Sabtu, 20 April 2024 | 18:52
NEWS

Anggota Komisi IX DPR: IDI Bisa Dinyatakan Menghina Parlemen karena 'Halangi' RUU Kesehatan

IDI Tidak Perlu Jadi Regulator

Anggota Komisi IX DPR: IDI Bisa Dinyatakan Menghina Parlemen karena 'Halangi' RUU Kesehatan
Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago (Dok Askara)

ASKARA - Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago merespons pernyataan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) yang mendesak DPR dan pemerintah menghentikan pembahasan RUU Kesehatan.

Irma dengan tegas menyatakan PB IDI tidak bisa mendikte parlemen dan pemerintah.

Dia juga mengingatkan PB IDI agar jangan menghalangi DPR RI membenahi regulasi untuk kebaikan rakyat dan dokter.

"IDI yang selama ini berada di zona nyaman dengan mengatasnamakan keeksklusifan organisasi profesi kedokteran sudah lupa diri dan tidak tahu lagi memposisikan dirinya terhadap anggota," kata Irma dalam keterangannya, Selasa (11/4).

Dia menilai sekarang IDI berfungsi sebagai organisasi profesi hanya demi keuntungan lembaga dan oknum yang berada di dalamnya.

"Kenapa saya sebut demikian. Pertama, mereka lupa bahwa parlemen punya tanggung jawab terhadap regulasi yang memiliki dampak negatif terhadap rakyat, dokter juga dari masyarakat," lanjutnya. 

Perempuan yang akrab disapa Uni Irma itu menyebutkan PB IDI seakan lupa jika regulasi itu ada di tangan pemerintah.
Parlemen dan organisasi profesi serta masyarakat ialah bagian dari control system yang efektif terhadap operasional dari aturan tersebut. 

"Jadi, IDI tidak punya hak sama sekali untuk meminta lembaga perwakilan rakyat melindungi masyarakat yang diwakilinya untuk mendapatkan pelayanan lebih baik dari negara," tegasnya. 

Ketua DPP Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu juga meminta agar dilakukan audit terhadap PB IDI lantaran selama ini dinilai banyak mengelola sumber penghasilan tidak langsung.

"Ya, contohnya 'rekomendasi' untuk STR dan SIP, rekomendasi terkait limbah rumah sakit maupun klinik, rekomendasi untuk melanjutkan sekolah specialis (PPDS) bahkan dokter yang sudah dinyatakan lulus oleh perguruan tinggi dan ingin magang pun harus mendapatkan rekomendasi IDI," tuturnya. 

Uni Irma menjelaskan Indonesia saat ini kekurangan dokter, atas dasar itu parlemen bersama dengan pemerintah membuat tata kelola yang dapat mempermudah anak bangsa ingin sekolah di kedokteran.

"Sekolah tidak mahal dan masuknya juga tidak sulit karena akan ada banyak sekolah kedokteran diberikan izin dengan standard kualitas yang akan ditentukan oleh pemerintah tentu," jelasnya.

Menurut Uni Irma, selama ini hanya kalangan menengah ke atas saja yang mampu jadi dokter karena selain fakultas kedokteran terbatas, biaya untuk masuk kuliah di situ juga sangat mahal.

"Ini yang menyebabkan akhirnya profesi ini jadi eksklusif, ditambah lagi organisasi profesinya yang dibiarkan mengambil alih wewenang pemerintah dengan segala tetek bengek rekomendasi hingga akhirnya membuat Indonesia kekurangan dokter," tuturnya. 

Irma Suryani juga menilai PB IDI ngawur jika menyatakan draft RUU kesehatan tidak jelas asal usulnya.

"Dalam hal ini IDI bisa dinyatakan telah menghina parlemen, karena pada dasarnya draft RUU kesehatan yang merupakan inisiatif DPR menjadi tanggung jawab lembaga ini keberadaannya," tegasnya.

Uni Irma menyarankan sebagai orghanisasi profesi sebaiknya IDI fokus saja pada tupoksinya, yaitu melindungi dan mensejahterakan anggota.

"Tidak perlu ikut menjadi regulator. Sebagai organisasi profesi memberikan masukan pada RUU ini akan lebih bijak dari pada 'menghalang-halangi' parlemen dan pemerintah membuat regulasi yang berguna untuk rakyat," pungkas Uni Irma.

 

Komentar