Sabtu, 20 April 2024 | 17:56
NEWS

Di Halal Bi Halal ISPIKANI, Prof. Rokhmin Dahuri: Muslim Wajib Ciptakan Ekosistem Kehidupan Kondusif

Di Halal Bi Halal ISPIKANI, Prof. Rokhmin Dahuri: Muslim Wajib Ciptakan Ekosistem Kehidupan Kondusif
Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS

ASKARA – Takwa adalah mengerjakan semua perintah Allah SWT, dan menjauhi setiap larangan-Nya. Sesuai kapasitas dan otoritas masing-masing muslim/muslimah, setiap muslim/muslimah wajib menciptakan ekosistem kehidupan yang kondusif bagi muslim/muslimah beriman dan bertakwa; dan sebaliknya menciptakan ekosistem kehidupan yang membuat orang berbuat maksiat dan dosa.

Demikian dikatakan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS pada acara Halal Bi Halal ISPIKANI (Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia) secara daring, Kamis, 26 Mei 2022. Prof. Rokhmin menjelaskan, perintah Allah itu bukan hanya ibadah mahdhah (salat, ibadah haji, dzikir, dan membaca Al-Qur’an); tetapi juga ibadah ghaira mahdhah (hablum minnas).

“Seperti menuntut dan menguasai IPTEK, jujur, berkerja keras, menyayangi sesama makhluk, dan amal saleh muamalah lainnya,” ujar Prof. Rokhmin Dahuri dalam paparannya berjudul “Refleksi Ramadhan Dan Kebangkitan Perikanan Nasional” itu.

Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia menerangkan Indikator Orang Takwa dalam Alquran Surat Al-Baqarah ayat 3 - 4, artinya “(Orang taqwa adalah) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Dan, mereka yang beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin adanya hari akhirat.”

Kemudian dijelaskan dalam Alquran Surat Ali-Imran ayat 134, “(Yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan.”

Sedangkan Indikator Tauhid Orang Taqwa yaitu: 1. Beriman kepada yang gaib; 2. Beriman kepada Al-Qur’an dan Kitab-Kitab Allah yang diturunkan sebelumnya (Zabur, Taurat, dan Injil); 3. Beriman kepada kehidupan akhirat; 4. Menegakkan salat.

Selain itu, Indikator Akhlak Orang Takwa antara lain: 1. Gemar menyedekahkan sebagian hartanya dalam kondisi senang ataupun sulit; 2. Mampu menahan dan mengendalikan amarah (sabar); 3. Memaafkan kesalahan orang lain; 4. Jujur, Amanah, Fathonah, dan Tabligh; 5. Disiplin; 6. Kerja keras dan professional; 7. Mencintai dan menguasai IPTEK.

Dalam kesempatan tersebut, Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2020 – 2024 itu mengungkapkan, bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-3 sebagai negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi tertinggi (terburuk) di dunia.

Menurut laporan Credit Suisse’s Global Wealth Report 2019, 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 44,6% kue kemakmuran secara nasional, sementara 10% orang terkaya menguasai 74,1%. “Kekayaan 4 orang terkaya (US$ 25 M = Rp 335 T) sama dengan total kekayaan 100 juta orang termiskin (40% penduduk) Indonesia (Oxfam, 2017),” jelasnya.

Dari 2005 – 2014, sambungnya, 10% orang terkaya Indonesia menambah tingkat konsumsi mereka sebesar 6% per tahun.  Sementara, 40% rakyat termiskin, tingkat konsumsinya hanya tumbuh 1,6% per tahun.  Bahkan pada 2014, total konsumsi dari 10% penduduk terkaya setara dengan total konsumsi dari 54% penduduk termiskin (Bank Dunia, 2014).

“Sekitar 0,2% penduduk terkaya Indonesia menguasai 66% total luas lahan nasional (KPA, 2015). Bahkan sekarang 175 juta ha (93% luas daratan Indonesia) dikuasai oleh para konglomerat (korporasi) nasional dan asing (Institute for Global Justice, 2016),” kata Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu.

