Sabtu, 20 April 2024 | 21:41
COMMUNITY

Di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, KH. Mohamad Hidayat Bahas Mempertahankan Ekonomi Syariah

Di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, KH. Mohamad Hidayat Bahas Mempertahankan Ekonomi Syariah

ASKARA - Islam adalah agama yang kaffah. Islam bukan hanya sekadar ritual ubudiyah tapi juga semua praktek kehidupan kita diatur oleh Islam.

Demikian dikatakan Dewan Pengawas Syariah Indonesia, Dr. KH. Mohamad Hidayat, MBA. MH, saat mengisi kuliah Subuh di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, beberapa waktu lalu.

“Kita tahu bahwa secara garis besar  Islam terbagi menjadi tiga bidang. Akidah, Syariah, dan Akhlak,” kata Kiai Hidayat.

Syariah, jelasnya, terbagi dua yaitu yang terkait dengan ibadah habbluminallah dan yang terkait dengan muamalah yaitu hablumminannas. Sub sistem dari muamalah begitu luas termasuk mencakup aspek amaliah, jariyah, keuangan, bisnis dan perdagangan. Akhlak membingkai semua ajaran Tauhid dan Syariah itu.

“Sehingga kalau kita ber islam secara kaffah maka ketiga sendi utama ini akan menghiasi kehidupan kita menjadi hamba Allah yang bertauhid, tunduk pada syariat, memiliki akhlakul karimah,” tuturnya.

Namun, lanjutnya, tidak sedikit kaum muslimin yang punya persepsi bahwa persoalan ekonomi tidak terkait dengan Islam. Tidak sedikit diantara kaum muslimin yang menyatakan bahwa untuk masalah-masalah keuangan, bisnis, perdagangan jangan dikaitkan dengan Islam.

“Padahal Allah SWT menurunkan Alquran lebih dari 200 ayat berbicara tentang ekonomi. Kita juga tahu Rasulullah SAW tidak hanya seorang Rasul dan Nabi, tapi beliau adalah seorang bisnisman, seorang pedagang yang sukses pada masanya, dan telah meninggalkan praktek-praktek perdagangan dan keuangan yang sangat indah, yang bermoral, sistem perdagangan yang tidak eksploitasi sebagaimana itu merupakan salah satu ciri dari sistem riba,” papar Ketua Umum Yayasan Majelis Al Washiyyah.

Bahkan, kata Kiai Hidayat, Alquran menyebut tentang persoalan harta maal dalam berbagai konteksnya. Tidak kurang dari 86 kali Alquran menyebu t entang pentingnya ekonomi yang halal. Sedangkan tidak halal disebut tidak kurang dari 30 kali, dan disandingkannya halal sekaligus berkualitas itu lebih kurang dari 4 kali.

Di sisi yang lain, kita tahu bahwa Alquran menggunakan istilah-istilah keuangan dan bisnis itu sebanyak 370 model terminologinya. “Dari sini kita bisa menangkap bahwa persoalan ekonomi ini menjadi perhatian khusus dari Alquranulkarim, dari Rasulillahi SAW,” sebutnya.

Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita bagaimana kita berkonsumsi . Konsumsi orang-orang beriman ada norma-norma yang berbeda secara lepas, secara bebas sebagaimana mungkin diinginkan oleh orang-orang kafir dan musyrikin yang tidak ingin diatur oleh syariat Allah.

Kita diminta kalau berkosumsi pilihlah kosumsi yang halal (thoyib). Al Imam Sya'roni menjelaskan bahwa yang dimaksud Thoyib itu adalah pilihan konsumsi yang tidak hanya memiliki manfaat ketika dikonsumsi, tapi ia memiliki dampak positif tidak hanya bagi organ-organ tubuh juga bagi jiwa manusia. Pembentukan watak yang jernih dan karakter yang berkualitas. Selain itu, Allah SWT dalam Alquran mengatur bagaimana kita tidak hanya berkonsumsi.

