Sabtu, 20 April 2024 | 07:17
NEWS

CSIS Nilai Koalisi Indonesia Bersatu Sangat Strategis, Layak Dapat Perhatian Publik

CSIS Nilai Koalisi Indonesia Bersatu Sangat Strategis, Layak Dapat Perhatian Publik
Koalisi Indonesia Bersatu (Dok DPP Golkar)

ASKARA - Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang diinisiasi oleh Partai Golkar, PAN dan PPP dinilai sangat strategis dan dibutuhkan. 

Apa yang dilakukan KIB juga dinilai sebagai langkah politik yang menarik dan mendapat perhatian publik, khususnya menuju Pemilihan Presiden 2024.

Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dalam Media Briefing: Manuver Koalisi Partai Menjelang Pemilu Presiden menyebutkan, manuver politik pembentukan KIB sebagai koalisi dini, karena terjadi cukup awal.

Peneliti CIS, Arya Fernandes mengatakan, KIB akan mendorong partai-partai lainnya untuk membuat koalisi serupa. Pembentukan koalisi yang lebih awal juga karena ketersediaan banyak calon yang berpotensi sebagai calon presiden pada Pilpres 2024. 

Soliditas koalisi ini diprediksi akan dipengaruhi oleh hasil pemilu legislatif dan presiden dan pada akhirnya akan memengaruhi peta koalisi dalam pilkada.

CSIS memprediksi Pilpres dan legislatif yang akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 akan berlangsung kompetitif dan ketat. Ada tiga hal yang membuat kontestasi politik akbar pada 2024 tersebut akan tersaji sengit. 

“Pertama, jarak elektabilitas di antara tokoh-tokoh populer pada hasil survei cukup dekat. Kedua, masih cairnya koalisi antar partai. Ketiga, tidak adanya petahana dalam pemilu 2024 tersebut,” ungkap Arya Fernandes, dikutip Kamis (9/6).  

CSIS memperkirakan akan adanya perubahan tren dan perilaku partai dalam berkoaliasi. Pasca keberadaan KIB, partai-partai lain diprediksi akan menggabungkan diri dalam koalisi. 

CSIS secara khusus mencermati beberapa dimensi yang dapat dianalisis dari dampak pembentukan KIB yang merupakan koalisi strategis. 

Koalisi ini sudah memenuhi persyaratan dukungan 20 persen pencalonan pasangan presiden dan wakil presiden. Gabungan suara tiga partai tersebut mencapai 25,7 persen.

“Dalam KIB, Golkar, PAN dan PPP memiliki banyak waktu untuk mendiskusikan platform kebijakan yang ingin dibawa pada kontestasi pemilu. Waktu yang cukup lama untuk mengelaborasi kepentingan politik masing-masing partai dan memiliki potensi untuk menciptakan koalisi permanen yang berlandaskan pada ide dan gagasan, setidaknya menuju momen pemilihan,” urai Arya.

CSIS memandang, koalisi dini akan memberikan partai yang tergabung memiliki daya tawar politik bagi calon-calon yang dianggap potensial untuk diajukan dalam kontestasi pilpres.  

Golkar, PAN dan PPP juga memiliki kesempatan dan keleluasaan untuk melakukan uji publik bagi kandidat-kandidat yang dirasa potensial untuk menjadi calon presiden.  

Keberadaan KIB akan mendorong partai-partai lain untuk juga melakukan konsolidasi serupa. Pembentukan lebih dari dua poros politik menjelang 2024 dapat terealisasi.

CSIS mengapresiasi KIB dengan berbagai hal positifnya. Walau demikian, CSIS juga mengingatkan bahwa daya tahan dan soliditas koalisi dini juga dipengaruhi oleh beberapa hal. Di antaranya, adanya power sharing yang terbuka dan adil di antara partai-partai yang berkoalisi. 

“Potensi konflik dapat terjadi apabila elite masing-masing partai anggota tidak dapat memitigasi perbedaan pendapat soal kandidat yang akan diusung,” tutur Arya.

Daya tahan juga dipengaruhi oleh bagaimana KIB mampu merepresentasikan preferensi pemilih untuk memutuskan berkoalisi. Kesalahan dalam memutuskan koalisi akan memengaruhi perolehan suara partai dalam pemilu legislatif.

CSIS juga mengingatkan bagaimana KIB wajib mendisiplinkan kader dari masing-masing partai untuk mendukung kandidasi dari calon yang disepakati akan menjadi tantangan tersendiri. 

"Berkaca pada pengalaman politik sebelumnya, sering terjadi perpecahan dukungan dalam satu partai terhadap kandidat-kandidat yang maju dalam kontestasi pilpres,” kata Arya.

CSIS mengingatkan agar menteri-menteri yang berada dalam kabinet pemerintah perlu untuk tetap fokus menjalankan kinerja sampai selesai periode Jokowi.

Komentar