Sabtu, 20 April 2024 | 09:03
NEWS

Gelar Perkara Kasus ACT Pekan Depan, Bareskrim Segera Tetapkan Tersangka

Gelar Perkara Kasus ACT Pekan Depan, Bareskrim Segera Tetapkan Tersangka
ACT (Dok act.id)

ASKARA - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri akan melakukan gelar perkara untuk menentukan tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan pengelolaan dana lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Rencananya, proses gelar perkara akan dilakukan pekan depan. 

"Harus dilaksanakan gelar perkara dulu, direncanakan minggu depan," ungkap Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Whisnu Hermawan saat dikonfirmasi awak media, Jakarta, Sabtu (23/7). 

Dalam proses gelar perkara tersebut, kata Whisnu, nantinya penyidik juga akan menghadirkan Propam Polri, Wassidik Polri, Irwasum Polri hingga Kadivkum Polri.

"Banyak (temuan baru), besok Senin saja dengan Karo Penmas," kata dia. Lima orang saksi bakal diperiksa Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri dalam kasus dugaan penyelewengan pengelolaan dana umat lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Sebelumnya, Polri telah memeriksa Presiden ACT Ibnu Khajar dan mantan Presiden ACT Ahyudin. 

Sedangkan tiga orang lainnya dipanggil sebagai saksi yakni, Pengurus ACT/ Senior Vice President Operational Global Islamic Philantrophy Hariyana Hermain.

Kemudian, Novariadi Imam Akbari, selaku sekretaris ACT periode 2009 sampai dengan 2019 dan saat ini sebagai Ketua Dewan Pembina ACT.

Lalu, Syahru Ariansyah Direktur PT Hydro Perdana Retailindo, perusahaan yang terafiliasi dengan ACT. 

Bareskrim mengusut dugaan penyalahgunaan dana bantuan kompensasi untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018. 

Boeing menunjuk ACT sebagai pengelola dana sosial. Semula, dana diperuntukkan untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi para ahli waris korban.

Sebagai kompensasi tragedi kecelakaan, Boeing memberikan dua santunan, yakni uang tunai kepada para ahli waris masing-masing sebesar US$144.500 atau sebesar Rp2,06 miliar dan bantuan non tunai dalam bentuk CSR.

Namun dana yang diberikan diduga dikelola dengan tidak transparan dan menyimpang. Beberapa di antaranya, digunakan untuk kepentingan pribadi para petinggi organisasi filantropi itu.

Dalam mengusut kasus ini, polisi mendalami Pasal 372 jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Komentar