Jumat, 03 Mei 2024 | 15:09
NEWS

Habib Syakur: Waspada! Politik Belah Bambu jadi Pintu Masuk Kelompok Khilafah

Habib Syakur: Waspada! Politik Belah Bambu jadi Pintu Masuk Kelompok Khilafah
Habib Syakur Ali Mahdi Alhamid (int)

ASKARA - Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) Habib Syakur Ali Mahdi Alhamid mewanti-wanti agar para elit politik di Indonesia mewaspadai adanya politik belah bambu, sebagai pintu masuk bagi kalangan ekstremisme beragama dan paham khilafah untuk ikut bermain di Pemilu 2024.

"Biasanya pasti, saya menduga politik belah bambu akan dimainkan oleh kelompok pengasong khilafah. Mereka akan berselancar di dalam percaturan Pilpres 2024 dengan cara mengadu domba anak bangsa. Hati-hati. Ini ancaman bagi keutuhan bangsa Indonesia," ujar Habib Syakur kepada awak media di Jakarta, Sabtu (26/8).

Habib Syakur menyebut saat ini hampir semua partai politik ikut menjadi penikmat Politisasi Identitas, dan ujung-ujungnya mengarah pada perpecahan bangsa.

Ulama asal Malang Raya ini meyakini, rakyat Indoensia tidak mudah terbawa arus pecah belah itu, meskipun penyusupan dan propaganda dilakukan oleh kelompok ekstremisme beragama ke dalam elit politik nasional.

"Penikmat politisasi identitas melakukan politik belah bambu. Dan saya yakin ini tak akan pernah berhasil selama bangsa Indonesia memegang etika dan budaya ketimuran," tegas Habib Syakur.

Ia menyontohkan tentang munculnya isu-isu negatif dan propaganda, seolah-olah antara Presiden Jokowi dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sedang tidak akur.

"Yang mengatakan Pak Jokowi dan Bu Mega ada perselisihan itu adalah propaganda yang sesat. Pak Jokowi kepala negara, sedangkan Bu Mega  adalah negawaran yang pasti lebih bijaksana dalam bersikap dan bertindak. Termasuk dalam menyampaikan pendapat," paparnya.

"Saya menduga, politik pecah belah ini dilakukan penikmat politisasi identitas yang notabene kelompok khilafah. Hati-hati dan bangsa Indonesia jangan mau diadu domba," tandasnya.

Habib Syakur mengaku yakin, pada akhirnya rakyat di bawah akan mampu menentukan sikap politik yang rasional dan memakai gerakan hati nurani sebagai bangsa yang punya ideologi Pancasila.

Sebagai contoh, Habib Syakur menyebut sikap Nahdlatul Ulama (NU) kultural yang lebih memilih sosok pemimpin rendah hati, merakyat, dan tulus untuk bekerja keras demi bangsa Indonesia.

"Menurut hemat saya, NU kultural saat ini memilih sikap capres yang merakyat, rendah hati. Dan punya pemikiran yg mementingkan untuk keutamaan memakmurkan Rakyat serta berkeadilan

Komentar