Agar Tidak Terjadi 'Moral Hazard', Prof Rokhmin Dahuri: Saya di Komisi IV DPR RI Akan Awasi Pemutihan Utang Petani, Nelayan dan UMKM

ASKARA - Anggota Komisi IV DPR RI Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MSi menilai positif rencana Presiden Prabowo Subianto yang akan menghapus utang 6 juta petani, nelayan dan UMKM. Apalgi selama ini apa fakta di lapangan tidak mudah bagi para petani, nelayan dan UMKM untuk mendapatkan akses kredit atau KUR.
"Diharapkan langkah ini bisa mendorong usaha dan produktivitas petani, nelayan dan UMKM guna mendukung target swasembada pangan, sehingga bisa mewujudkan pembangunan dan ekonomi RI," ujar Prof. Rokhmin Dahuri dalam Squawk Box, CNBC Indonesia, Senin, (04/11).
Namun demikian, tegasnya, rencana pemutihan utang ini harus dilaksanakan dan diawasi dengan baik agar tidak terjadi 'moral hazard' dan tepat sasaran.
Prof Rokhmin Dahuri juga menyambut baik niat Presiden Prabowo untuk menjadikan swasembada pangan sebagai 4 prioritas dari program ekonominya, yaitu swasembada pangan, swasembada energi, mengentaskan kemiskinan dan industri .
Hal ini penting karena pangan adalah hal azasi manusia yang sangat menentukan kesehatan, kecerdasan, dan kualitas SDM suatu bangsa. Maka ada pribahasa you are what to eat. Kualitas manusia salah satu faktor determinan nya adalah pangan.
Maka sangat tepat yang disampaikan Bung Karno sewaktu tahun 1952 saat meletakkan batu pertama pembangunan Fakultas Pertanian IPB Bogor mengatakan bahwa pangan adalah hidup matinya sebuah bangsa.
"Dan ternyata terbukti oleh penelitian FAO tahun 2000 bahwa bangsa dengan penduduk lebih dari 100 juta kalau pangannya bergantung pada impor hampir tidak mungkin bisa maju dan makmur," ujarnya.
Oleh karena itu, Prof Rokhmin Dahuri yang juga sebagai guru besar IPB university sangat menyambut baik program Presiden Prabowo untuk mewujudkan swasembada pangan 5 tahun kedepan. Kemudian, salah satu program yang sudah lama dinantikan yaitu pemutihan tunggakan kredit nelayan dan petani.
Dan itu sangat beralasan karena sebagian besar petani dan nelayan menunggak hutang bukan karena mereka malas, karena faktor yaitu dihantam covid, kondisi ekonomi yang cooling down. Hal itu beralasan pemerintah baru ini membela rakyatnya khususnya petani dan nelayan.
Namun, Guru Besar IPB University tersebut mengingatkan, jangan sampai menimbulkan apa yang kita namakan moral Hazard. Pertama, ada pihak yang non petani dan nelayan. Misalnya keluarganya Kepala desa, Kepala Dinas atau keluarga Pejabat itu cari-cari bantuan dengan memanfaatkan itu.
Kedua, kita memastikan bantuan berupa pemutihan kredit untuk petani dan nelayan jangan sampai membuat petani kita itu menjadi malas. Sementara kemampuan berjiwa bisnis lalu berharap hutang itu dihapuskan itu jangan sampai terjadi seperti itu.
Beliau berharap, mudah-mudahan bantuan ini justru akan menciptakan masyarakat petani dan nelayan yang produktif dan tangan diatas itu karena kalau masyarakat yaitu semua sifatnya tangan dibawah kita nggak mungkin maju. "Saya sebagai Anggota komisi IV DPR RI akan memastikan, mendampingi pemerintah bahwa pemutihan harus benar-benar selektif dan ketat. Pasti kami akan mengawasi dengan profesional," tegas Ketua DPP PDI Perjuangan itu.
Lalu, Prof Rokhmin Dahuri mengungkapkan data BPS dan Bank Indonesia bahwa jumlah petani, nelayan dan UMKM yang menunggak kredit sekitar 6 juta rumah tangga. Kemudian itu jumlah total utang atau sekitar 8,3 triliun, sedangkan petani dan nelayan tuanya berutang seputar rata-rata 1,25 juta rupiah.
Supaya ini benar-benar tepat sasaran dan tadi tidak menciptakan bumerang atau moral hazard para petani dan nelayan kita menjadi malas ke depannya, maka yang perlu disusun oleh Kementerian terkait terutama Kementerian Kelautan perikanan panjang pertanian dan Kementerian Koperasi dan UMKM harus menyusun kriteria.
"Mana nelayan dan petani yang sungguh-sungguh tepat atau berhak untuk mendapatkan pemutihan kredit ini." Pungkasnya.
Lalu, kedua benar-benar di dalam implementasi berdasarkan kriteria kita akan seleksi petani, nelayan dan UMKM yang layak untuk mendapatkan pemutihan kredit ini.
"Dan kita akan kawal, bukan hanya dari sisi nasional tapi juga lembaga inti, kemudian kabupaten kota bahkan kepala desa. Gubernur harus sinergi dengan kepala dinas perikanan serta koperasi harus mengawasi bawa apa namanya pemutihan kredit benar-benar tepat sasaran," ucapnya.
Menariknya, terkait dengan evaluasi pemberian kredit usaha rakyat petani, nelayan dan UMKM selalu kita tuh ada penghianatan pada saat implementasi. KUR (Koperasi Usaha Rakyat) itu bagus supaya rakyat kecil kita, seperti nelayan petani maupun buruh tidak diwajibkan atau dipersyaratkan pinjam bank itu harus memenuhi kriteria 5 C itu.
Karena itu ada KUR dengan bunga lebih murah 3% pertahun, juga persyaratan pinjamnya dilunakkan. Salah satunya tidak ada agunan. Tapi prakteknya dilapangan, bank bank cabang masih mensyaratkan harus ada agunan dan lainnya. Itu yang membuat lending right dari KUR masih sangat mengecewakan. Data dari BPS ternyata hanya 3,4%. Para petani dan nelayan kita 10 tahun terakhir bisa mengakses KUR.
Padahal maksud Presiden itu harusnya kan ini benar-benar dipermudah. Tapi perbankan selalu takut ada yang menunggak.
Harusnya perbankan percayakan saja kepada kementerian teknis, menteri kelautan dan perikanan, menteri pertanian, Menteri koperasi. Kan mereka sudah punya track record dari stakeholder nya, dari petani dan nelayan. Kalau itu terjadi sinergi semacam itu maka tidak ada saling melemparkan kesalahan.
"Bayangkan perbankan masih pelit, sampai sekarang alokasi kredit untuk sektor kelautan dan perikanan hanya 0,3% dari total alokasi kredit perbankan di tanah air ini. Untuk pertanian hanya 5%. Sektor yang merupakan Soko guru maju mundurnya sebuah bangsa itu benar benar dimarginalkan dengan keberpihakan perbankan," tegas Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia pada Kabinet Gotong Royong (2001-2004) itu.
Komentar