Minggu, 05 Mei 2024 | 22:52
NEWS

Haidar Alwi Sudah Lama Ingatkan Ekspor Ilegal Nikel

Haidar Alwi Sudah Lama Ingatkan Ekspor Ilegal Nikel
Ilustrasi hasil tambang (Dok Pixabay)

ASKARA - Pemerintah akan mengambil tindakan serius terhadap para pelaku ekspor bijih nikel ilegal ke Cina yang diindikasikan terus terjadi. Apalagi kerugian negara akibat penyelundupan nikel ini terus membesar, terakhir diperkirakan mencapai RP575 Miliar.

Ancaman tindakan tegas pemerintah ini dikemukakan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, Selasa (18/7/2023), saat menerima laporan dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang menyebut temuan lembaganya mengenai adanya ekspor bijih nikel ilegal seberat 5 juta ton ke  Cina.

KPK menduga terdapat kerugian keuangan negara sebesar Rp575.068.799.722,52 atau Rp575 miliar akibat dugaan ekspor sebanyak 5,3 juta ton  bijih nikel (nikel ore) ke  Cina.

Lembaga antirasuah menyebut ekspor ilegal bijih nikel terjadi sepanjang 2020 hingga Juni 2022.

Dari temuan KPK terdapat selisih nilai ekspor  bijih nikel ke  Cina sebesar Rp14.513.538.686.979,60 (Rp14,5 triliun) sepanjang 2020 hingga Juni 2022.

KPK menduga selama dua setengah tahun itu, terdapat selisih royalti dan bea keluar sebesar Rp575.068.799.722,52 atau Rp575 miliar.

Rincian selisihnya adalah Rp327.866.721.117,38 (Rp327,8 miliar) pada 2020; Rp106.085.151.726,89 (Rp106 miliar) pada 2021; dan Rp141.116.926.878,25 (Rp141,1 miliar) pada Januari hingga Juni 2022.

Berdasarkan data di situs Bea Cukai  Cina, negeri tirai bambu itu mengimpor 3.393.251.356 kilogram biji nikel dari Indonesia dengan nilai 193.390.186 dollar Amerika Serikat (AS). 

Kemudian, 839.161.249 kilogram  bijih nikel dari Indonesia dengan nilai 48.147.631 dollar AS pada 2021. Selanjutnya,  Cina mengimpor 1.085.675.336 kilogram nikel ore dari Indonesia pada 2022.
 
Merespon sikap pemerintah yang akan mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku ekspor nikel ilegal, pakar sekaligus praktisi pertambangan Ir.Haidir Alwi MT menyampaikan dukungannnya.

"Aktivitas ekspor tersebut menjadi ilegal karena sejak 2020 pemerintah Indonesia melarang ekspor  bijih nikel sebagai salah satu langkah hilirisasi sektor pertambangan," ujar Haidar Alwi, Rabu (19/7).

Haidar menjelaskan betapa nikel memang menggiurkan. Revolusi kendaraan listrik menjadikan nikel sebagai mineral yang sangat berharga di masa depan. Logam berwarna putih keperak-perakan dengan sedikit semburat keemasan itu merupakan komponen yang dominan dalam pembuatan baterai mobil listrik. Nikel diyakini mampu menyimpan daya lebih baik dibandingkan bahan lainnya.

"Sebagai negara penghasil nikel terbesar di dunia yang menguasai 30 persen pasokan global pada tahun 2020, Indonesia berambisi untuk menjadi pemain penting dalam revolusi mobil listrik," papar Haidar Alwi, yang juga wakil ketua dewan pembina Ikatan Alumni ITB (IA-ITB) itu.

Haidar Alwi, yang dikenal sebagai salah satu pendiri kelompok relawan Jokowi, menjelaskan latar belakang permasalahan nikel yang terjadi sekarang ini. 

Terhitung sejak 1 Januari 2020, Pemerintah Indonesia resmi melarang ekspor nikel yang berbentuk bahan mentah. Uni Eropa yang tidak terima dengan kebijak tersebut bahkan sampai melayangkan gugatan. Namun, Presiden Jokowi tidak gentar dan berkali-kali menegaskan keseriusannya itu, termasuk menghadapi potensi gugatan dari World Trade Organization (WTO).

"Dengan mengolah bijih nikel di peleburan dan pemurnian di smelter dalam negeri, Indonesia bisa mendapatkan keuntungan yang jauh berlipat ketimbang mengapalkan bijih nikel yang masih berupa 'bahan mentah'. Dengan adanya hilirisasi industri nikel, nilainya bisa meningkat hingga 7 kali lipat jika diolah jadi sel baterai. Dan jika menjadi mobil listrik akan meningkat lebih besar lagi sampai 11 kali lipat," tutur pendiri Haidar Alwi Care yang juga dikenal sebagai tokoh anti intoleran tersebut.

Dalam catatan Haidar Alwi, pada tahun 2020 Indonesia sama sekali tidak mengekspor bijih nikel. Namun, fakta di lapangan sangatlah berbeda. Dalam artikel yang diterbitkan Reuters pada Rabu (20/1/2021), sebanyak 3,4 juta ton atau setara dengan USD 193,6 juta bijih nikel asal Indonesia masuk ke Cina sepanjang tahun 2020. Data ini bersumber dari General Administration of Customs People's Republic of China (GACC) atau Bea Cukai Cina.

Dengan rata-rata nilai tukar JISDOR 2020 Rp 14.577 per USD, nilai impor bijih nikel tersebut setara dengan Rp 2,8 triliun. Walaupun jumlah tersebut turun 85,8% dibanding tahun 2019, Indonesia masih menjadi negara terbesar ke-dua yang memasok nikel bagi Cina setelah Filipina 31,98 juta ton. US Internasional Trade Commission dalam Executive Briefings on Trade, Mei 2021, menyebut, sebagian besar nikel yang diekspor Indonesia ke Cina masih berbentuk bahan mentah.

Beberapa analis membongkar bagaimana nikel asal Indonesia 'diselundupkan' ke Cina. Diduga ekspor dari Indonesia tercatat sebagai bijih besi dengan kode HS 2601, sedangkan tercatat di Bea Cukai Cina sebagai bijih nikel dengan kode HS 2604. 

Menurut analis CRU Ellie Wang, pengiriman ini biasanya terdiri dari bijih yang memiliki kandungan nikel 1% dan besi lebih dari 50%. Keterangan tersebut kemudian diaminkan oleh analis BMO Colin Hamilton.

Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia harus menelusuri, menindak tegas dan menutup celah yang ada. Karena selain berpotensi merugikan negara Rp 2,8 triliun per tahun, masalah tersebut juga menjadi hambatan dalam mewujudkan cita-cita Presiden Jokowi menjadikan Indonesia sebagai pemain penting kendaraan listrik di masa depan.

"Temuan awal KPK tentang dugaan ekspor bijih nikel ilegal ke Cina sepanjang Januari 2020 sampai Juni 2022 sebesar 5 juta ton bukanlah hal baru. Walaupun telah menjadi rahasia internasional, temuan awal KPK layak diapresiasi dan penegakan hukumnya harus tetap dikawal," Haidar Alwi menegaskan.

Komentar