Kamis, 17 Juli 2025 | 01:53
NEWS

Koalisi Sipil Kritik Rencana Rekrutmen 24.000 Tamtama untuk Batalyon Teritorial TNI

Koalisi Sipil Kritik Rencana Rekrutmen 24.000 Tamtama untuk Batalyon Teritorial TNI
Ilustrasi TNI (Dok Freepik)

ASKARA – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyampaikan kritik keras terhadap rencana TNI Angkatan Darat merekrut 24.000 tamtama guna membentuk Batalyon Teritorial Pembangunan. Rencana ini disampaikan oleh Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen Wahyu Yudhayana, pada 4 Juni 2025, yang menyebutkan bahwa rekrutan tersebut bukan untuk keperluan tempur, melainkan untuk mendukung program ketahanan pangan hingga pelayanan kesehatan.

Menurut Koalisi, langkah ini menyimpang dari mandat konstitusional dan Undang-Undang TNI yang secara tegas menetapkan TNI sebagai alat pertahanan negara, bukan sebagai pelaksana tugas-tugas sipil seperti pertanian, peternakan, atau kesehatan masyarakat.

“TNI direkrut, dididik, dan dilatih untuk berperang, bukan untuk mengurus sektor sipil. Kebijakan ini mencederai prinsip reformasi TNI dan memperlemah profesionalisme militer,” tegas Koalisi dalam siaran pers yang dirilis Selasa (10/6/2025).

Koalisi juga menilai bahwa pelibatan TNI dalam urusan-urusan non-pertahanan berpotensi mengaburkan batas tegas antara sipil dan militer. Hal ini dinilai sebagai kemunduran dalam agenda reformasi sektor keamanan yang sejak awal reformasi bertujuan membangun militer profesional, akuntabel, dan tunduk pada prinsip demokrasi sipil.

Ancaman Terhadap Profesionalisme dan Fokus Pertahanan

Di tengah kompleksitas ancaman perang modern, Koalisi berpendapat bahwa TNI justru seharusnya fokus memperkuat kemampuan tempur dan penguasaan teknologi militer. Keterlibatan dalam tugas-tugas non-pertahanan dianggap mengaburkan prioritas dan dapat berdampak buruk terhadap kesiapsiagaan militer.

“Menjadikan tentara sebagai pelayan sektor sipil seperti petugas kesehatan dan pertanian adalah bentuk pembelokan fungsi militer. Ini bukan hanya membingungkan, tapi juga berbahaya bagi ketahanan nasional dalam jangka panjang,” kata mereka.

Desakan Evaluasi dari Presiden dan DPR

Koalisi yang terdiri dari berbagai lembaga HAM, advokasi hukum, lingkungan, serta organisasi mahasiswa ini mendesak Presiden dan DPR untuk segera melakukan pengawasan dan evaluasi atas kebijakan perekrutan besar-besaran tersebut.

“Kami menyerukan penghentian rencana yang bertentangan dengan konstitusi ini dan menuntut komitmen Presiden serta DPR dalam menjaga reformasi TNI agar tetap berada di jalur profesionalisme dan supremasi sipil,” tulis pernyataan tersebut.

Pernyataan koalisi ini terdiri dari: Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, HRWG, WALHI, SETARA Institute, Centra Initiative, LBH Jakarta, LBH Pers, LBH Masyarakat, LBH Surabaya Pos Malang, ALDP, Public Virtue, ICJR, AJI Jakarta, PPMAN, BEM SI, dan De Jure.

Komentar