Kalau kita berbicara ekonomi maka pertama, adalah teori produksi. Ada norma-norma produksi dalam Islam, yang diharapkan kita pun bisa memenuhinya.  Karena produksi yang tidak arahkan oleh nilai-nilai qurani maka produksi itu bisa merusak masyarakat. Bisa membuat tatanan sosial menjadi tidak sehat.

Bahkan, berbagai macam produk makanan minuman yang non halal kita tahu pada akhirnya justru tidak mensejahterakan masyarakat justru menghancurkan moral-moral masyarakat. Dan inilah yang tidak dikehendaki oleh Allah SWT.

Islam tidak hanya mengatur tentang teori produksi, teori konsumsi bahkan persoalan investasi, kita diminta untuk berinvestasi. Islam mendorong kita untuk melihat masa depan, tidak hanya apa yang kita butuhkan sekarang. Karena pada dasarnya berinvestasi adalah kita mempersiapkan masa depan.

“Kita rela mengorbankan saat ini, kita rela untuk menghemat finasial saat ini, kita rela untuk mengalokasikan kebutuhan saat ini demi kebutuhan yang lebih besar, yang lebih penting yang mungkin beresiko di masa yang akan datang,” tandasnya.

Salah satunya cara mekanisme yang diajarkan oleh Islam tidak hanya investasi tapi juga at takaful (konsep asuransi syariah) bagaimana kita menyiapkan finansial kita yang cukup di masa yang akan datang ketika terjadi resiko-resiko.

Maka lahirlah produk-produk asuransi yang disebut dengan life insurance, asuransi jiwa syariah, asuransi pendidikan dll. Di mana Allah meminta kita watanjur qaddamat lighad (dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok). “Lighad disini bukan hanya akhirat tapi juga masa depan kita,” terang Pengasuh Pondok Pesantren Al Washiyyah itu.

Lebih lanjut, Kiai Hidaayat menerangkan, saat ini kita mungkin bisa mencover kebutuhan putra-putri kita. Kita mencari nafkah untuk mereka. Kita masih produktif. Kebutuhan sekolah mereka, kebutuhan kesehatan mereka masih bisa kita penuhi. Tapi, bukan hal yang tidak mungkin terjadi.

Namun, satu saat kita tidak bisa lagi bisa melakukan seperti saat ini kita lakukan. Mencari rezeki dan nafkah untuk mereka, kita tidak bisa menjamin bahwa kita selalu sehat sehingga kita bisa terus melakukan ikhtiar. Kita tidak bisa menjamin sebagaimana kata Alquran bagaimana nasib mereka nanti kalau seandainya peristiwa-peristiwa resiko-resiko itu kita alami.

“Inilah kemudian hadir asuransi syariah dan kita bersyukur Aceh ini telah memberikan hadiah besar  bagi umat Islam di Indonesia. Dalam Muzakarah, kami sampaikan kepada para ulama dan umaro bahwa qonun syariah Aceh adalah hadiah besar dari ulama Aceh, Umaro Aceh untuk Indonesia,” ungkapnya.

Karena, sambungnya, kemudian berdampak positif bagi daerah-daerah yang lain. Dan kita harus memperkuat qonun syariah itu. Sebagaimana Nabi Muhammad SAW mengingatkan kepada kita untuk tetap kalian berada pada jalan yang benar di jalan Allah dan jalan syariah.

Selain itu, Nabi mengatakan jangan kamu merasa rendah diri, jangan kamu merasa takut, jangan kamu merasa bersedih, karena mungkin sedikitnya orang-orang yang mengikuti jalan-jalan kebaikan itu.

“Hati-hati jangan kamu tempuh jalan yang bathil, sekalipun pengikutnya banyak bahkan dalam sebuah nasehat yang sangat penting, Imam Ali bin Abi Thalib mengatakan, kalaupun kebenaran itu hanya engkau sendiri  maka peganglah kebenaran itu. Karena sesungguhnya orang yang benar itu bersama Allah SWT,” jelasnya.

