Tekad Membawa Berkah Hidup

ASKARA - Niatus Sholihah, gadis asal Bondowoso, sejak kecil ditinggalkan orangtua dan dibesarkan oleh kakek-nenek dari pihak ibu. Meski hidup dalam keterbatasan, ia tak tumbang oleh nasib. Justru kepahitan hidup ia jadikan bara semangat. Dari dusun terpencil, ia meretas jalan hingga meraih beasiswa kuliah, menjadi konten kreator, dan mampu membalas cinta kasih kakek-neneknya dengan membenahi rumah mereka.
Tak setiap luka dari masa lalu akan membusuk. Ada luka yang berubah jadi pelita. Kisah Niatus Sholihah adalah salah satunya. Ia tak pernah meminta dilahirkan untuk kemudian ditinggalkan. Tapi dunia tak memberinya pilihan.
Orangtua kandungnya memilih meninggalkan. Ia hanya tahu rumahnya adalah pelukan nenek yang bau minyak kayu putih, dan suara kakek yang saban pagi memanggil ayam-ayam kampung dengan suara serak.
Rumah tempatnya tumbuh hanya berdinding bambu dan beratap genteng tua yang rembes kala hujan deras turun. Tapi dari sana, ia mengintip dunia, belajar tentang tekad dan sabar, belajar bahwa kemiskinan bukan alasan untuk bermalas diri.
Bahkan sejak kecil, ia sudah tahu bahwa dunia bisa sangat tidak adil. Ia sering jadi bahan cemoohan karena tak punya ayah-ibu yang menjemput saat pulang sekolah.
Ia jadi bulan-bulanan teman karena seragamnya lebih lusuh. Tapi semua ejekan itu ia telan seperti obat pahit yang menyehatkan. Diam-diam ia simpan semuanya jadi bara tekad.
Allah ﷻ berfirman:
﴿ إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ﴾
"Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." (QS. Al-Insyirah: 6)
Ayat ini ia hafalkan, bukan sekadar sebagai bacaan, tapi sebagai kekuatan untuk terus berjalan. Ia percaya, jika ia sabar, Allah pasti bukakan jalan. Maka ketika kesempatan datang berupa beasiswa kuliah di Universitas PGRI Semarang, ia tak menyia-nyiakan.
Jurusan yang ia pilih bukan jurusan prestisius di mata orang kaya, tapi di matanya, mendidik anak usia dini adalah mendidik pondasi peradaban. Ia tak ingin anak-anak lain merasakan luka yang sama seperti yang ia alami.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
«مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ»
"Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan memberinya ujian." (HR. Al-Bukhari no. 5645)
Ujian demi ujian hidup ia jalani. Di tengah kuliah, ia mencari penghasilan dengan menjadi pembuat konten motivasi dan edukasi anak. Modalnya hanya ponsel tua dan kuota internet yang dibagi dengan kebutuhan kuliah daring.
Tapi ia konsisten. Satu video, dua video, hingga puluhan video ia unggah. Pelan-pelan, algoritma mulai menyapanya. Pengikutnya bertambah. Beberapa brand kecil mulai melirik. Ia mulai dibayar. Tapi ia tetap ingat tujuan awalnya bukan untuk kaya, tapi untuk berdaya.
Gaji pertama ia gunakan untuk membelikan sandal baru bagi kakeknya. Lalu membeli daster baru untuk nenek. Ia tak mengubah gaya hidup, tapi memperbaiki kualitas hidup mereka.
Ketika penghasilannya meningkat, ia merenovasi rumah bambu yang dulu bocor setiap hujan. Ia belikan genteng baru, ubin keramik, kursi tamu sederhana, dan lemari pakaian. Bahkan ia bisa melunasi utang keluarga kecil-kecilan di warung tetangga.
Niatus tak pernah membalas orangtua kandungnya dengan dendam. Ia hanya membalas cinta kakek-neneknya dengan bakti. Dalam doanya, ia selalu sisipkan harapan agar Allah melunakkan hati kedua orangtuanya dan mengampuni dosa mereka.
Rasulullah ﷺ bersabda:
«خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ»
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia." (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir)
Niatus paham benar makna hadis itu. Maka ia bukan hanya membantu keluarganya, tapi mulai menyisihkan hasil usahanya untuk mendukung anak-anak lain yang ingin sekolah.
Ia membeli buku, seragam bekas yang masih layak, dan membagikannya secara diam-diam. Ia tak ingin riya, karena ia tahu bahwa ketulusan tak butuh tepuk tangan.
Di media sosial, ia sering ditanya apa rahasianya bisa kuat dan sabar. Ia hanya menjawab satu hal: “Karena Allah tak pernah tidur.”
Baginya, segala luka hidup hanya akan jadi debu jika kita pasrahkan kepada Yang Maha Kuasa. Ia juga yakin bahwa doa nenek adalah tameng hidupnya, dan kerja keras adalah sayap menuju harapan.
Allah ﷻ berfirman:
﴿ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَٰنَكُم ۚ ﴾
"Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian." (QS. Al-Baqarah: 143)
Kini, saat rumah kecil itu tak lagi bocor dan dindingnya tak lagi berlubang, Niatus tetap menjadi gadis yang sederhana. Ia masih menyapu halaman setiap pagi, menjemur pakaian nenek, dan menyuapi kakek kala ia sakit. Baginya, sukses bukan soal terkenal, tapi tentang bisa menyejukkan orang yang dulu menghangatkannya.
Kisah Niatus Sholihah adalah pelajaran nyata bahwa takdir yang pahit bisa diramu jadi manis jika diolah dengan sabar dan syukur.
Ia adalah bukti bahwa masa lalu yang kelam bukan akhir dari segalanya. Justru bisa menjadi awal cahaya yang menyinari bukan hanya dirinya, tapi juga orang lain. (Dwi Taufan Hidayat)
Komentar