tetap Harus Dibina

Seniman Ondel-ondel Murni Tetap Harus Dibina
Penggunaan atribut ondel-ondel untuk mengamen di Kramat Raya, Jakarta Pusat (Askara/Dhika Alam Noor)

ASKARA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menindak penggunaan atribut ondel-ondel untuk kegiatan mengamen. 

Menyusul kesepakatan bersama dengan sejumlah organisasi masyarakat Betawi. Namun muncul berbagai tanggapan sejumlah pihak.

Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) menjadi salah satu ormas yang menyetujui wacana penindakan dan pelarangan penggunaan ondel-ondel untuk mengamen. Lantaran cara mereka dinilai merendahkan dan menghina jenis kesenian asli Betawi tersebut.

"Tidak mengindahkan tata krama dan pakem yang ada. Tidak menggunakan atribut yang sesuai pakem," ujar Wakil Ketua Bidang Pelestarian dan Pengembangan LKB Yahya Andi Saputra saat dihubungi, Rabu (26/2).

Menurutnya, sebagian besar pengamen ondel-ondel bukanlah seniman ondel-ondel murni. Mereka dikoordinir oknum tertentu melakukan komersialisasi untuk mendapat keuntungan dari salah satu kearifan lokal Betawi.

"Mereka menghina diri sendiri dengan ngamen seperti pengemis. Mereka tidak hirau terhadap keselamatan diri sendiri karena ngamen di kawasan jalan raya padat lalu lintas," jelas Yahya. 

Belum lagi di antara mereka adalah anak-anak, biasanya mengamen sampai tengah malam. Penampilannya pun terkadang tidak sesuai dengan budaya Betawi sehingga kurang elok dipandang mata. 

"Yang ngamen itu anak-anak di bawah umur, bahkan ngamen sampai pukul 23.00 malam. Itulah yang wajib ditertibkan dan diambil tindakan tegas," kata Yahya. 

"Seharusnya menggunakan seragam lengkap, sepasang ondel-ondel (bersih), iringan musik hidup lengkap. Ini yang benar," tambahnya. 

Tentu mereka memuliakan dan menghormati kearifan lokal Betawi. Dengan demikian ini yang bisa disebut sebagai seniman ondel-ondel murni yang harus bisa dikasih pembinaan. 

"Kalau seniman murni harus terus dibina dan diberi peluang terus main di tempat-tempat yang diizinkan," tutur Yahya. 

Mengingat tempat untuk kreasi seni penampilan ondel-ondel sudah tersedia, salah satunya di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan.

"Sering tampil, hampir tiap minggu," beber Yahya. 

Mantan Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Noorca M. Massardi mengaku prihatin melihat ondel-ondel dipakai untuk mengamen. Bahkan mereka kerap menyewa angkutan umum untuk membawa atribut tersebut.

Tentu itu membutuhkan biaya cukup besar. Namun, jika rencana pelarangan dan penindakan penggunaan ondel-ondel untuk mengamen dinilainya kurang tepat. 

"Tapi kalau dilarang dan menindak mereka rencananya akan dilakukan menurut saya kurang bijaksana," katanya. 

Seharusnya mereka bisa diapresiasi terlebih dulu karena punya ide menampilkan ikon ondel-ondel sebagai cara menarik perhatian banyak orang. Menyoal mereka meminta jasa itu tidak bisa dilarang. Pasalnya merupakan hak hidup dalam mencari pendapatan. 

"Alasan bijaksananya justru kepala dinas pariwisata atau ormas Betawi ini mendukung mereka karena atas inisiatif pribadi, ongkos angkutnya tidak murah," imbuh Noorca. 

Komentar