Kisah Ajisaka, Aksara Jawa dan Janji Pemimpin
Alkisah ada seorang raja bernama Ajisaka, yang berasal dari negeri atas angin. Pada suatu ketika ia ingin mengembara ke pulau Jawa bersama dua orang abdinya, yaitu Dora dan Sembada.
Di Pulau Majethi mereka memutuskan untuk beristirahat. Sebelum beranjak melanjutkan perjalanan Ajisaka berkata kepada Sembada, “Sembada, aku menitipkan Pusakaku kepadamu agar kau jaga di pulau ini.
Dan tidak boleh ada orang lain yang mengambilnya, kecuali aku (Raja Ajisaka) sendiri yang datang untuk mengambilnya”.
Lalu, Raja Ajisaka pergi meneruskan pengembaraan ditermani Dora, sementara Sembada tinggal di Pulau Majethi untuk menjaga Pusaka Sang Raja.
Dalam perjalanan, Ajisaka singgah di Kerajaan Medang Kamulan. Di negeri itu ia mendengarkan banyak keluh kesah rakyat yang hidup menderita karena perilaku zalim Raja Dewata Cengkar.
Singkat cerita Ajisaka mendatangi Dewata Cengkar dan mereka pun bertanding sehingga Dewata Cengkar kalah dan terjungkal ke laut, lalu menjadi Buaya dan mati. Kemudian, Ajisaka naik tahta menjadi Raja di Medang Kamulan.
Pada suatu waktu, terlintas dibenak Ajisaka, bahwa ia ingin mengambil segera Pusakanya yang disimpan oleh Sembada di Pulau Majethi. Ia pun menyuruh Dora utuk mengambil Pusaka itu dan mengajak serta Sembada bersama-sama ke Medang Kamulan.
Sesampai di Majethi, Dora mengutarakan maksud kedatangannya, tetapi hal itu ditolak mentah-mentah oleh Sembada. Ia menegaskan, “Bahwa Ajisaka sendiri yang akan datang untuk mengambil Pusaka itu dan tidak boleh ada orang lain yang mengambilnya !”.
Keduanya bersikeras, sama-sama bersikukuh hanya menjalankan perintah Raja Ajisaka. Hingga mereka berduel dan berakhir dengan kematian tragis Dora dan Sembada.
Merasa ada yang tidak beres, Ajisaka bergegas ke Majethi, dan terkejutlah ia mendapati Dora dan Sembada telah menjadi mayat.
Ajisaka sangatlah menyesal, sebab ia lupa akan janji dan perintahnya sendiri, yang pernah ia katakan kepada dua abdi yang sangat setia.
Sebagai bentuk penyesalan, Raja Ajisaka menulis sebait puisi berikut ini (yang kemudian dikenal sebagai Aksara Jawa).
Ha-Na-Ca-Ra-Ka (ada utusan atau abdi)
Da-Ta-Sa-Wa-La (Saling berselisih pendapat)
Pa-Dha-Ja-Ya-Nya (sama-sama sakti)
Ma-Ga-Ba-Tha-Nga (sama-sama menjadi mayat)
Raja Ajisaka pun memohon ampun kepada Tuhan dan mendoakan pula dua abdi setianya, Dora dan Sembada.
Pesan moral dari kisah ini : Seorang pemimpin tidak boleh lalai akan janji dan perintah yang pernah ia katakan. Jika sampai lalai, rakyat akan menjadi korban dan menanggung penderitaan. (Sigit Jati Waluyo)
Komentar