Jumat, 19 April 2024 | 21:20
NEWS

Di Rakernas Asita, Prof. Rokhmin Dahuri: Wisata Bahari Berbasis Inovasi Jadikan Sektor Unggulan

Di Rakernas Asita, Prof. Rokhmin Dahuri: Wisata Bahari Berbasis Inovasi Jadikan Sektor Unggulan
Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M

ASKARA – Ketua Dewan Pakar Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA), Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS menyatakan, bahwa fakta empiris baik dunia maupun Indonesia sektor pariwisata salah satu sektor ekonomi yang sangat penting dalam menciptakan lapangan kerja, kontribusi sektor ekonomi.

Demikian dikatakan Prof. Rokhmin Dahuri usai menjadi pembicara pada Rakernas Asita “Strategi Pengembangan Pariwisata Pasca Pandemi” di Jakarta, Jumat, 30 September 2022.

“Indonesia seharusnya juara dunia  kalau dilihat dari potensi disparitas alamnya maupun disparitas budayanya. Bayangkan 750 pulau dan keragaman hayati, budaya berbeda harusnya juara dunia dalam sumbangan sektor ini terhadap ekonomi kita, penyerapan tenaga kerja dan yang lainnya,” ujar Ketua Majelis Ahli MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) ini.

Sayangnya, kata Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University ini, kita masih kalah dengan negara lain. Singapura yang luasnya hanya lebih kecil dari Pulau Batam. Thailand garis pantainya hanya 200 km, sedangkan Indonesia 400 ribu km. “Sebagai bangsa pembelajar seharusnya kita bertanya kenapa,” ujarnya.

Solusinya, kata Prof. Rokhmin Dahuri, membenahi sektor pariwisata melalui kebijakan dan program. Pertama, Aksesibilitas, Prasarana Transportasi (jalan, listrik, air, sanitasi, telekomunikasi, TIK), terutama soal pengemasan destinasi.

“Kita masih kotor tidak atraktif seperti Halong Bay Vietnam yang tidak ada apa-apanya secara alami seperti Raja Ampat. Tapi mereka memolesnya, ada lapangan golf, musik, makan siang di boat, benar-benar kreatif, itu contoh kecil,” tuturnya.

Yang kedua, Amenity, Fasilitas Wisata (TIC, Toilet, Gazebo, Pedestrian, Penataan Taman, Rambu Wisata, Dermaga Wisata, rest area). “Orang merasa tentram, aman tidak merasa ditipu. Sehingga kembali ke Negara masing-masing tahun depan akan kembali lagi. Ini yang harus kita ciptakan,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan RI 2001 – 2004 itu.

Ketiga, Atraksi, Diversifikasi kegiatan wisata, manajemen pengunjung Pariwisata berkelanjutan: rendah karbon, tanpa limbah, intensitas pembangunan < daya dukung, dll. kesadaran pariwisata, sertifikasi bisnis dan operator. “Soal koneksifitas dana avelibity, di mana Jakarta-Bangkok hanya tiga jam. Jakarta-Sorong ke Raja Ampat sampai 4 ½ jam. Sudah begitu mahal sekali tiketnya,” tandasnya.

Seharusnya , menurut Prof. Rokhmin Dahuri, Menteri Pariwisata dan Menteri Perhubungan ada policy bahwa pariwisata dijadikan sektor unggulan. Sehingga kebijakan sektor lainnya, perhubungan, keuangan, imigrasi . Fakta lain Singapura, Thailand, China orang dimudahkan,orang dibuat senang.

Keempat, Promosi & Pemasaran, Pameran Internasional, TV, Majalah, Koran, e-media Kerjasama Internasional Bebas Visa.

Dalam hal ini, katanya, soal sumber daya manusia selalu tersenyum. Harus penuh kesabaran untuk bisa menjadikan orang yang cemberut jadi smile. Di Malaysia luar biasa 3S (Smile, Sand, Safe) sudah mengalahkan Thailand.

“ASITA bersama kepala daerah setiap tahun membuat award kepada kepala daerah yang membangkitkan pariwisata yang menjadi jantung ekonomi daerah itu. Contohnya Banyuwangi, Lombok Utara, Wakatobi,” imbuhnya.

Kelima, peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia, Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan, Meningkatkan kesejahteraan, Disiplin dan penegakan hukum. Dan keenam, Kebijakan Politik dan Ekonomi yang Kondusif.

