Rabu, 15 Mei 2024 | 04:34
NEWS

Tidak Mudah Mengembalikan Ideologi Radikalisme

Tidak Mudah Mengembalikan Ideologi Radikalisme
Militan Negara Islam (AFP/Detik)

ASKARA - Yayasan Penyintas Indonesia (YPI) tidak memandang remeh isu memulangkan anggota Negara Islam (ISIS) yang berasal dari Indonesia. 

Yayasan yang menangani ratusan korban tragedi bom di Indonesia ini meminta pemerintah untuk bijak dan berhati-hati dalam memutuskan kepulangan mereka dari Suriah. 

Diketahui, saat ini di Kamp Al-Hol, terdapat mantan warga negara Indonesia yang pernah bergabung menjadi militan ISIS, tepatnya di Suriah Timur di bawah kekuasaan Kelompok Kurdi.

Kekalahan ISIS di Suriah pada Maret 2019 lalu membuat mereka akhirnya menyerahkan diri kepada Pasukan Demokratik Suriah (SDF). Mereka kini tidak lagi memiliki wilayah kekuasaan baik di Suriah maupun Irak. Sejumlah eks ISIS dari Indonesia di sana pun menginginkan pulang kembali ke Tanah Air.

Merespons hal tersebut, pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan keputusan atas keinginan mereka untuk pulang. Di mana, draf rencana yang saat ini dibentuk ditargetkan dirampung bulan Mei dan diputuskan Presiden Joko Widodo pada Juni mendatang. 

Ketua YPI Sucipto Hari Wibowo mengatakan, persoalan kepulangan orang Indonesia eks ISIS tersebut lebih kepada masalah hukum. Dan tentunya dalam hal ini berbagai aspek menitikberatkan pada kebijakan dari pemerintah Indonesia. 

Menurut Cipto, apapun keputusannya, pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan dengan tidak asal. Dalam artian, pemerintah harus menjamin bahwa kepulangan orang Indonesia mantan ISIS tidak merugikan rakyat yang selama ini setia kepada NKRI. Bahkan tidak sedikit yang menjadi korban dampak perlakuan negatif paham radikalisme mulai dari insiden Bom Bali I, Bom Bali II, Bom Kuningan, Bom Thamrin, hingga Bom Kampung Melayu.

"Kan kita kewarganegaraan Indonesia apapun yang dilakukan pemerintah Indonesia kita menerima. Tetapi kita berharap banyak kepada pemerintah agar bisa dihitung atau bisa atau tahapan-tahapan apapun yang dilalui sehingga semuanya suasana ini jangan terulang kembali adanya tindakan-tindakan radikalisme," jelasnya kepada Askara, Selasa (11/2). 

YPI sendiri mewadahi ratusan penyintas dari berbagai peristiwa yang berkaitan dengan unsur radikalisme. Cipto pun menegaskan agar pemerintah Indonesia untuk tidak memperbesar peluang kejadian tersebut. 

"Cukup kita saja yang jadi korban. Saya pikir jelas bahwasanya baik menerima atau pun menolak itu otoritas dari pemerintah tapi harapan para korban semuanya terutama dari YPI berharap yang terbaik, langkah yang diambil pemerintah dan hitung-hitungannya dengan semua tahapan-tahapannya," ujarnya. 

Bahkan saat ini YPI sendiri tengah berjuang untuk memulihkan para penyintas maupun mantan pelaku yang dinaunginya.

"Pemulihan ini sendiri kata tidaklah mudah dilakukan. Bahkan perlu bertahun-tahun untuk mengembalikan ideologi para mantan pelaku, termasuk mengembalikan kesehatan mental para penyintas," kata Cipto.

Menurut Cipto yang juga penyintas dari insiden pengeboman Kedubes Australia tahun 2004 atau Bom Kuningan, pemulihannya bahkan langsung dilakukan oleh Kedubes Australia. Bahkan, hingga selama satu dekade pun masa pemulihan belum cukup.

"Setelah saya canangkan ya satu dekade kita hilangkan masa lalu ya, kita semua ke depan. Nah itu berangkat, itu pun masih ada yang tidak mau. Bahkan sampai ada yang tidak mau ditelepon ataupun ada yang tidak mau lagi kegiatan pemulihan," paparnya. 

Ada juga mantan pelaku dari salah satu tragedi bom memutuskan untuk tidak mengikuti pemulihan, tahapan pemulihan ideologi maupun kesehatan mental. 

Cipto menambahkan, karena itu tidak mudah dilakukan sehingga pemerintah harus mendalami lebih dalam keputusan memulangan orang Indonesia mantan ISIS.

"Tidak mudah. Apalagi kita diterjang dengan dunia medsos, era milenial yang luar biasa, informasi apapun bisa masuk. Itu orang bisa timbul lagi (paham radikal) hanya melihat WhatsApp loh, itu luar biasa, itu yang saya bilang. Pemerintah harus berhitung secara detil dan sistematis, harus jelas hitungan mereka," jelasnya.

Komentar