Sabtu, 27 April 2024 | 11:28
NEWS

Ditahan atau Tidak, Nasib 4 Petinggi ACT Ditentukan Jumat Ini

Ditahan atau Tidak, Nasib 4 Petinggi ACT Ditentukan Jumat Ini
ACT (Dok act.id)

ASKARA - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri akan memutuskan ditahan atau tidaknya keempat orang petinggi yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan dana donasi korban Lion Air.

Keempat tersangka itu yakni, mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar, Ketua Dewan Pembina ACT Novardi Imam Akbari dan Senior Vice President Operational Global Islamic Philantrophy, Hariyana Hermain. 

Dittipideksus Bareskrim Polri akan kembali memeriksa keempat tersangka itu pada Jumat (29/7) mendatang.

"Selanjutnya akan ada panggilan untuk datang pada Jumat," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus, Brigjen Whisnu Hermawan, saat dikonfirmasi, Selasa (26/7). 

Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik akan mempertimbangkan beberapa hal guna mengambil keputusan penahanan terhadap mereka. 

"Keputusan ditahan atau tidak akan ditentukan setelah pemeriksaan sebagai tersangka," ujar Whisnu.

Total dana yang diselewengkan petinggi yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) itu mencapai Rp34 miliar. 

Dana itu merupakan sisa dari program bantuan sosial yang dikelola ACT untuk keluarga korban insiden jatuhnya pesawat Lion Air.

Adapun ACT mendapat mandat dari Boeing untuk mengelola dana bantuan sosial sebanyak Rp138 miliar.

Lembaga filantropi itu telah menggunakan dana dari Boeing sebanyak Rp103 miliar untuk bantuan sosial kepada keluarga korban Lion Air. 

Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Kombes Helfi Assegaf menuturkan, dana Rp34 miliar itu digunakan untuk pengadaan armada truk sebesar Rp2 miliar, program big food bus Rp3,8 miliar, pembangunan Pesantren Peradaban Tasikmalaya Rp8,7 miliar. 

Lalu, Koperasi Syariah 212 Rp10 miliar, dana talangan CV Tune Rp3 miliar, dan dana talangan PT HBGS Rp7,8 miliar. 

"Totalnya mencapai Rp 34.573.069.200," ujar Helfi. 

Atas perbuatan mereka, Ahyudin dkk dijerat dengan Pasal 372 KUHP dan 374 KUHP tentang Tindak Pidana Penggelapan dan atau Penggelapan Dalam Jabatan. 
Kemudian, Pasal 45A Ayat (1) Jo Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal Pasal 70 ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. 

Kemudian, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 Undang-Undang Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Selanjutnya, Pasal 56 KUHP juncto Pasal 56 KUHP tentang turut serta melakukan perbuatan pidana dengan ancaman pidana 20 tahun penjara. 

Komentar