Hal ini penting untuk kita bangun bersama-sama . Qonun ini sudah disahkan, sudah berjalan. Maka kita tinggal bagaimana menyempurnakannya. Bagaimana kita kemudian menjadikan qanun ini norma-norma dalam berbagai aktifitas kita khususnya. Kalau saya mungkin fokus pada persoalan ekonomi syariah, ekonomi Islam.

Islam juga tidak hanya berbicara pada investasi, tapi juga bagaimana disitribusi, bagaimana aliran-aliran keberkahan di transaksi ekonomi juga sampai kepada orang-orang yang lemah. Yang selama ini kita melihat kita akui atau tidak, maka sistem kapitalisme yang sebetulnya tengah melanda negeri ini.

“Untuk itu, mari kita kembali kepada Alquran, mari kita kembali kepada ajaran Allah SWT.  Banyak orang mengatakan bahwa berbagai macam transaksi syariah itu hanya duplikasi sistem konvensional. Syariah Cuma sekadar symbol saja, dalam bank, asuransi, pasar modal dll,” imbuhnya.

Dulu kita kenal ada yang disebut dengan Syirkah (bentuk kerja sama dalam suatu usaha). Bahkan di masa Rasulullah, praktek Nabi dan Siti Khadijah, Ustman bin Affan, Abdurrahman bin Auf sering melakukan ini. Tapi sesungguhnya, saat ini yang disebut dengan Equity Participation, inilah bisnis partnership, investasi bersama, perkongsian dagang yang kita kenal dalam KUHD kita.

Kita tahu transaksi bill an option, transaksi modern. Tapi kita lupa bahwa sebetulnya praktek ini mencontoh pada praktek pada masa Umayyah yaitu subaja. Kita kenal letter of credit (lc) produk convention.

Keliru kita, karena pada awal-awal masa Abasiyyah juga dikenal apa yang disebut dengan al hawalah, yang prinsipnya itu mirip dengan letter of credit yang kemudian di modernisir .

Kita mungkin kenal apa yang disebut dengan virtual stock exchange, praktek ini di London dan Negara-negara Eropa sangat popular. Tapi sadarkah bahwa itu mengambil konsep yang sudah dikenal pada masa Imam Ghazali

Kita merasa bahwa propit bank itu adalah hasil pada abad ke 20 ini pemikiran ahli-ahli banking yang berpikir sangat sosialis. Tapi salah kita kalau propit bank itu sudah dikenal dahulu kala dalam praktek yang disebut dengan almaunah.

Kita mengenal apa yang disebut insurance (asuransi) sekarang ini. Kita anggap asuransi syariah itu hanya menempel saja pada sistem konvensional. Padahal dulu di abad ke 8 sudah kita kenal apa yang disebut dengan at takafuli, Ta'min, Tadhamun dan beberapa pengertian yang lain. Intinya adalah meng cover, menolong kebutuhan satu sama lain.

Kita begitu bangga ketika berbicara tentang prinsip-prinsip polity atau kebijakan-kebijakan government dan economic. Tapi kita lupa bahwa itu merupakan sebuah praktek awal Umar bin Khattab yang disebut dengan wilayatul hisbah.

Kita bangga menyatakan teori pareto optimum menjadi teori penting dalam ekonomi. Kita lupa bahwa ini merupakan bahagian dari pidatonya Ali bin Abi Thalib, bahkan dalam kitab Nahjul barra beliau menyebut tentang hal itu.

Kita menyatakan bahwa Adam Smitt bapak ekonomi dunia. Kita anggap sebagai buku Wealth of Nations sebagai induk ekonomi dunia . Kita lupa bahwa buku itu sebenarnya diinspirasi oleh Abu Ubaid dalam kitab beliau kitab Al-Amwal. “Umat Islam menjadi tidak bangga dengan ekonomi syariah karena mereka lupa dengan sejarah. Ini adalah hasil karya para ulama, sahabat dan Rasulullah SAW,” katanya.

