Musibah Gas Air Mata Di Malang
Oleh: Arie Karimah, Pharma-Excellent/Alumni ITB
Rupanya banyak yang sudah membagikan tulisan lama saya tentang gas air mata, jadi lebih baik saya customize saja tulisan tersebut untuk kasus di Malang. Mengapa jumlah korban yang meninggal di Malang begitu tinggi?
“Gas air mata” sebenarnya bukan gas, melainkan serbuk halus bertekanan tinggi yang dikemas dalam kaleng. Zat yang biasa digunakan sebagai “gas air mata”:
2-chloro-benzal-malono-nitrile (CS)
Chloroacetophenone (CN). Jenis ini yang digunakan disini, buka CS atau CR.
Dibenz-oxazepine (CR)
Tulisan CS, CN atau CR ini terdapat di kemasannya. Contoh kemasan tabung gas air mata
Ketika kaleng ditembakkan dengan alat khusus, serbuk halus tersebut akan keluar dari kaleng kemasannya dan menyebar/menggantung di udara dengan tingkat kepadatan yang tinggi. Serbuk ini akan mencari kandungan air yang terdapat di kulit, tenggorokan saluran pernafasan atau mata kita. Tanpa kita sadari serbuk tersebut akan segera menempel di kulit, terhirup atau mengenai mata.
Efek gas air mata setelah mengikat air dari tubuh kita:
Di kulit: rasa terbakar.
Di mata: rasa perih, keluar air mata.
Di saluran pencernaan: rasa terbakar yang parah di tenggorokan, keluar dahak dari tenggorokan, muntah.
Di saluran pernafasan: hidung berair, batuk, rasa tercekik.
Jika serbuk tersebut masuk hingga ke paru-paru: menyebabkan nafas pendek-pendek, sesak nafas, rasa seperti terbakar di paru-paru.
Gas air mata sebenarnya diciptakan bagi petugas keamanan untuk mengatasi KERUSUHAN (Riot Situation), sebagai alternatif dari pentungan, peluru karet dan senjata mematikan dalam pengendalian massa yang sudah menampakkan kerusuhan.
Jadi penggunaan gas air mata di stadion Malang itu menyalahi aturan FIFA yang melarang penggunaannya di dalam stadion (ruang tertutup). Juga kalau saya lihat videonya: gas air mata itu ditembakkan bukan karena ada kerusuhan. Melainkan karena gas itu ditembakkan sebagiannya ke tribun, maka penonton yang panik mulai rusuh karena they don't know where to escape. Sementara mata mereka mulai perih dan saluran pernafasannya mulai tercekik.
Belasan ambulance yang membawa korban ke rumah sakit terdekat, sekitar 4 kilometer, menurut saya juga dalam posisi sulit:
Karena situasinya malam hari sehingga jumlah petugas di IGD mungkin tidak sebanyak siang hari.
Karena ini bukan kasus demonstrasi maka rumah sakit juga saya yakin tidak melakukan antisipasi, misalnya menambah persediaan tabung oksigen.
Saya tidak tahu apakah di Malang sering terjadi demo sehingga para petugas disana sudah trampil menangani korban dalam jumlah banyak sekaligus.
Keterlambatan evakuasi karena sulitnya korban keluar atau dikeluarkan dari stadion, serta kurangnya
persediaan tabung oksigen untuk menangani ratusan korban sekaligus saya kira yang menjadi penyebab utama tingginya angka kematian. Oksigen berfungsi membantu “membilas” dan “mengencerkan” kadar serbuk CN di dalam paru-paru. Bisa dibayangkan tanpa bantuan oksigen maka serbuk ini akan mengikat komponen air di paru-paru, dan korban akan merasakan paru-parunya seperti terbakar. Ini yang menyebabkan kematian mereka.
Semoga Tuhan memberikan tempat terindah di sisiNya untuk para korban yang meninggal. Dan keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan iman dan kekuatan batin untuk melewati masa-masa sulit ini. Amiin ya Rabb.
Komentar