Kejagung Kembalikan Berkas Pagar Laut: Indikasi Korupsi Diabaikan, Petunjuk Jaksa Tak Direspons Bareskrim

ASKARA - Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk kedua kalinya mengembalikan berkas perkara kasus pagar laut di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, kepada Bareskrim Polri. Alasan pengembalian dilakukan karena penyidik Bareskrim Polri tidak mengindahkan petunjuk kelengkapan berkas yang telah diinstruksikan oleh Kejagung.
Pengembalian berkas ini mencerminkan belum adanya kesepakatan tentang klasifikasi kasus ini sebagai tindak pidana korupsi (tipikor). Penyidik Bareskrim dinilai belum menindaklanjuti petunjuk yang diberikan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum), terutama terkait penerapan pasal-pasal tindak pidana korupsi (Tipikor).
Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU), kasus pagar laut Tangerang seharusnya disidik berdasarkan Undang-Undang Tipikor, karena indikasi korupsi dalam perkara ini dinilai sangat kuat.
"Penuntut umum menilai bahwa seharusnya perkara ini disidik dengan Undang-Undang Tipikor. Ini petunjuknya diserahkan ke penyidik," ujar Kapuspenkum Kejagung, Dr. Harli Siregar SH, M.Hum, pada Rabu (16/4).
Harli menekankan bahwa petunjuk yang telah diberikan oleh Kejagung harus dipenuhi untuk memastikan kelengkapan berkas perkara. Ia menjelaskan bahwa penuntut umum memiliki tanggung jawab penuh atas pembuktian yang harus didasari pada norma dan hukum.
Harli Siregar, menyatakan bahwa berkas perkara yang diterima pada 10 April 2025 tidak menunjukkan perubahan signifikan dari berkas sebelumnya.
“Setelah berkas diterima oleh penuntut umum, dibaca, diteliti, dan dipelajari, penuntut umum menilai bahwa perkara ini seharusnya disidik dengan Undang-Undang Tipikor. Petunjuk ini sudah diserahkan kepada penyidik,” tegasnya.
Kejagung menegaskan bahwa berkas perkara yang diterima pada Kamis (10/4) belum menunjukkan adanya pembenahan yang mengarahkan kasus ini ke tindak pidana korupsi.
“Penyidik malah mengembalikan lagi berkasnya. Padahal berkas yang dikembalikan kepada penyidik itu sudah diberi petunjuk untuk dilengkapi,” tambah Harli.
Langkah itu diambil setelah penyidik Bareskrim Polri dinilai penyidikan belum memenuhi petunjuk penting yang diberikan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum), termasuk tidak mengusut aspek korupsi dalam kasus ini.
Kejagung berharap penyidikan perkara ini dapat segera diarahkan pada pasal-pasal yang sesuai dengan Undang-Undang Tipikor, tidak hanya berfokus pada kerugian keuangan negara. Penuntut umum memberikan catatan tambahan pada Senin, 14 April 2025, terkait indikasi yang lebih besar dalam kasus ini.
“Perkara ini tidak bisa hanya berhenti pada kerugian keuangan negara. Apalagi tim telah menunjukkan bahwa indikasi korupsi itu ada,” tandas Harli.
Petunjuk Jaksa yang Diabaikan
Dalam penyidikan yang dilakukan oleh Bareskrim Polri, empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni:
1. Arsin bin Asip (Kepala Desa Kohod).
2. Ujang Karta (Sekretaris Desa Kohod).
3. SP dan CE (penerima kuasa).
Namun, Kejagung menilai bahwa berkas tersebut masih semata-mata menitikberatkan pada pemalsuan dokumen, tanpa menggali lebih jauh unsur dugaan korupsi yang justru sangat kentara.
Koordinator Tim Peneliti Jaksa P16 Jampidum, Sunarwan, menegaskan bahwa berkas yang dikembalikan tersebut tidak menunjukkan adanya perubahan signifikan dari versi sebelumnya. "Berkas perkara yang kita terima tidak ada perubahan dari berkas awal. Tidak ada satu pun petunjuk yang dipenuhi. Bahkan keterangan ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak disertakan dalam penyidikan," ungkapnya.
Dengan adanya indikasi kuat dugaan korupsi, Kejaksaan Agung menegaskan perlunya penyidikan yang lebih mendalam, terutama untuk memastikan bahwa kasus ini ditangani secara menyeluruh dan transparan.
Sunarwan mengatakan bahwa kasus pagar laut Tangerang mengarah ke lex specialis. Arti lex specialis sendiri mengarah pada hukum yang bersifat khusus.
“Jadi penyidikan yang dilakukan terkait pidana umum, tapi di situ ada unsur tipikornya maka lex specialisnya tipikor yang harus diutamakan,” pungkasnya.
Kasus ini bermula dari dugaan pemalsuan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di atas lahan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang melibatkan 16 desa di Kabupaten Tangerang. Empat tersangka telah ditetapkan, termasuk Kepala Desa Kohod, Arsin bin Asip, dan Sekretaris Desa Kohod, Ujang Karta.
Kasus ini menyita perhatian publik karena luasnya cakupan proyek pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 km dan melibatkan 16 desa. Dalam penyidikan sementara oleh Bareskrim, empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Kepala Desa Kohod Arsin bin Asip, Sekretaris Desa Ujang Karta, serta dua penerima kuasa berinisial SP dan CE.
Komentar