Rabu, 15 Mei 2024 | 16:55
TRAVELLING

Kemurnian Budaya Suku Baduy

Kemurnian Budaya Suku Baduy
Anak-anak Suku Baduy di Banten (Dispar.bantenprov)

ASKARA - Provinsi Banten terkenal dengan banyaknya objek wisata. Mulai dari wisata alam hingga religi. 

Berbicara tentang kekayaan budaya, Banten pun tidak kalah. Salah satunya adalah keberadaan Suku Baduy, sebuah suku yang hidup di pedalaman Banten dan terisolasi dari dunia luar. Mereka hidup secara sederhana dan menyatu dengan alam. Alam yang masih alami dan budaya yang ditawarkan oleh kampung Suku Baduy menjadi daya tarik wisata tersendiri.

Kampung Wisata Suku Baduy terletak di Desa Cibeo, Kabupaten Lebak, sekitar 40 kilometer dari Rangkasbitung. Berkunjung ke sini merupakan wisata alam sekaligus wisata budaya. Pengunjung dapat menikmati alamnya yang masih asri serta mengenal lebih jauh budaya Suku Baduy yang sangat tradisional.

Suku Baduy terbagi dua yaitu Baduy Luar dan Baduy Dalam. Secara penampilan, Suku Baduy Dalam memakai baju dan ikat kepala serba putih, sedangkan Baduy Luar mengenakan pakaian serba hitam dan ikat kepala berwarna biru.

Hingga saat ini masyarakat Baduy Dalam masih memegang kuat konsep pikukuh atau aturan adat yang isi terpentingnya mengenai keapaadaan secara mutlak dalam keseharian sehingga banyak pantangan yang masih sangat ketat diberlakukan. Hal ini berbeda dengan cara hidup masyarakat Baduy Luar yang secara garis besar sudah sedikit terkontaminasi budaya modern.

Dilihat dari jumlah penduduknya, masyarakat Baduy Luar atau Urang Penamping memiliki kelompok besar berjumlah ribuan orang yang menempati puluhan kampung di bagian utara Kanekes seperti daerah Kaduketuk, Cikaju, Gajeboh, Kadukolot, dan Cisagu.

Sementara, pada bagian selatan yang terletak di pedalaman hutan ditempati Baduy Dalam atau Urang Dangka hanya berpenduduk ratusan jiwa serta tersebar di tiga daerah yaitu Kampong Cibeo, Cikeusik, dan Cikartawana.

Mengenal Suku Baduy Dalam dan Baduy Luar dapat tercirikan dari perbedaan yang cukup kentara, terutama mengenai pantangan yang ditaati masyarakatnya. Dari penampilan, Baduy Luar menggunakan pakaian serba hitam atau biru dongker untuk menyatakan bahwa mereka tidak lagi suci.

Sementara masyarakat Baduy Dalam relatif menggunakan pakaian yang didominasi warna putih meski kadang ditambahkan ikat kepala hitam. Masyarakat Baduy Luar juga mengenal teknologi berupa alat elektronik walaupun sesuai pantangan adat yang berlaku mereka sama sekali tidak mempergunakannya dan bahkan menolak penggunaan listrik.

Hingga saat ini Suku Baduy tidak mempergunakan transportasi apapun dan hanya berjalan kaki untuk bepergian. Mereka juga memilih tidak menggunakan alas kaki, tidak bepergian lebih dari tujuh hari ke luar Baduy, membangun segala kebutuhan seperti rumah, jembatan dan sebagainya dengan bantuan alam, memanfaatkan alam dan untuk alam, serta memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan dengan menenun atau bercocok tanam.

Mengenal Suku Baduy bukan hanya sekadar memberi wawasan penting mengenai budaya murni yang masih hidup di Nusantara tapi juga mengajarkan makna kehidupan soal keselarasan hidup melalui nilai budaya yang diterapkan oleh masyarakatnya. (dbs/why)

Komentar