Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:33
JAYA SUPRANA

Paradoksa DPR

Paradoksa DPR
Gedung DPR/MPR RI (Dok Istimewa)

Sebagai warga Indonesia saya merasa bangga bahwa Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga tertinggi Republik Indonesia memiliki gedung yang megah dengan arsitektur cukup menggetar sukma. 

Namun di balik tabir gemerlap kemegahan itu, pada hakikatnya lembaga dengan sebutan akronim DPR itu dirundung berbagai paradoksa. 

Paradoksa

Paradoksa Pertama: kepanjangan akronim DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat namun pada kenyataan lebih sering berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Parpol. 

Paradoksa Kedua: di alam demokrasi agar dipilih oleh rakyat maka wajar apabila pada masa pemilu para calon anggota DPR mengobral janji manis. Namun setelah berhasil dipilih oleh rakyat untuk duduk di kursi DPR langsung terpapar virus Amnesia sehingga total lupa segenap janji manis yang diobral pada masa kampanye pemilu. 

Selaras dengan makna pragmatis di dalam peribahasa habis manis sepah dibuang. Habis pemilu, rakyat dilupakan. 

Paradoksa Ketiga lazimnya posisi serta gaji seorang wakil berada di bawah gaji yang diwakili namun pada DPR terbalik. Yang diwakili harus puas dengan Upah Mininum sambil bermukim di kos-kosan yang setiap saat terancam digusur sambil tidak punya mobil sementara yang mewakili tidak puas upah minimum maka menuntut upah maksimal plus segenap fasilitas mulai dari mobil sampai ke rumah dinas. 
Maka muncul lagu anak-anak dengan teks jenaka tentang DPR dan rakyat: DPR naik mobil, rakyat jalan kaki/DPR makan sate, rakyat makan tempe/DPR numpuk utang, rakyat yang bayar. 

Paradoksa Keempat: rakyat tidak bisa setiap saat bisa berjumpa dengan para wakil rakyat di gedung megah DPR. Saya saksi hidup ketika di bawah terik siar matahari mengantar para ulama Jawa Tengah harus bersimpah peluh dengan sudah payah menembus kubu-kubu petugas sekuriti sambil bawa perisai dan pentungan yang di pintu gerbang kawasan DPR gigih menghalangi jangan sampai rakyat bisa menghadap para wakil rakyat yang duduk nyaman di dalam ruang berAC di dalam gedung megah DPR. 

Gus Dur

Maka tidaklah heran Gus Dur begitu antipati terhadap DPR sehingga gemar merongrong DPR dengan hasil diri Gus Dur dilengserkan dari tahta kepresiden Republik Indonesia. 

Meski saya adalah seorang cantrik yang senantiasa manut Gus Dur namun pada suatu saat saya sempat keras melawan Gus Dur ketika beliau bersikeras menyamakan para anggota DPR dengan para murid Taman Kanak-Kanak. Saya sangat tidak setuju TK disamakan dengan DPR karena anak-anak TK masih polos, jujur serta tidak korup. 

Komentar