Kamis, 16 Mei 2024 | 18:05
OPINI

KRH Gus Ripno: Kanjeng Ratu Kidul Istri Spiritual Raja Jawa

KRH Gus Ripno: Kanjeng Ratu Kidul Istri Spiritual Raja Jawa

Oleh : KRH Gus Ripno Waluyo, SE., SP.d., S.H., C.NSP., C.CL

Legenda Jawa dari abad ke-16 menyatakan Kanjeng Ratu Kidul merupakan pelindung dan pasangan spiritual Panembahan Senapati sebagai pendiri Kerajaan Mataram, maupun keturunannya, baik di Keraton Kanjeng Ratu Kidul atau Keraton Kasunanan Surakarta Surakarta (Solo) maupun Yogyakarta.

Kedudukannya berhubungan dengan Merapi-Keraton-Laut Selatan yang berpusat di Keraton Surakarta dan Yogyakarta.

Kalau menurut sejarahnya, saat itu Panembahan Senopati melakukan tapa di pantai Parang Kusumo atau Pantai Selatan, yang terletak di selatan kediamannya di Kota Gede Yogyakarta.

Dalam pertapaannya terjadi fenomena supranatural yang mengganggu kerajaan di Laut Selatan.

Mengenai legenda Kanjeng Ratu Kidul, pada awalnya pangeran Panembahan Senopati berkeinginan untuk mendirikan sebuah kerajaan baru, yaitu Kesultanan Mataram, untuk melawan kekuasaan Kesultanan Pajang.

Sang Ratu dilamar oleh Panembahan Senopati untuk menjadi pasangan spiritualnya serta menjadi pelindung spiritual bagi kerajaan. Bahkan nantinya sang Ratu juga akan menjadi pasangan spiritual semua Raja keturunan Mataram.

Sang Ratu sebagai penguasa Laut Selatan datang untuk melihat siapa yang menyebabkan gangguan di kerajaannya.

Saat melihat pangeran yang tampan, ia jatuh cinta dan meminta Panembahan Senopati untuk menghentikan tapanya. Sebagai gantinya, ia bersedia membantu mendirikan kerajaan yang baru.

Saat itu PB IX mau bertapa di panggung Sangga Buwana (bagunan berbentuk seperti menara, di dalam Keraton, yang digunakan Raja bertemu dengan Ratu Kidul), tapi calon putra mahkotanya yang berumur 3 tahun ikut.

Saat pertemuan raja dan Ratu Kidul, tiba-tiba putra raja hendak terjatuh. Namun bisa diselamatkan oleh Ratu Kidul. Saat menyelamatkan tersebut, ratu memanggil anak tersebut dengan sebutan "anakku". Sejak itulah anak tersebut benar-benar dianggap sebagai anak sendiri oleh Ratu Kidul dan dijadikan putra mahkota di keraton. Kalau di Keraton Surakarta Kanjeng Ratu menjadi istri Raja Paku Buwono(PB) I sampa IX. Mulai PB X sudah tidak lagi.

Ratu Kidul sudah tidak menjadi istri spiritual Raja Surakarta lagi. Saat anak tersebut diangkat menjadi raja PB X, ia menjadi raja yang berjaya di nusantara. Dari PB X hingga PB XIII saat ini mitos Ratu Kidul sebagai istri spiritual Raja Surakarta semakin menghilang, Kanjeng Ratu Kidul masih sering hadir dalam momen-momen tertentu.

Menurut kepercayaan di kalangan keraton, tari tari Bedaya Ketawang digelar setiap tahun, yang dipercaya sebagai persembahan kepada Kanjeng Ratu Kidul. Tarian tersebut hanya digunakan dalam upacara ritual Tingalan Dalem Jumenengan yang diselenggarakan keraton kasunanan Surakarta Hadiningrat, merupakan sebuah upacara ritual adat istiadat keraton untuk memperingati hari ulang tahun penobatan kenaikan Tahta Susuhunan Paku Buwono yang diadakan setahun sekali.

"Percaya atau tidak percaya silahkan, beliau itu pasti rawuh (hadir) setiap ada ritual yang menggunakan sajian tari sakral "Bedaya Ketawang". Dalam tarian tersebut ada 9 penari, salah satu pasti akan menyatu, didatangi Kanjeng Ratu. Akan terlihat auranya, tariannya juga pasti beda dengan penari yang lain. Lebih lembut, lemas dan luwes, dan sangat menjiwai. Karena tarian itu konon diciptakan sendiri oleh Kanjeng Ratu Kidul."

Upacara Tingalan Dalem Jumenengan merupakan upacara adat yang sangat disakralkan yang diyakini memiliki makna penting oleh kerajaan yang masih mempunyai garis darah dengan dinasti Mataram. Tarian Bedhaya Ketawang adalah sebuah tarian "mistik" yang menggambarkan tentang cinta kasih atau hubungan batin antara raja-raja dinasti Mataram dan penerusnya dengan penguasa Laut Selatan atau yang lebih dikenal dengan Kanjeng Ratu Kidul.

Namun ada beberapa sumber yang mengatakan bahwa tarian Bedhaya Ketawang adalah tarian yang mengisahkan siklus kehidupan manusia dari lahir, hidup, mati hingga alam keabadian. Tarian Jawa klasik ini diperagakan oleh 9 penari putri yang belum menikah atau yang masih perawan.

*) Tokoh Spiritualis Kota Malang, Pangarsa Prajurit Sinuhun Panembahan Agung KGPH Tedjowulan, Advokat Peradi Perjuangan

Komentar