Selanjutnya, Prof Rokhmin Dahuri menjabarkan, pertumbuhan ekonomi dan kontribusi PDRB menurut Pulau, Triwulan I dan II-2021 masih di dominasi oleh kelompok Provinsi Pulau Jawa yang memberikan kontribusi terhadap PDB TW-1 sebesar 58,70% dan TW-2 sebesar 57 %.

Sementara itu, klasifikasi negara berdasarkan indeks pencapaian teknologi, Indonesia juga masih berada di kelas ketiga atau kategori Technology Adoptor Countries menduduki peringkat-99 dari 167 negara. Indonesia juga menduduki peringkat ke-3 sebagai negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi tertinggi (terburuk) di dunia.

“Menurut laporan Credit Suisse’s Global Wealth Report 2019, 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 44,6 persen kue kemakmuran secara nasional, sementara 10 persen orang terkaya menguasai 74,1 persen,” kata Prof. Rokhmin Dahuri.

Disamping itu, sambungnya, produktivitas bangsa Indonesia rendah. Hal ini tercermin pada TFP (Total Factor Productivity) yang rendah pula.  TFP menggambarkan tingkat produktivitas perekonomian suatu bangsa.

“TFP adalah  total output/total input faktor produksi. Berdasarkan data Bank Dunia, pada 2019, TFP di ASEAN, Singapura di peringkat-1 (1,51) diikuti Malaysia (1,23), Thailand (1,09), Kamboja (0,78), Laos (0,76), dan Indonesia (0,7). Pada 2017-2019,indeks daya saing Indonesia semakin menurun, hingga 2019 diurutan ke-50 dari 141 negara, atau peringkat ke-4 di ASEAN. Sedangkan Indeks Pembangunan Manusia hingga 2019, Indonesia berada diurutan ke-107 dari 189 negara, atau peringkat ke-6 di ASEAN,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan era Kabinet Gotong Royong itu.

Mengutip data UNCTAD dan UNDP, Prof. Rokhmin mengemukakan, implikasi dari rendahnya kualitas SDM, kapasitas riset, kreativitas, inovasi, dan entrepreneurship adalah proporsi ekspor produk manufaktur berteknologi dan bernilai tambah tinggi hanya 8,1 persen; selebihnya (91,9 persen) berupa komoditas (bahan mentah) atau SDA yang belum diolah. Sementara, Singapura mencapai 90 persen, Malaysia 52 persen, Vietnam 40 persen, dan Thailand 24 persen.Total potensi ekonomi sebelas sektor Kelautan Indonesia: US$ 1,4 triliun/tahun atau 7 kali lipat APBN 2021 (Rp 2.750 triliun = US$ 196 miliar) atau 1,2 PDB Nasional 2020.

“Jika ingin menjadi bangsa maju, adil-makmur, dan berdaulat,  Indonesia harus mampu memproduksi barang dan jasa (goods and services) berupa pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, transportasi, rekreasi, dan energi untuk memenuhi kebutuhan nasional  maupun ekspor secara berkelanjutan. Secara potensial, mestinya bangsa Indonesia mampu untuk melakukan hal tersebut,” tegas Wakil Ketua Dewan Pakar MN KAHMI itu.

Kemudian, Prof Rokhmin Dahuri mengatakan, untuk lapangan kerja 45 juta orang atau 30% total angkatan kerja Indonesia. Pada 2018 kontribusi ekonomi kelautan bagi PDB Indonesia sekitar 10,4%.  Negara-negara lain dengan potensi kelautan lebih kecil (seperti Thailand, Korsel, Jepang, Maldives, Norwegia, dan Islandia), kontribusinya > 30%. 

Trend produksi perikanan tangkap Indonesia terus meningkat dibanding negara produsen utama lainnya. Sejak 2009, Indonesia menjadi produsen akuakultur terbesar ke-2 di dunia setelah Tiongkok.

Dan ternyata, Ikan merupakan salah satu pilihan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani dengan kontribusi mencapai >50% dari seluruh protein hewani yang dikonsumsi penduduk Indonesia. Periode 2015-2020, angka konsumsi ikan nasional terus meningkat, rata-rata 6,5% per tahun. Selanjutnya, Periode 2017-2021, capaian volume produk olahan hasil perikanan terus meningkat, rata-rata 3,73% per tahun.

