Jumat, 26 April 2024 | 08:32
NEWS

Soal Oligarki di Tubuh Militer Indonesia, Pengamat: Pihak yang Berpengaruh Buat Bintang Seseorang Jadi Cemerlang

Soal Oligarki di Tubuh Militer Indonesia, Pengamat: Pihak yang Berpengaruh Buat Bintang Seseorang Jadi Cemerlang
Dok Istimewa

ASKARA - Oligarki adalah struktur kekuasaan yang terdiri dari beberapa individu elite, keluarga atau perusahaan yang diizinkan untuk mengontrol suatu negara atau organisasi.

Melansir Thoughtco, "Oligarki" berasal dari kata Yunani "oligarkhes", yang berarti "sedikit yang memerintah".

Jadi, oligarki adalah struktur kekuasaan yang dikendalikan oleh sejumlah kecil orang, yang dapat terkait dengan kekayaan, ikatan keluarga, bangsawan, kepentingan perusahaan, agama, politik atau kekuatan militer.

Semua bentuk pemerintahan, seperti demokrasi, teokrasi dan monarki dapat dikendalikan oleh oligarki.

Adanya konstitusi atau piagam formatif serupa tidak menghalangi kemungkinan oligarki memegang kendali yang sebenarnya atas pemerintahan.

Demikian pemaparan pengamat militer dan pertahanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi.

Fahmi mengatakan, situasi yang sedang terjadi dalam lembaga militer di Indonesia, pihak yang berpengaruh bisa membuat bintang seseorang bisa cemerlang.

"Kalau soal mertua (Jenderal Andika, Jenderal Dudung, Mayjen Maruli), ya itu hanya salah satu faktor saja. Karena bagaimanapun dalam realitas ketimuran kita, soal bibit, bebet dan bobot selalu jadi pertimbangan," ujar Khairul Fahmi, Senin (25/4).

Yang menjadi viral dan diperbincangkan di masyarakat, kata Khairul, adanya peran dari pihak-pihak yang berpengaruh sedang mendesain.

Sepanjang proporsional dan tak mengabaikan kapabilitas personal maupun aturan main maka pihak yang mempengaruhi masih bisa dipahami.

Karena pada dasarnya para pemimpin, para tokoh pasti mempunyai kriterianya sendiri juga dalam memilih menantu.

"Seperti kyai, tentu berharap punya menantu santri yang cakap dan menonjol, yang dapat diproyeksikan akan membanggakan di kemudian hari," paparnya.

Khairul mengakui soal adanya oligarki memang menjadi masalah yang serius. Karena hampir semua sektor di negara Indonesia ada peran oligarki.

Hal ini tentu menjadi ancaman bagi sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Untuk menghindari oligarki maka kuncinya ada di pusat kekuasan.

"Sepanjang para oligark diberi ruang, ya akan selalu terbuka peluang bagi mereka untuk mengambil peran signifikan alias cawe-cawe," katanya.

Ditambah dengan masih kuatnya praetorianisme di kalangan militer yang dipantik juga oleh kegenitan rezim dan para politisi.

"Ya, sulit untuk menghilangkan peran dan pengaruh oligarki, di tubuh militer sekalipun. Ini yang memprihatinkan," tandasnya.

Pengamat politik dari Universitas 17 Agustus 45 (Untag), Fernando Emas mengakui, belakangan ini memang sangat kentara pengangkatan beberapa petinggi di TNI terkesan sangat tidak mengedepankan profesionalitas.

Para petinggi militer diangkat karena hubungan kekerabatan dan keluarga dengan para petinggi negeri atau yang memiliki kedekatan dengan penguasa.

Seperti pengangkatan Andika sebagai Panglima TNI yang terkesan sangat dipaksakan karena menantu Hendro Priyono, yang dekat dengan Presiden Jokowi dan Megawati.

Begitupula pengangkatan Dudung Abdurachman yang dianggap kedekatan dengan salah satu partai penguasa.

Maruli Simanjuntak yang sudah diprediksi disiapkan menjadi Pangkostrad dan juga disiapkan menjadi Kepala Staf Angkatan Darat menggantikan Dudung Abdurachman.

Kabarnya, bahkan dipersiapkan sebagai Panglima TNI karena sebagai menantu Luhut Binsar Pandjaitan.

"Sehingga sangat wajar kalau banyak pihak menganggap bahwa oligarki menguasai TNI dalam menentukan jabatan penting dan strategis," jelasnya.

Fernando menilai, dengan adanya oligarki di militer maka dampaknya sangat minim prestasi, seperti Andika yang sampai saat ini masih belum berhasil dan gagal dalam menyelesaikan persoalan KKB di Papua.

Bahkan sejak kepemimpinan Andika sebagai Panglima, KKB menewaskan warga sipil dan TNI. Karena, kata dia, Andika memang tidak memiliki kemampuan dan strategi untuk menyelesaikan persoalan Papua.

"Dampak dari oligarki di TNI merusak reformasi TNI yang dibangun sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru," ujarnya.

Pengangkatan yang bukan mengedepankan profesionalitas.

"Akhirnya hanya untuk kepentingan ambisi pribadi sehingga institusi berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan pribadi," tandasnya.

Komentar