Menebus Dosa Jokowi Kepada Pasir Laut
ASKARA -Singapura pernah krisis pasokan 90 persen pasir laut karena terhentinya pasokan pasir ke negara itu yang berasal dari Indonesia. Total pengiriman lebih dari 53 juta ton rata-rata per tahun.
Dari pemberitaan sebelumnya di Askara.co berjudul "Sejarah Kelam Pasir Laut: Dari Larangan Megawati hingga Kebijakan Jokowi".
Sejarah mencatat, Indonesia menjadi pemasok pasir laut terbesar bagi Singapura. Namun 20 tahun lalu, ekspor pasir laut dihentikan di era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2003. Larangan ekspor pasir laut tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Menperindag No. 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut. Dalam SK itu disebutkan, alasan pelarangan ekspor untuk mencegah kerusakan lingkungan. Penghentian ekspor ini menimbulkan krisis bagi negara tersebut.
Setelah 20 tahun dilarang, Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di laut. Aturan tersebut memuat rangkaian kegiatan pengangkutan, penempatan, penggunaan, dan penjualan, termasuk ekspor hasil sedimentasi di laut disinyalir berupa pasir laut.
https://dunia.tempo.co/read/1919383/alasan-singapura-butuh-pasir-laut-indonesia
Lokasi pengambilan sedimen dilakukan di tujuh perairan, yaitu; Kabupaten Demak; Kota Surabaya; Kabupaten Cirebon; Kabupaten Indramayu; Kabupaten Karawang; Kabupaten Kutai Kartanegara; Kota Balikpapan; serta Pulau Karimun, Pulau Lingga, dan Pulau Bintan di Provinsi Kepulauan Riau, dan Riau disebut sudah pernah kena abrasi akibat ekspor pasir ke luar negeri.
Dikutip dari dunia.tempo.co, Manajer Kampanye Pesisir Laut dan Pulau Kecil Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Parid Ridwanuddin menuturkan, rencana pemerintah mengekspor sedimentasi laut kurang kajian ilmiah.
Alasan ekspor misalnya, pemerintah menyebut lokasi pengerukan sedimentasi dilakukan di perairan yang mengganggu jalur kapal dan aktivitas nelayan.
Parid berujar, alasan pemerintah itu tidak berdasar, karena tujuh perairan yang akan dikeruk adalah laut dalam.
“Itu wilayah-wilayah laut dalam,” ungkap Parid.
Sedangkan Ahli ekologi dari sekolah tinggi perikanan dan kelautan, Romi Hermawan, mengatakan, keuntungan bisnis komoditas tersebut sangat besar. Tentunya Singapura jadi yang paling diuntungkan dalam proyek ini karena negara tersebut terus berupaya memperluas wilayah mereka.
Dilansir dari sg101.gov.sg, setiap tahun, Singapura tumbuh lebih besar berkat upaya reklamasi lahan. Luas wilayahnya telah bertambah seperlima selama beberapa dekade, dari 581,5 kilometer persegi pada 1960 menjadi 725,7 kilometer persegi pada 2019. Negara ini menargetkan untuk mencapai daratan seluas 766 km² pada tahun 2030.
Lahan reklamasi telah menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Singapura. Infrastruktur seperti Bandara Changi, Pelabuhan Tuas, dan Pulau Jurong semuanya dibangun di atas lahan reklamasi laut.
Pasir berperan penting dalam memperluas lahan yang terbatas ini. Dalam proyek reklamasi, awalnya Singapura dapat memperoleh pasir secara lokal. Skema Reklamasi Pantai Timur, misalnya, menggunakan tanah dari perbukitan datar di daerah Siglap dan Tampines untuk memperluas lahan di Bedok.
Setelah sumber daya lokal habis, Singapura beralih mengimpor pasir dari luar negeri. Menurut laporan keberlanjutan pasir dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2019, negara ini telah menjadi importir pasir terbesar di dunia selama 20 tahun terakhir, dengan perkiraan impor pasir sebesar 517 juta ton dari negara-negara tetangga termasuk Indonesia.
Komentar