Memahami Keaslian Seseorang
Nassim Nicholas Taleb, pakar math/stats Amerika Serikat berdarah Lebanon menuliskan, "Anda tidak akan memahami keaslian seseorang saat keadaan normal. Amati ketika keadaan genting".
Itu sarannya dalam black swan theory. Amati misalnya ketika saham jatuh, dia panik tidak.
Demikian halnya soal kesimpulan soal prahara sosial/politik/ekonomi. Analogi itu dimainkan Taleb. Amati hal-hal yang tertutup sekecil apapun itu. Jangan luputkan faktor sekecil apapun meski situasi sedang nornal. Lihat fenomena, ada tidak faktor kecil yang bisa mengarah pada krisis sosial politik atau ekonomi.
Namun sayang, umumnya orang abai. Umumnya orang ignorant. Betapa egonya, bahkan orang judge the book karena sampul buruk.
Taleb menyebutkan, jika sikap abai itu terjadi pada para pakar sosial politik, menyimpulkan sesuatu tanpa kesaksamaan, maka itu masuk kategori penipuan intelektual besar. Jangan bersandar pada bell curve semata, pesan Taleb. Hal kecil, diwakili deviasi itu, bisa merunyamkan the averages.
Bell curve, mirip bentuknya seperti lonceng. Ada kurva ekstrem atau sisi lonceng di kiri dan di kanan. Ada deviasi, yang porsinya lebih kecil dari kurva di posisi tengah, median (rata-rata).
Namun menarik postulatnya, terkait pemantauan perilaku seseorang. Akan ketahuan keasliannya pada situasi tak normal sedang menimpa seseorang itu. Taleb tidak melanjutkan, bagaimana tindak lanjut setelah mengenal seseorang.
Jadi teringat frasa, "I am A Saviour!" Menyelamatkan dunia dari black minds, bukan black swan theory. Menyelamatkan sisi kiri dan kanan bell curve.
Menerima mencerna dan melakoni apapun yang ditugaskan, regardless the blacks. Bukan manusia jika tak memiliki beban. "It is not a truly life jika tidak memanggul cross," kata Mgr AB Subianto.
Komentar