“Seharusnya Presiden, menteri, gubernur, bupati walikota insan pers, para dosen total menjadi sektor pariwisata sebagai sektor unggulan melalui peraturan pemerintah,” kata Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan RI 2020 – 2024 ini.

“Selama ini, saya lihat, mentalitas mereka yang terkait dengan pariwisata masih terbatas pada ceremonial saja, setelahnya mereka cenderung cuek. Bahkan kini banyak gelaran budaya yang tak berkelanjutan akibat hal tersebut. Habis, gelaran budaya hanya dijadikan promosi diri untuk dapat jabatan. Manusia memang harus terus diingatkan biar tidak seperti itu, kalau salah beri teguran keras, sebaliknya yang bagus tarik saja dan beri penghargaan,” sambungnya.

Dalam kesempatan yang sama, Prof. Rokhmin Dahuri menyampaikan keynote speech (pidato kunci) berjudul “Pengembangan Pariwisata Bahari Berkelanjutan Berbasis Inovasi, Keindahan Alam, Dan Budaya Untuk Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Yang Berkualitas Dan Inklusif”.

Dia memaparkan, sebelum pandemi Covid-19 pada Desember 2019, menurut World Travel & Tourism Council,pariwisata telah menjadi salah satu industri terpenting dalam skala global dan diperkirakan akan tumbuh 100% dari 2010 hingga 2020.

Industri ini telah memberikan kontribusi sekitar 10,3% dari total PDB global (Produk Domestik Bruto), dan 10,5% dari total lapangan kerja global pada tahun 2019 (WTTC, 2019). “Sayangnya, akibat pandemi covid-19, industri pariwisata global merosot drastis, bahkan lumpuh, hingga akhir tahun 2021,” kata Prof. Rokhmin Dahuri.

Namun,lanjutnya, karena pandemi covid di sebagian besar dunia sudah berakhir atau berstatus endemik sejak awal tahun ini, industri pariwisata di hampir semua negara berangsur pulih. Kemudian, ruang pesisir dan laut merupakan “rumah” bagi aktivitas, infrastruktur, dan fasilitas manusia yang jumlahnya terus meningkat.

Di antara semua aktivitas manusia yang terjadi di ruang pesisir dan laut, yang paling penting dan paling cepat berkembang (dalam hal kepentingan ekonomi dan kesempatan kerja) adalah industri wisata bahari (leisure), termasuk berbagai jenis kegiatan yang berkaitan dengan daratan pesisir dan laut. wilayah (laut).

Sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia serta daya belinya (disposable income) dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan daya tarik wisata bahari, prospek industri wisata bahari akan semakin strategis dan signifikan.

Mengutip Lekakou dan Tzannatos, Prof. Rokhmin Dahuri dalam pidatonya mengutakan wisata bahari merupakan suatu bentuk pariwisata yang sepenuhnya terhubung dan bergantung pada ekosistem pesisir dan laut.

Wisata bahari mengharuskan wisatawan melakukan perjalanan jauh dari tempat tinggalnya dan terlibat aktif dengan laut termasuk bagian pesisirnya.

Wisata bahari mencakup berbagai kegiatan yang terjadi di wilayah pesisir – lautan: (1) lautan dalam, (2) laut pesisir (dangkal), dan (3) daratan pesisir. “Sedangkan, kegiatan pariwisata yang paling dominan di laut dalam termasuk jelajah dan berlayar,” terang Ketua Perhimpunan Akuakultur Indonesia itu.

Kegiatan rekreasi berbasis air dan olahraga bahari lainnya yang dilakukan di perairan pantai adalah: snorkeling, tur perahu berlantai kaca, selam scuba, memancing di bawah air, ski air, selancar angin, tur ke taman laut, menonton satwa liar mamalia (paus dan lumba-lumba), dll.

Kegiatan rekreasi di wilayah pesisir mencakup pariwisata berbasis pantai dan kegiatan rekreasi, seperti: berenang di kolam renang yang dekat dengan garis pantai, berjemur, berjalan-jalan di pantai, berjalan melalui hutan bakau, menikmati pemandangan laut dan matahari terbenam yang indah, dll.

Jenis wisata pantai yang paling penting dan diperluas adalah yang terkait dengan rumah kedua (second home tourism), yang diselenggarakan baik sebagai bagian dari proyek pengembangan perkotaan (second home development), atau di dalam resor wisata (yaitu bersama dengan fasilitas hotel, dll.) , atau secara mandiri (tanpa perencanaan sebelumnya) (Honey dan Krantz, 2007).

