FPPK Pulau Sumbawa Desak Komisi Yudisial Periksa Majelis Hakim PN Sumbawa
ASKARA - Dewan Pengurus Pusat (DPP) Lembaga Front Pemuda Peduli Keadilan (FPPK) Pulau Sumbawa melakukan aksi demontrasi di depan kantor Pengadilan Negeri Sumbawa, Rabu (6/11) pagi atas kekecewaan terhadap adanya dugaan persengkongkolan jahat jual beli hukum oknum majelis hakim terhadap perkara perdata Nomor 3/Pdt.G/2024/PN.Sbw tanggal 10 Oktober 2024 tentang sengketa tanah dan Perkara Nomor 27/Pdt G.S/2024/PN.Sbw tanggal 9 Oktober 2024 tentang hutang piutang.
Dimana kedua perkara tersebut yang diketuai oleh Majelis Hakim Jhon Michel Louwol,S.H, diduga telah menerima suap, dan oknum majelis hakim tersebut diduga telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim, karena kedua perkara tersebut tidak dicermati dan dianalisa sebelum diputuskan, tiba-tiba mengabulkan gugatan dan membatalkan seluruhnya.
Perkara perdata Nomor 3/Pdt.G/2024/PN.Sbw tentang sengketaan tanah, seharusnya hakim mencermati dari bukti - bukti yang diajukan oleh penggugat maupun tergugat dan turut tergugat, dimana Buku tanah No.507 tersebut dan Buku tanah No 511 atas nama SANGKA SUCI sangat bertentangan dengan batas -batas berdasarkan fakta lapangan, dan dapat saya jelaskan bahwa 507 batas - batasnya sebelah UTARA berbatasan dengan LAUT, dan jika sebelah UTARA berbatasan dengan LAUT, maka minta kepada ALI BINDAHLAN (ALI BD) untuk membuat laut dengan membawa alat berat eksapator sebanyak- banyaknya dan kami lembaga FPPK Pulau Sumbawa Membatunya untuk buat laut disebelah Utaranya.
Sementara fakta lapangan menyatakan bahwa sebelah Barat adalah Laut, dan sesuai dengan Berita acara hasil rekonstruksi pengembalian batas oleh ATR/BPN Sumbawa bahwa SHM No.1180 atas nama SRI MARJUNI GAETA dan SHM No. 1181 atas nama SYAIFUDDIN.ST menyatakan sebelah barat adalah LAUT. Selanjutnya diduga Majelis Hakim telah menerima SUAP.
Kemudian Perkara Nomor 27/Pdt.G.S/2024)PN.Sbw, tentang hutang piutang, dimana penggugat dan tergugat telah membuat kesepakatan, bahwa tergugat meminjam uang kepada penggugat senilai Rp.315.000.000# dengan waktu jatu tempo yang telah disepakati secara bersama, tetapi tergugat tidak ada etikat baik untuk membayar atau mengembalikan uang yang dipinjamkan kepada penggugat senilai Rp 315.000.000#, sehingga penggugat mengajukan gugatan perkara perdana sederhana kepada pengadilan negeri sumbawa, justeru yang pertama gugatan penggugat diterima dan dikabulkan seluruhnya dalam putusan majelis hakim pengadilan negeri sumbawa, tiba-tiba tergugat kembali mengajukan memori keberatan, mala diputuskan oleh majelis hakim pengadilan negeri Sumbawa diterima memori keberatan dan dibatalkan seluruhnya putusan sebelumnya.
Masih menurut Hatab, jadi Majelis Hakim seperti ini sangat tidak dibenarkan atas kinerjanya, dan besar dugaan majelis hakim telah menerima suap, dan paling anehnya putusan perkara nomor 27/Pdt.G.S/2024/PN.Sbw dikabulkan oleh majelis hakim pengadilan negeri Sumbawa dan diajukan memori keberatan oleh pemohon keberatan/tergugat dikabulkan dan dibatalkan seluruhnya putusan sebelumnya oleh majelis hakim pengadilan negeri Sumbawa. Artinya, yang memutuskan gugatan awal oleh hakim tunggal pengadilan negeri Sumbawa, dan yang membatalkan putusan oleh adalah majelis hakim pengadilan negeri Sumbawa.
"Untuk itu kami dari Lembaga Front Pemuda Peduli Keadilan (FPPK) Pulau Sumbawa mendesak Komisi Yudisial Republik Indonesia untuk tangkap, periksa dan adili majelis hakim tersebut berdasarkan laporan yang sudah kami ajukan kepada kantor Komisi Yudisial Republik Indonesia. Dan copot/pecat majelis hakim tersebut karena para pencari keadilan sangat sulit mendapatkan keadilan berdasarkan fakta dan haknya, dimana oknum majelis hakim telah mengobralkan keadilan dengan cara praktek jual beli hukum," ungkap Hatab ketua Umum FPPK Pulau Sumbawa.
Komentar