Gunung dan Manusia
Manusia yang memutuskan mendaki gunung, sadar akan menjalani penderitaan menghadapi kesulitan, menapaki ketinggian dengan beban dalam gendongan, terengah-engah nafas serasa sebatas tenggorokan. Maka bersantai, merenung sambil menikmati suasana sunyi, mendengar suara angin, nyanyian merdu kegembiraan penghuni hutan, menjadi kewajiban sambil memperhatikan segala proses kejadian.
Bagi sebagian orang gunung adalah tempat belajar dan jadi guru kehidupan. Dalam heningnya tanpa kata mampu memberikan pesan, tanpa tulisan bisa memberikan petunjuk yang diperlukan, sebagai tempat menempa kepribadian.
Karena pandemi segala upaya telah dilakukan agar kluster tidak makin berkembang dan bikin repot tenaga kesehatan, dan sudah bikin perekonomian luluh lantak bagai terjangan tsunami yang menakutkan.
Dampaknya beberapa gunung favorit yang bikin kerasan seperti Semeru, Rinjani memberlakukan rumus 2D1N (2 day 1 night), meski sebenarnya terlalu riskan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk membatasi kita berlama-lama tinggal barengan, agar terhindar dari corona yang memang tidak kelihatan tapi nyata pada kehidupan. Semua kebijakan ini terpaksa dilakukan.
Anehnya meski sudah tahu rumus yang sedang diberlakukan, banyak orang tetap memaksakan untuk mengunjunginya. Sah-sah saja sih kalau memang mau, tapi gak perlu mengeluh karena harus siap tenaga ekstra dan harus siap gagal mencapai puncaknya, karena cuaca di gunung tidak bisa diprediksikan.
Sukanya memaksakan diri walau sudah tahu beresiko tinggi dan gagal mencapai keinginan yang jadi tujuan.
Ujung-ujungnya melanggar dan banyak yang kena blacklist tapi terus marah, akhirnya protes akan kebijakan. Kan sudah tahu dari awal aturan barunya terkait pandemi, sebagai pendaki mestinya bisa menerima konsekuensinya.
Kalau tidak mau dan merasa tidak mampu, ya pilih gunung yang lain dulu yang tidak memberlakukan aturan itu, masih ada 127 gunung lain yang bisa didatangi tersebar di seluruh negeri ini.
Atau mungkin tujuan ke gunung sekarang memang sudah banyak berubah, sebatas ajang gaya dan unjuk kehebatan pemuas keinginan, juga jadi wisata yang menggiurkan.
Pilihlah gunung lain dulu, sambil menunggu aturan kembali normal (normal seperti sebelum ada mbak corona). Juga bisa memilih kegiatan lain. Kini saatnya ego para pendaki dengan segala keinginannya sedang dapat ujian.
Pendaki yang sesungguhnya akan tetap mematuhi aturan dan tahu apa yang harus dilakukan demi menjaga keselamatan.
Salam satu jiwa
Komentar