Ekonomi kelautan mencakup semua kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir dan lautan, dan di wilayah darat yang menggunakan bahan baku atau sumber daya alam yang berasal dari pesisir dan lautan (Dahuri, 2003; Kildow, 2005).

Sebagai negara kepulauan terbesar di Bumi dengan 17.504 pulau dan 108.000 km garis pantai (garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada), pantai dan laut yang indah, ekosistem terumbu karang yang paling beragam dan indah di dunia, dan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. di dunia; Indonesia memiliki potensi wisata bahari terbesar di dunia (Mann, 1995; Allen, 2002).

Bahkan, kata Prof. Rokhmin Dahuri, Kemenparekraf menyatakan, sebanyak 60% wisata bahari adalah wisata pantai, 25% wisata pemandangan laut seperti kapal pesiar, yacht dan 15% wisata bawah laut yaitu snorkeling dan diving.

Isu dan Tantangan Pengembangan Wisata Bahari Indonesia

Pada kesempatan tersebut, Prof Rokhmin Dahuri memaparkan permasalahan dan tantangan pembangunan Indonesia.  (1) Aksesibilitas ke lokasi wisata bahari (pulau-pulau kecil, pesisir, dan laut) perlu ditingkatkan; (2) Prasarana dan fasilitas di lokasi wisata bahari umumnya belum memadai; (3) Pengembangan produk dan pengemasan objek/tujuan kurang inovatif dan menarik;

(4) Promosi dan pemasaran yang tidak memadai; (5) Dukungan dan sinergi dari instansi pemerintah terkait masih kurang; (6) Pencemaran dan degradasi lingkungan terhadap ekosistem pesisir dan laut;

(7) Kontribusi wisata bahari terhadap sektor pariwisata di Indonesia masih sangat kecil, sekitar 25%. Negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand pariwisata bahari mampu memberikan kontribusi lebih besar dari 30% untuk sektor pariwisata.

(8)Kualitas sumber daya manusia (pemerintah, operator, dan masyarakat) perlu ditingkatkan; (9) Manfaat pariwisata bagi masyarakat lokal dan perekonomian daerah masih relatif rendah; (10) Kebijakan ekonomi-politik (kredit perbankan, fiskal, moneter, dan iklim investasi) kurang kondusif.

Target Dan Program

Di bagian akhir pidatonya, Prof Rokhmin, yang merupakan Anggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional Pusat Pengembangan Pesisir dan Laut Berkelanjutan, Universitas Bremen, Jerman, menyampaikan enam rekomendasi agar pembangunan pariwisata bahari di tingkat negara maupun global dapat berjalan secara adil dan berkelanjutan (sustainable).

Pertama, pembangunan pariwisata bahari harus berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development): (1) lokasi kegiatan pariwisata bahari harus sesuai dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah); (2) tingkat (intensitas) pembangunan pariwisata bahari (jumlah kunjungan wisatawan per unit waktu) tidak melampaui daya dukung wilayah pesisir dan laut;

Lalu, (3) semua kegiatan wisata harus tidak membuang limbah (zero waste) dan tidak mengemisikan karbon ke atmosfer (zero carbon), dan (4) pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan juga harus dapat mensejahterakan masyarakat lokal secara adil dan berkelanjutan.

Kedua, mengembangkan kerja sama yang saling menguntungkan antar negara penghasil (penyedia) pariwisata bahari. Misalnya dengan mengembangkan satu paket pariwisata bahari antara Jeju Islands dengan daerah-daerah wisata bahari di Indonesia.

Ketiga, melakukan pertukaran informasi terkait semua aspek pariwisata bahari.

Keempat, melaksanakan kerja sama riset, pengembangan inovasi tentang segenap aspek terkait dengan pembangunan pariwisata bahari berkelanjutan.

Kelima, melaksanakan pendidikan dan pelatihan bersama bagi pelaksana kegiatan pariwisata bahari (swasta, BUMN, dan masyarakat).

“Keenam, menyelenggarakan joint promotion and marketing,” tutup Prof. Rokhmin sebagai Jeju Tourism Goodwill Ambassador (Duta Besar kehormatan) mewakili Provinsi Jeju Island, Korea Selatan itu.

 

Komentar