Sementara konsumsi ikan per kapita terbesar berada di Prov. Sultra (77,05 kg) dan terendah di Prov. DIY (33,32 kg). “Trend ekspor dari tahun ke tahun terus meningkat, pada tahun 2020 kita mencapai US$ 5,20 miliar,” katanya.

Di era dunia yang ‘highly interconnected’ (berkat teknologi transportasi, komunikasi, dan digital) dan Globalisasi; bangsa-bangsa yang maju, makmur, dan berdaulat adalah mereka yang mampu membangun perekonomiannya berbasis pada keunggulan kompetitif (competitive advantages) (Porter, 2007; Stiglitz, 2002; dan Krugman, 2018). Keunggulan kompetitif akan lebih mudah, murah, dan cepat dibangun atas dasar keunggulan komparatif (comparative advantage) yang dimiliki suatu negara-bangsa (Porter, 2007).

Namun, meski demikian menurut Prof. Rokhmin Dahuri, Indonesia memiliki modal dasar pembangunan yaitu Jumlah penduduk 270 juta orang (terbesar keempat di dunia) dengan jumlah kelas menengah yang terus bertambah, dan dapat bonus demografi dari 2020 – 2040 dimana hal tersebut merupakan potensi human capital (daya saing) dan pasar domestik yang luar biasa besar. Kemudian potensi Kaya Sumber Daya Alam (SDA) baik di darat maupun di laut

“Posisi geoekonomi dan geopolitik yang sangat strategis, dimana 45% dari seluruh komoditas dan produk dengan nilai 15 trilyun dolar AS/tahun dikapalkan melalui ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) (UNCTAD, 2012).  Sebagai contoh Selat Malaka (ALKI-1) merupakan jalur transportasi laut terpadat di dunia, 200 kapal/hari,” ungkapnya.

Karena, tegasnya, kondisi alam dan posisi geoekonomi, Agro-Maritim merupakan keunggulan komparatif Indonesia, yang dengan sentuhan inovasi IPTEKS, Manajemen modern, dan kebijakan politik ekonomi yang tepat dan benar dapat ditransformasi menjadi keunggulan kompetitif sekaligus sebagai prime mover pembangunan ekonomi yang produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, dan berkelanjutan (sustainable) menuju Indonesia Emas 2045.

“Pada tataran ekonomi mikro (perusahaan), keunggulan kompetitif tercermin pada kemampuan perusahaan tersebut dalam menghasilkan barang dan jasa (goods and services) yang berdaya saing: (1) kualitasnya unggul (top quality), (2) harganya relatif murah, dan (3) volume produksinya dapat memenuhi kebutuhan konsumen (pasar) domestik maupun ekspor setiap saat secara berkelanjutan,” kata Honorary Ambassador of Jeju Islands dan Busan Metropolitan City, South Korea itu.

Selanjutnya, Prof Rokhmin Dahuri yang juga member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany menyampaikan 5 program pengembangan usaha ekonomi perikanan untuk kesejahteraan rakyat Quick Wins (2022 – 2024) antara lain:

1.Pengembangan Satu Unit Bisnis Budidaya Udang Vaname dengan teknologi Kolam Bundar Material HDPE di setiap Kabupaten/Kota Pesisir, dengan modal usaha Rp 8 milyar/Unit Bisnis.

2.Pengembangan Bisnis Budidaya Perikanan di perairan laut, payau, dan darat dengan komoditas (spesies) sesuai potensi lokal di setiap Kabupaten/Kota.

3.Pengembangan KUB (Kelompok Usaha Bersama), Koperasi atau Lembaga Bisnis lainnya, dengan bisnis utama (core business): (1) menjual sarana produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya; dan/atau (2) membeli ikan hasil tangkapan nelayan dan ikan hasil budidaya , mengolah dan mengemas (processing and packaging), dan memasarkan nya.  Minimal 1 unit KUB di setiap Kabupaten/Kota.

4.Penggunaan Aplikasi Fishon untuk Nelayan sesuai permintaan, dan terintegrasi serta marketingnya.

5.Mendorong Pemerintah dan PEMDA untuk melaksanakan kebijakan dan program pembangunan baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya.

Komentar