Hapuskan Seleksi Jalur Zonasi PPDB Siswa Baru di Sekolah Negeri
Kembalikan ke Sistem Seleksi Nilai Akhir

Oleh: Dr. Elinda Rizkasari, S.Pd., M.Pd *
ASKARA – Sejak diberlakukannya seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui jalur zonasi di sekolah negeri, mulai dari jenjang SD, SMP, hingga SMA, banyak orang tua melakukan berbagai cara agar anaknya dapat diterima di sekolah negeri favorit. Bahkan, tak jarang mereka melakukan manipulasi data agar bisa masuk melalui jalur zonasi di sekolah tujuan.
Salah satu cara yang kerap dilakukan adalah mencari "orang dalam" atau merekayasa tempat tinggal anak dengan mengubah alamat pada Kartu Keluarga (KK). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 2024, ditemukan bahwa banyak orang tua memindahkan KK anaknya sementara ke alamat saudara atau tetangga yang dekat dengan sekolah tujuan demi memenuhi syarat zonasi.
Meskipun pada tahun 2024 terdapat perubahan kebijakan, seperti penyesuaian jarak maksimal zonasi untuk jenjang SMA/SMK menjadi 9–10 km serta kuota penerimaan jalur zonasi sebesar 50% dari daya tampung sekolah, namun kebijakan ini masih belum mampu mengatasi permasalahan tersebut.
Dampak dari sistem zonasi ini sangat terasa. Sekolah negeri yang dahulu dikenal sebagai sekolah favorit kini mengalami penurunan reputasi. Jika dulu sekolah favorit dipenuhi oleh siswa-siswa berprestasi dengan nilai akademik tinggi, kini penerimaan siswa lebih banyak ditentukan berdasarkan faktor geografis, bukan prestasi.
Dampak Negatif Sistem Zonasi
Salah satu kelemahan utama sistem zonasi adalah hilangnya motivasi siswa untuk meraih nilai tinggi. Jika sebelumnya siswa berusaha mendapatkan nilai terbaik agar bisa diterima di sekolah favorit, kini mereka lebih fokus mencari cara agar alamatnya sesuai dengan ketentuan zonasi.
Meskipun ada jalur lain dalam PPDB, namun kuotanya tidak signifikan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Data penelitian menunjukkan bahwa sebelum sistem zonasi diberlakukan, siswa berlomba-lomba meraih nilai Ujian Nasional yang tinggi agar bisa masuk ke sekolah terbaik. Namun sekarang, siswa yang tinggal dekat dengan sekolah favorit merasa lebih tenang dan kurang termotivasi untuk belajar lebih giat.
Kelemahan lain dari sistem zonasi antara lain:
1. Meningkatnya manipulasi data terkait perpindahan KK.
2. Membatasi pilihan sekolah bagi siswa, sehingga mereka tidak bisa memilih sekolah sesuai minat dan bakatnya.
3. Mengurangi semangat belajar siswa, karena masuk ke sekolah favorit lebih bergantung pada lokasi tempat tinggal, bukan prestasi akademik.
4. Membatasi ruang lingkup pergaulan siswa, karena mereka cenderung bersekolah di lingkungan yang sama dengan tempat tinggalnya.
5. Membatasi kesempatan siswa berprestasi untuk mendapatkan fasilitas dan lingkungan belajar yang lebih kompetitif di sekolah favorit.
Solusi: Kembali ke Sistem Seleksi Berdasarkan Nilai Akhir
Untuk mengatasi permasalahan ini, solusi yang dapat diambil adalah mengembalikan sistem seleksi siswa baru di sekolah negeri berdasarkan nilai akhir. Dengan sistem ini, siswa akan lebih termotivasi untuk belajar dan berkompetisi secara sehat demi meraih nilai terbaik.
Jika siswa tidak memiliki target akademik yang jelas, maka mereka cenderung kehilangan arah dalam proses pendidikan. Hal ini berisiko menjadikan sekolah hanya sebagai formalitas, di mana siswa merasa tidak perlu berusaha keras karena faktor geografis sudah cukup untuk memastikan mereka diterima di sekolah favorit.
Evaluasi terhadap sistem PPDB ini perlu segera dilakukan oleh Kementerian Pendidikan agar proses seleksi siswa baru lebih adil dan berbasis prestasi. Jangan sampai kebijakan yang kurang tepat justru menyebabkan degradasi kualitas pendidikan dan semangat belajar generasi muda.
Penulis:
* Dosen Prodi PGSD, Unisri Surakarta
Komentar