Kamis, 25 April 2024 | 02:17
NEWS

Disesalkan Sikap Pemerintah Revisi UU Pers

Disesalkan Sikap Pemerintah Revisi UU Pers
Organisasi profesi pers menyatakan sikap soal keinginan pemerintah merevisi UU Pers (Askara/Dhika Alam Noor)

ASKARA - Pemerintah telah mengirimkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja ke DPR RI.

Draf tersebut hasil dari konsep omnibus law untuk merampingkan dan merevisi sejumlah undang-undang.

Pemerintah menargetkan draft omnibus law RUU Cipta Kerja bisa dibahas dan disahkan oleh DPR dalam waktu 100 hari ke depan. Setidaknya ada 1.244 pasal dari 79 undang-undang yang sedang digodok dalam RUU.

Selain mengatur soal investasi, RUU juga memasukkan revisi sejumlah pasal dalam Undang Undang Nomor 40/1999 tentang Pers. Setidaknya pasal 11 dan pasal 18 yang akan diubah yaitu soal modal asing dan ketentuan pidana. 

Atas usulan revisi pasal UU Pers yang disodorkan pemerintah, organisasi pers yang terdiri dari AJI, IJTI, PWI dan LBH Pers menyatakan sikapnya. 

Ketua Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Abdul Manan menolak upaya pemerintah untuk campur tangan lagi dalam kehidupan pers. Niatan untuk campur tangan ini akan membuat peraturan pemerintah soal penanganan sanksi administratif. 

UU Pers yang menjadi payung hukum kebebasan pers saat ini dibentuk dengan semangat self regulatory dan tak ada campur tangan pemerintah di dalamnya. 

Usulan revisi agar ada peraturan pemerintah yang mengatur soal pengenaan sanksi administratif itu adalah bentuk kemunduran bagi kebebasan pers. 

"Kami mengkhawatirkan hal buruk di masa Orde Baru akan terulang, di mana pemerintah menggunakan dalih soal administratif untuk mengekang pers. Kami meminta revisi pasal ini dicabut," ujarnya di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa (18/2).

Mereka juga menolak dinaikkannya sanksi denda bagi perusahaan pers. Di mana, dalam usulannya, pemerintah mengajukan revisi soal sanksi denda bagi perusahaan pers yang melanggar ketentuan pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 serta pasal 13 menjadi paling banyak Rp 2 miliar, naik dari sebelumnya Rp 500 juta. 

Pasal 5 ayat 2 berisi ketentuan soal pers wajib melayani hak jawab. Pasal 5 ayat 1 mengatur tentang pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta azas praduga tak bersalah. 

Pasal 13 mengatur soal larangan pemuatan iklan yang antara lain merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat.

"Kami mempertanyakan urgensi menaikkan denda sampai lebih dari 400 persen dari Rp 500 juta menjadi Rp 2 miliar," jelas Abdul Manan. 

Secara prinsip AJI setuju ada sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh pers. Namun sanksi itu hendaknya dengan semangat untuk mengoreksi atau mendidik. 

"Dengan jumlah denda yang sebesar itu kami menilai semangatnya lebih bernuansa balas dendam," sesal Abdul Manan. 

"Adanya sanksi sebesar itu juga bisa dijadikan alat baru untuk mengintimidasi pers. Oleh karena itu, kami meminta usulan revisi pasal ini dicabut," imbuhnya. 

Komentar