Senin, 20 Mei 2024 | 05:46
NEWS

KPK Duga Bupati Nonaktif Langkat Tentukan Nilai Fee Proyek untuk Para Kontraktor

KPK Duga Bupati Nonaktif Langkat Tentukan Nilai Fee Proyek untuk Para Kontraktor
Jubir KPK, Ali Fikri (Dok Istimewa)

ASKARA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa enam saksi untuk mendalami kasus dugaan pengadaan barang dan jasa yang menjerat Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin, Senin (7/3). 

Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Bidang Penindakan, Ali Fikri mengatakan, seluruh saksi yang dipanggil menghadiri pemeriksaan.

"Dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan adanya pertemuan para saksi dengan tersangka TRP (Terbit Rencana Perangin Angin)," kata Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa (8/3). 

Keenam saksi itu, yakni Plt Kepala Dinas PUPR Langkat, Sujarno; Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Langkat, Deni Turio; pejabat pengadaan Dinas PUPR Langkat, Agung Supriadi; Kepala Bagian ULP Setda Langkat, Suhardi; mantan Kasubbag pengelolaan pengadaan barang dan jasa (PBJ) Langkat, Yoki Eka Prianto; dan Kasubbag pengelolaan PBJ Langkat, Wahyu Budiman.

KPK menduga, pertemuan itu membahas harga untuk memenangkan proyek di Langkat. Namun, Ali tidak merinci lebih lanjut isi percakapan dalam pertemuan itu.
 
"Dalam beberapa kesempatan pertemuan tersebut diduga ada perintah tersangka TRP untuk menentukan nilai fee proyek bagi para kontraktor yang berkeinginan untuk dimenangkan dalam pelaksanaan proyek di Kabupaten Langkat," ungkap Ali.
 
Diketahui, KPK menetapkan enam tersangka dalam operasi senyap di Langkat. Mereka, yakni Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin, pihak swasta Muara Perangin Angin, Kepala Desa Balai Kasih Iskandar, kontraktor Marcos Surya Abdi, Kontraktor Shuhanda, Kontraktor Isfi Syahfitra.

Muara disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Sementara itu, Terbit, Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Komentar