Jadi, kata Kiai Hidayat, kalau seandainya kemudian kita berpikir mari kita lebih memilih sistem non syariah daripada syariah sesungguhnya kita telah keluar dari manhaj Rasulullah, dari manhaj para sahabat, dari manhaj para ulama-ulama yang saleh, dan manhaj manhad para pejuang kemerdekaan ini.

Karena sesungguhnya ajaran ekonomi Islam ingin membawa kita pada transaksi yang pertama yang hukumnya halal. Kedua, transaksi itu memberi manfaat.

Transaksi itu membawa kesejahteraan bersama, tidak menzalimi satu sama lain, di bangun dengan dasar saling ridha, dengan membawa kemaslahatan yang tidak hanya khusus kepada mereka yang lakukan tapi juga kemaslahatan umum, kemaslahatan Negara, kesejahteraan dunia.

Karena sekarang ini kita perhatikan kalau seandainya kita lihat bumi itu bulat dari atas dan yang kita perhatikan adalah sentra kegiatan keuangan moneter, pusat-pusat bursa efek dunia maka seolah kita melihat bumi ini diisi oleh meja-meja, Bandar-bandar maisyir yang besar.

Kenapa? Karena semua dilaksanakan dengan cara ribawi, dengan cara spekulasi (maisyir). Bagaimana kita berharap bumi ini berkah mendapat rahmat Allah, kalau yang dipraktekan di atas muka bumi adalah praktek-praktek yang dilarang oleh Allah SWT.

Bagaimana kita ingin mendapat berkah kalau setiap hari transaksi yang kita lakukan adalah transaksi-transaksi yang bertentangan dengan perintah Allah. Kita berdoa setiap malam bahkan tahajud, apalagi di bulan Ramadhan penuh masjid ini sampai subuh.

Tapi kalau yang kita konsumsi ketika kita buka puasa dari proses yang tidak halal, makanan untuk berbuka dari yang tidak halal (subhat), dana kita yang kita keluarkan untuk zakat dari proses kapitalisasi yang tidak halal.

Cukuplah Nabi SAW menyatakan ada seorang yang sangat tua lama perjalanan hidupnya bahkan orang ini sangat abid kepada Allah. Kusut masai penuh dengan debu karena hanya beribadah kepada Allah. Tapi sayangnya yang dimakan itu ada unsur haramnya. Yang diminum itu minuman yang haram. Ketika membeli pakaian sumber  dananya dari yang haram. “Bagaimana mungkin Allah mengijabah doa orang seperti ini,” katanya.

Ini penting buat kita mari kita kembali pada khittah kita bahwa tidak ada pilihan lain bagi kaum muslimin kecuali sumber rezeki mereka adalah rezeki yang halal. “Kita bersyukur Aceh ini ada qonun yang kuat positioning dari bank syariah, asuransi syariah, Insya Allah nanti pada praktek ekonomi lainnya institusi keuangan non bank dll,” ujarnya.

“Marilah kita mensyukuri nikmat Allah SWT dan ujian itu sesungguhnya menjadi jalan buat kita untuk mendapatkan fadilah yang lebih besar. Kalau seandainya kebaikan itu memang belum sempurna bukan kemudian kita tinggalkan,” sambungnya.

Sebuah kebaikan yang belum sempurna jangan kemudian engkau tinggalkan seluruhnya. Melakukan sebuah kebaikan walaupun belum sempurna jauh lebih baik, lebih mulia daripada kamu tidak melakukannya sama sekali.

“Masyarakat Aceh harus berjamaah muamalah. Kalau ada kendala-kendala jangan kemudian kita menyebut itu gara-gara qonun syariah.  Anda lupa bahwa ini amanah Allah, ketika anda menunjuk qonun syariah sesungguhnya anda menunjuk Alquran. Sesungguhnya anda tengah menunjuk Allah, apakah itu sikap orang yang bertakwa,” tutupnya.

 

Komentar