Kamis, 25 April 2024 | 03:30
NEWS

Menteri ESDM dan Komisi VII Sepakat Moms PT Bantuah Energi Prima Diblokir

Menteri ESDM dan Komisi VII Sepakat Moms PT Bantuah Energi Prima Diblokir

ASKARA - Anggota Bambang Dwi Hartono (F-PDIP) mempersoalkan status M. Idris F. Sihite, SH sebagai Plh Dirjen Minerba yang oleh hukum tidak boleh menandatangani RKAB. Kata, Dwi Berdasarkan pendapat pakar hukum tata negara, ada 3 (tiga) yang tidak boleh dilakukan seorang Plh yakni, terkait keuangan, organisasi dan kebijakan strategis.

“Penandatangan RKAB itu tergolong kebijakan strategis yang dilarang dilakukan oleh Plh Dirjen Minerba. Kekosongan jabatan Dirjen Minerba jangan dijadikan alibi untuk membenarkan yang tidak diperkenankan undang-undang," ujar anggota DPR RI dari Fraksi PDIP ini dalam acara Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII – Menteri ESDM di Senayan Jakarta, Senin (20/3) petang.

Sedangkan anggota Komisi VII DPR RI dari F-PKB, Abdul Kadir Karding meminta kepada Menteri ESDM untuk tidak menugaskan Plh Dirjen Minerba dalam penandatanganan RKAB. Guna menghindari problema hukum dikemudian hari, lebih baik menunggu terlebih dahulu hasil kajian Ombusman yang telah banyak menerima laporan penyalahgunaan dan permainan dalam penerbitkan RKAB oleh Plh Dirjen Minerba.

Dalam RDP mengemuka pembahasan dugaan penyalahgunaan wewenang, terkait pemberian RKAB Tahun 2023 sebanyak 2.999.999,97 metric ton kepada perusahaan tambang batubara bermasalah PT. Batuah Energi Prima (PT. BEP). PT. BEP berdasarkan hasil audit diketahui tidak mematuhi kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation).

Pada tahun 2020, kewajiban DMO PT. BEP sebanyak 131.402 metric ton, realisasi 7.600,39 metric ton. Pada tahun 2021, kewajiban DMO PT. BEP sebanyak 737.407 metric ton, realisasi 163.576,0 metric ton. Pada tahun 2022, kewajiban DMO PT. BEP sebanyak 749.272, realisasi 445.603,87 metric ton.

Berdasarkan fakta tersebut, dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun sejak 2020--2222, artinya PT. BEP telah melakukan dugaan penggelapan barang milik negara berupa batubara DMO sebanyak 1.002.000 MT yang telah menimbulkan kerugian negara kurang lebih sekitar Rp. 3 Triliun, yang merupakan hasil keuntungan penjualan batu bara yang yang tidak sah yang diduga dinikmati oleh pengelola PT. BEP. Dalam konteks ini, PT. BEP dikualifisir telah melanggar PP No: 96. Tahun 2021 Pasal 157 ayat (1) dan Pasal 158 ayat (3).

Hasil audit juga menemukan fakta PT. BEP tidak menempatkan jaminan reklamasi dan jaminan pasca tambang selama melakukan eksploitasi yang artinya PT. BEP telah melanggar Pasal 161 B UU No: 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, jo Pasal 29 ayat (1) PP No: 78 Tahun 2010. Tim Auditor Irjen Kementerian ESDM mendapatkan pula PT. BEP tidak patuh atas kewajiban pembayaran PNBP baik iuran tetap maupun royalty sebesar total Rp. 452.275.585,51,l, berdasarkan data dari Direktorat Penerimaan Negara Ditjen Minerba, yang artinya telah melanggar Pasal 128 ayat (1) UU No: 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pertanyaan mendasar anggota parlemen, dengan fakta PT. BEP bermasalah seperti itu mengapa M. Idris F. Sihite, SH, yang berkedudukan sebagai Plh Dirjen Minerba pada tanggal 30 Desember 2022, berani menyetujui pemberian RKAB Tahun 2023 kepada PT. BEP sebanyak 2.999.999,97 metric ton? kebijakan ini dapat dikualifisir sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang.

Sebagai pengelola kekayaan negara di sektor mineral dan batubara, M. Idris F. Sihite, SH sekaligus selaku Penyelenggara negara dalam hal ini menjabat sebagai Plh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM RI dan sebagai Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM RI dinilai telah bertindak gegabah dengan menyerahkan hak penjualan barang milik negara melalui pemberian persetujuan RKAB PT. BEP Tahun 2023 kepada perusahaan yang bermasalah, pernah jatuh pailit
dan pemilik saham mayoritas perseronya, Herry Beng Koestanto menurut
pemberitaan di media, adalah seorang narapidana yang berstatus residivis, yang melakukan tindak pidana dengan timbulkan kerugian sebesar Rp. 2,5 Triliun. Lagian pula pihak yang mewakili persero dalam mengajukan RKAB Tahun 2023 sesuai hasil audit adalah Erwin Rahardjo, Direktur yang diduga palsu, yang tidak terdaftar dalam
pengurusan PT. BEP di MODI.

“Saya minta kasus ini diusut tuntas, termasuk ada hubungan apa Plh Dirjen Minerba, M. Idris F. Sihite, SH dengan PT. BEP? Kalau terbukti bersalah, kami minta Plh Dirjen Minerba, M. Idris F. Sihite, SH dicopot dari Jabatannya, karena dapat membuat Ditjen Minerba menjadi sarang mafia” ujar A. Saefudin, Koordinator Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) yang ikut hadir memantau jalannya RDP.

Sepakat Blokir Moms PT. BEP

Kepada forum RDP, Menteri ESDM Ir. Arifin Tasrif dan Komisi VII sepakat akan memblokir Moms PT. BEP, sesuai permintaan Dirtipidum Bareskrim Polri pada tanggal 1 Maret 2023 kepada Dirjen Minerba untuk kepentingan penyidikan dugaan pidana surat palsu dan/atau memberikan keterangan palsu dalam akta otentik, dan/atau TPPU senilai Rp. 6,3 Triliun, sebagaimana LP No: LP/B/0754/XII/2021/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 16 Desember 2021, dengan Terlapor “Direktur” PT. BEP, Erwin Rahardjo dan kawan-kawan sebagaimana LP No: LP/B/0754/XII/2021/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 16 Desember 2021.

PT. BEP, sebuah perusahaan tambang batu bara yang terletak di Desa Batuah, Kec. Loa Janan, Kab. Kutai Kartanegara, Prov. Kalimantan Timur, yang sebenarnya sudah viral, sejak tahun 2011 hingga sekarang telah menjadi instrument dan/atau kendaraan untuk melakukan pidana berlanjut yang merugikan negara sedikitnya Rp. 9 Triliun akibat pembiaran yang dilakukan pihak Kementerian ESDM RI, termasuk dalam hal ini M. Idris F. Sihite yang diduga justeru malahan memberikan kesempatan atas terjadinya pidana berlanjut, dengan cara memberikan RKAB.

Komentar