Selasa, 23 April 2024 | 14:36
NEWS

Advokat Yan C Warinussy: Revisi UU Otsus Papua Terkesan "Dipaksakan"

 Advokat Yan C Warinussy: Revisi UU Otsus Papua Terkesan
Advokat Yan Christian Warinussy, SH (dok)

ASKARA - Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua saat ini, sedang dikerjakan secara "tergesa-gesa" oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Sementara prakarsanya datang dari Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). 

"Saya melihat bahwa revisi yang terkesan sedang "dipaksakan", ini justru sangat bertentangan dengan amanat Pasal 77 Undang-Undang (UU) Otsus Papua," kata pemerhati Papua yang juga advokat ternama Yan Christian Warinussy, SH kepada wartawan, lewat media sosial, Kamis (8/7/2021) sore. 

Sebab, menurut Yan, di dalam Pasal 77 disebutkan dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) kepada DPR atau Pemerintah sesuai dengan peraturan UU. 

Itu artinya menurut ketatabahasaan hukumnya bahwa yang memiliki kewenangan mengajukan usulan perubahan dan atau revisi, adalah rakyat Papua melalui MRP dan DPRP. 

"Oleh sebab itu, dalam beberapa kesempatan saya sebagai advokat dan pembela hak asasi manusia (HAM) mengusulkan agar perlu dipenuhi terlebih dahulu amanat Pasal 78 UU Otsus Papua, yaitu dilakukannya evaluasi terhadap berlakunya UU Otsus Papua tersebut, sepanjang 20 tahun sejak 21 November 2001 hingga kini," ujar dia menegaskan.

Pasalnya, pada setiap BAB dari 21 BAB dan 79 pasal di dalam UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus Bagi Provinsi Papua tersebut, semestinya dibedah dan dikaji secara terbuka oleh rakyat Papua, pemerintah daerah di Tanah Papua (Papua dan Papua Barat) serta MRP dan MRPB maupun DPRP dan DPR PB serta pemerintah pusat dan DPR RI maupun DPD RI. 

"Semua mesti terlibat dalam evaluasi tersebut, untuk menemukan jawaban atas pertanyaan mendasar gagal atau berhasilnya Otsus Tanah Papua sebagai sebuah kebijakan negara yang diundangkan sebagai sebuah instrumen hukum selama 20 tahun terakhir ini," ucap advokat yang jeli melihat kasus.

Sekaligus untuk menjawab pertanyaan apakah masih layak kebijakan Otsus diberlakukan di Tanah Papua? Ataukah sudah dapat ditingkatkan sebagai sebuah bentuk lain, seperti 'one state and two system' (satu negara dengan dua sistem), dimana Tanah Papua memperoleh status yang lebih dari sekedar diberi otonomi khusus. 

"Hanya dengan evaluasi sajalah saya yakin langkah menuju kepada perubahan atau revisi yang komprehensif dapat dicapai bersama," tandasnya.

Komentar