Pertolongan Allah itu Seringkali di Ujung Harapan dan di Persimpangan Terakhir

ASKARA - Kadang kita merasa, segalanya sudah buntu. Jalan keluar seperti terkunci, dan doa-doa terasa menggantung di langit. Lalu muncul tanya dalam hati, “Mengapa Allah belum menolongku?”
Namun justru di situlah rahasia kasih sayang Allah bekerja dengan caranya yang paling halus dan paling sempurna. Pertolongan Allah, seringkali datang di ujung keputusasaan, di persimpangan terakhir, ketika semua daya telah dilepaskan, dan hanya tawakal yang tersisa.
Lihatlah bagaimana Allah menolong Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Seorang nabi yang kokoh tauhidnya, dicampakkan ke dalam kobaran api yang menyala-nyala. Tidak ada air, tidak ada pelindung, dan tidak ada manusia pun yang mampu menyelamatkannya. Namun di saat itu, justru pertolongan Allah turun, lembut dan menenangkan.
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ
“Kami berfirman: ‘Hai api, jadilah kamu dingin dan penyelamat bagi Ibrahim!”
(QS. Al-Anbiya’: 69)
Api yang biasa membakar, berubah menjadi kesejukan dan keselamatan. Bukan karena logika manusia, tetapi karena kuasa Rabb semesta alam.
Demikian pula yang terjadi pada Nabi Musa ‘alaihis salam. Dikejar Fir’aun dan pasukannya, tak ada tempat lari. Di depan lautan, di belakang kematian. Tapi justru pada detik-detik itu, pertolongan Allah datang—laut yang tak pernah pecah, kini terbelah oleh tongkat wahyu.
وَإِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ ٱلْبَحْرَ فَأَنجَيْنَـٰكُمْ وَأَغْرَقْنَآ ءَالَ فِرْعَوْنَ وَأَنتُمْ تَنظُرُونَ
“Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Fir’aun) dan pengikut-pengikutnya, sedangkan kamu sendiri menyaksikan.”
(QS. Al-Baqarah: 50)
Bayangkan, laut yang diam kini berubah menjadi jalan. Tapi jalannya bukan muncul saat Musa duduk berpangku tangan, melainkan setelah Musa berjalan dalam iman, meski di depan mata tampak mustahil.
Begitu pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam misi hijrah, ketika beliau dan Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur. Musuh sudah di mulut gua, bila mereka melihat ke bawah, tamatlah segalanya. Namun Allah jaga dengan cara yang tak terduga: jaring laba-laba dan sarang burung menjadi penjaga dua manusia pilihan.
وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ ۚ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ ٱللَّهُ ۖ وَٱللَّهُ خَيْرُ ٱلْمَـٰكِرِينَ
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu untuk menangkap, membunuh, atau mengusirmu. Mereka membuat makar, dan Allah menggagalkan makar itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas makar.”
(QS. Al-Anfal: 30)
Pertolongan Allah tidak pernah datang terlambat. Hanya saja, seringkali ia menunggu hati kita pasrah total, kosong dari kebergantungan pada makhluk, dan hanya penuh pada Allah semata.
Dari kisah para nabi itu, kita diajari satu pelajaran berharga: jangan menyerah saat sudah sangat dekat dengan pertolongan. Kadang, Allah menguji hingga titik paling rapuh dalam diri kita, agar yang tersisa hanyalah tawakal yang murni.
Dan sabar—ya, sabar itu kuncinya. Tapi sabar bukan duduk diam tanpa usaha. Sabar adalah tetap berjalan dalam keimanan meski semua terasa berat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ، وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Ketahuilah, bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, dan kelapangan itu bersama kesempitan, serta sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”
(HR. Ahmad no. 2803)
Ketika kita berkata, “Aku sudah tidak kuat,” di sanalah Allah berkata, “Tenang, Aku bersamamu.”
Maka jangan hentikan doa. Jangan berhenti bertawakal. Jangan biarkan rasa putus asa menutup mata hati. Sebab, bisa jadi pertolongan Allah tinggal sejengkal lagi.
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًۭا • وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”
(QS. At-Talaq: 2–3)
Yakinlah, Allah tidak akan mengecewakan hati yang menggantungkan harapannya hanya pada-Nya. (Dwi Taufan Hidayat)
Komentar