Selasa, 13 Mei 2025 | 17:54
OPINI

Mengenal Pendidikan Dasar di China

Gemblengan Disiplin Sejak Dini Membentuk Mental Baja

Gemblengan Disiplin Sejak Dini Membentuk Mental Baja
Penulia dan pelajar di China (Dok Askara)

Oleh: Dr. Elinda Rizkasari, S.Pd., M.Pd
Dosen Prodi PGSD Unisri Surakarta

ASKARA – Pendidikan pada usia sekolah dasar merupakan fondasi penting dalam membentuk karakter dan kepribadian anak di masa depan. Ibarat tanah liat yang masih lunak, usia sekolah dasar adalah masa di mana anak-anak sangat mudah dibentuk. Sebaliknya, ketika telah dewasa, karakter anak akan sulit diubah—seperti tanah liat yang sudah mengeras.

Di Indonesia, pendidikan dasar masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari akses pendidikan yang terbatas, luasnya wilayah geografis, kualitas guru yang belum merata, kurikulum yang kurang relevan, hingga kesenjangan pendidikan antar daerah. Belum lagi masalah fasilitas pendidikan yang minim, kendala finansial siswa, ketidaksetaraan gender, kurangnya peran serta orang tua, serta angka putus sekolah yang masih tinggi. Problematika ini seakan menjadi masalah klasik yang terus berulang di negeri ini.

Menurut data terbaru dari Worldtop20.org, peringkat pendidikan Indonesia pada tahun 2023 berada di urutan ke-67 dari 203 negara, di bawah Albania (66) dan di atas Serbia (68). Sementara itu, China menduduki peringkat pertama secara global. Situs ini secara rutin mempublikasikan peringkat sistem pendidikan berdasarkan data dari enam organisasi dunia dan menyoroti negara-negara dengan sistem pendidikan terbaik.

China, sebagai salah satu negara Asia yang paling maju dalam bidang pendidikan, memiliki sistem yang sangat disiplin dan efisien. Kemajuan pendidikan di China mencerminkan sistem yang terorganisasi, inovatif, dan siap menghadapi tantangan global. Budaya disiplin di negeri tirai bambu ini mencakup banyak aspek, seperti kedisiplinan waktu, etos kerja, hingga efisiensi dalam segala hal.

Beberapa indikator yang menjadi kekuatan pendidikan di China antara lain:

Disiplin kerja yang tinggi: Komitmen, kerja keras, fokus pada hasil, menghargai waktu, dan menjunjung reputasi.

Disiplin dalam kehidupan sosial: Rasa hormat, kepatuhan, kegigihan, kerja sama, keamanan, dan ketertiban.

Etos kerja yang diinspirasi oleh ajaran Konfusianisme.

Contoh konkret: Penerapan sistem kerja 996 (jam 9 pagi hingga 9 malam, 6 hari seminggu), serta budaya tertib di jalan.


Tak heran jika di sekolah-sekolah China, murid yang terlambat bahkan satu menit pun akan mendapat teguran keras atau diusir dari kelas. Budaya tepat waktu sudah menjadi bagian dari sistem mereka. Hal ini sangat kontras dengan kebiasaan di Indonesia, di mana undangan jam 9 pagi bisa molor hingga dimulai jam 10. Fenomena ini seharusnya menjadi bahan refleksi bagi kita semua.

Selain itu, sejak kecil, anak-anak di China sudah dibiasakan menghadapi tekanan dan tanggung jawab tinggi, yang membuat mental mereka tangguh saat dewasa. Tidak mengherankan jika banyak pimpinan atau tenaga kerja asal China yang datang ke Indonesia dikenal dengan kedisiplinan tinggi, ketegasan, serta ketekunan mereka dalam mengejar target tanpa kompromi.

Kita, sebagai bangsa Indonesia, perlu melakukan introspeksi. Banyaknya tenaga kerja asal China yang masuk ke Indonesia menjadi isyarat bahwa etos kerja dan semangat belajar perlu terus ditingkatkan. Jangan sampai karena enggan mengembangkan diri, kita justru tergeser di tanah air sendiri.


 

 

Komentar