Menengok Bali Setelah Setahun Corona
ASKARA - Terakhir melakukan solo touring jarak jauh Surabaya-Jakarta pada September 2019, setelahnya tiba-tiba semua rencana harus terhenti dengan tibanya corona (Covid-19) pada awal Maret 2020. Akhirnya hanya bisa jalan-jalan paling jauh ke Jawa Tengah.
Setelah setahun berlalu, berkaitan dengan urusan pekerjaan maka tanggal 18 Maret 2021 saya solo touring kembali dengan tujuan Pulau Bali, tentunya dengan persiapan yang lebih dari biasanya.
Kali ini berangkat dari Kota Mojokerto, Jawa Timur melalui Kota Bangil, Pasuruan, Probolinggo, Kraksan, Besuki, Situbondo dan lanjut Banyuwangi menuju penyeberangan Ketapang.
Sekitar Pukul 09.00 WIB perjalanan saya mulai, sepanjang jalan boleh dikata sepi. Yang menggembirakan adalah jalan aspal mulus halus minim lubang sana sini, tidak lagi seperti saat saya solo touring ke Bali beberapa tahun yang lalu.
Sekitar pukul 15.00 WIB sampailah saya di Ketapang. Sesuai prokes yang diberlakukan saya mencoba mencari tempat rapid antigen di seputaran. Dan yang mengejutkan orang-orang yang berada di depan Pelabuhan Ketapang sungguh aktif membantu dengan menawarkan bantuan untuk mengantar ke lokasi rapid dan menjelaskan apa yang harus dipersiapkan.
Masuklah saya ke ruangan pendaftaran dengan memberikan KTP dan menunggu panggilan untuk masuk tes. Semua dilakukan dengan cepat dan menyarankan membeli tiket online setelah hasil keluar saja. Biaya rapid antigen yang harus dibayar Rp 160.000, berlaku tiga hari untuk penyeberangan.
Sembari menunggu hasil saya coba ngobrol bagaimana cara beli tiket kapal di masa sekarang. Ternyata ada aplikasi Ferizy yang bisa di-download dari Playstore. Sayang, infonya aplikasi ini hanya untuk membeli tiket penyeberangan Ketapang-Gilimanuk dan Merak-Bakauheni saja (saya belum download) tapi jangan khawatir tiket juga bisa dibeli dari counter tiket online, Alfamart ataupun Indomaret yang ada.
Harga sesungguhnya untuk sepeda motor di bawah 250cc dengan satu penumpang adalah Rp 27.000. Untuk menyingkat waktu karena hasil rapid sudah keluar dan saya dinyatakan aman maka saya langsung membeli tiket dari counter online yang berada di sebelah tempat periksa antigen dan harga yang harus saya bayar Rp 35.000.
Selesailah sudah keseluruhan proses dan saya bergegas masuk pelabuhan setelah membeli beberapa kebutuhan menjelang pukul 17.00 WIB. Petugas di pintu masuk hanya bertanya "apa sudah punya tiket?" "tentu sudah" jawab saya. Petugas mengecek barcode booking dan dapatlah saya tiket masuknya.
Nyatanya hasil tes rapid antigen tidak ditanyakan apalagi diperiksa. Ya sudahlah tapi ini menjadi riskan bahwa aturan itu hanya menjadi suatu formalitas.
Jadi sebetulnya keharusan rapid ini gunanya di mana, apakah menjadi ajang bisnis dan menjadi beban tambahan pengeluaran penumpang saja?
Ya apapun yang terjadi, wajib bagi masing-masing dari kita untuk menjaga diri sendiri, tidak ada guna menuntut ataupun menyalahkan pihak lain. Tetap gunakan masker, ingat mencuci tangan dan jaga kesehatan tubuh untuk tetap fit. Itulah yang harus menjadi "kesadaran" pribadi agar tidak mudah terjangkiti.
Sesampainya di kapal, keadaan sepi penumpang hanya ada empat motor (termasuk milik saya), tiga mobil pribadi dan dua truk saja. Benar-benar seperti kapal milik sendiri, kosong melompong. Sore itu gelombang cukup tenang dan cuaca sangat cerah.
Begitu turun kapal menuju pemeriksaan, sebelum meneruskan perjalanan memasuki Bali yang sudah saya rindukan berdiri empat orang polisi. Lagi-lagi yang diperiksa hanya kelengkapan kendaraan, STNK dan SIM saja. Setelah melewati mereka dan sampai pada gerbang keluar, banyak tukang ojek berkumpul, justru merekalah yang berteriak, "apa sudah punya rapid?
Hemm, ini betul-betul miris. Karena rapid ini asumsi saya akhirnya hanya menjadi pundi-pundi, bukan untuk kewaspadaan dalam memutus rantai menghadapi pandemi. Apakah ini hanya terjadi pada jalur transport penyeberangan laut di Bali atau hanya sebuah kebetulan yang saya alami, bagaimana dengan tranportasi umum lainnya? Entahlah, karena baru pertama kalinya saya melakukan perjalanan jauh keluar dari Pulau Jawa.
Waktu menunjukkan pukul 19.00 WITA di Gilimanuk, dalam gelap saya memacu motor dengan tujuan singgah dulu di rumah teman di Kediri Tabanan karena sudah terlalu malam. Esok hari baru saya melanjutkan perjalanan ke Sanur sebagai tujuan utama pertemuan.
Sepanjang jalan di Pulau Bali aspal jalan juga mulus halus, ada dua titik saja yang sedang melakukan perbaikan terkait dengan drainase di pinggir jalan. Selebihnya aman, lancar, bersih dan cukup sepi.
Solo touring kali ini tidak untuk explore tempat wisata ataupun pendakian tapi cukup menggembirakan saat di Tabanan bisa jalan-jalan di antara persawahan yang luas dan sangat tenang. Di samping itu mendapatkan informasi bahwa banyak para warga Tabanan melakukan bersih sungai, bersih pantai bersama-sama. Kepedulian ini perlu diapresiasi, semoga di banyak tempat juga melakukan hal yang sama untuk menjaga lingkungan mereka masing-masing, tidak perlu menunggu instansi maupun instruksi. Baik untuk yang tinggal dekat pantai, pinggiran hutan maupun yang berada di perkotaan. Seandainya semua warga di manapun berada melakukan hal serupa betapa makin bersih dan indahnya negara kita Indonesia.
Sebelum masa berlaku antigen habis tanggal 20 Maret 2021 saatnya kembali ke Jawa, tidak ada lagi pemeriksaan apapun selain STNK dan SIM saja, suasana di kapal juga sama sepinya. Perekonomian betul-betul mengenaskan.
Berharap vaksin yang sedang dikerjakan berguna manfaat dengan baik menumbuhkan kesadaran pribadi agar kasus Covid-19 segera turun tanpa harus rapid-rapid apapun lagi. Kondisi bisa secepatnya kembali normal dan perekonomian menggairahkan di semua sisi, tentunya kita semua bisa merasa lebih hidup lagi. Pelajaran berharga dari kejadian pandemi semoga menjadikan kita lebih hati-hati dan semakin peduli pada kehidupan kebersamaan sebagai insani.
Komentar