Minggu, 28 April 2024 | 21:07
NEWS

Soal Erupsi Gunung Semeru, Begini Penjelasan Lengkap Pakar Geologi ITS

Soal Erupsi Gunung Semeru, Begini Penjelasan Lengkap Pakar Geologi ITS
Gunung Semeru (Dok superadventure.co.id)

ASKARA - Pakar Geologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), M Haris Miftakhul Fajar menyoroti awan panas guguran Gunung Semeru. 

Dia melihat, guguran material itu sebagian besar adalah akumulasi hasil erupsi di hari-hari sebelumnya. Menurutnya, rekaman aktivitas seismik Gunung Semeru saat itu diketahui tidak menunjukkan adanya gempa karena erupsi yang besar. 

Namun, kata Dosen Departemen Teknik Geofisika itu, data seismisitas terekam aktivitas guguran yang meningkat tajam dan gempa erupsi intensitas kecil.

Berdasar data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), sudah terjadi peningkatan aktivitas vulkanik berupa gempa erupsi Gunung Semeru sejak November lalu. 

"Bersamaan dengan adanya peningkatan aktivitas erupsi, terindikasi pula adanya peningkatan jumlah material vulkanik yang terkumpul di sekitar kawah," kata Haris, Kamis (9/12). 

Haris mengatakan, penumpukan jumlah material di tudung Gunung Semeru mengakibatkan puncak semakin tinggi. Di sisi lain, ketidakstabilan lereng juga bertambah. 

“Apalagi, material erupsi keluaran Gunung Semeru masih berupa material vulkanik yang tidak terkonsolidasi,” ujarnya.

Menurut Haris, karakteristik material itu sangat mudah tergerus dan dapat mengakibatkan terjadinya runtuhan. Apalagi, cuaca ekstrem di akhir tahun 2021 pengukuhannya semakin meningkat.

Sehingga, saat hujan deras pada Sabtu (4/12) guguran material vulkanik berdampak sangat masif di beberapa lereng Gunung Semeru.

"Hal ini terlihat dari adanya hujan abu yang disertai awan panas guguran," ucapnya. 

Masyarakat malah cenderung tidak merasakan getaran gempa saat erupsi Gunung Semeru karena magnitudonya kecil. 

Getaran itu ditangkap seismograf. Datanya juga berhasil mendeteksi seismisitas akibat erupsi pada pukul 14.50 WIB di hari yang sama dengan amplitudo maksimum 25 mm dan durasi 5.160 detik. 

"Erupsi itu terjadi pada skala kecil, dengan getaran seismisitas tidak terlalu dirasakan warga,” imbuhnya.

Meski material runtuhan sebagian besar dari endapan material vulkanik dan erupsi sebelumnya serta bukan material yang baru keluar akibat erupsi besar, tetapi tetap menyimpan panas dengan suhu tinggi. 

“Panas itu masih ada karena ketebalan endapan material yang masif,” jelasnya. 

Selain itu, sejak awal material keluar dari perut bumi, panasnya mencapai 300-700 derajat celsius. Sehingga, saat endapan material vulkanik runtuh, awan panas bersuhu sekitar 200-400 derajat celsius masih terdapat lahar hujan yang panas.

Haris menyebut bahwa Gunung Semeru adalah gunung api yang biasa mengeluarkan gas beserta material vulkanik setiap 30-60 menit dengan letusan berintensitas kecil. 

Hal itu yang membedakan Gunung Semeru dengan gunung api lain, seperti Gunung Merapi atau Gunung Kelud. 

“Semeru jarang meletus dalam skala besar karena secara teratur menyalurkan tekanan dan material vulkaniknya dari dalam dapur magma ke permukaan bumi,” kata dia. 

Hal itu bisa dibilang keuntungan karena pengumpulan tekanan besar di dalam dapur magma dapat sedikit dihindari. 

Erupsi yang terjadi di Gunung Semeru pascaguguran vulkanik terjadi dan tekanan bagian penutup berkurang, masih berlangsung pada erupsi skala kecil. 

"Hal itu menunjukkan tekanan dan material di dapur magma Gunung Semeru tidak terlalu besar," tuturnya. 

Meski begitu, karakter itu harus diwaspadai karena material erupsi hanya terkumpul di sekitar kawasan puncak. 

"Sewaktu-waktu longsoran akan mudah terjadi, apabila telah mencapai batas ketidakstabilan lereng,” pungkas Haris. (jpnn)

Komentar