Kamis, 16 Mei 2024 | 08:10
NEWS

7 Jurnalis Jadi Korban Kekerasan Polisi Saat Demo UU Cipta Kerja

7 Jurnalis Jadi Korban Kekerasan Polisi Saat Demo UU Cipta Kerja
Bentrok polisi dan demonstran di Simpang Harmoni. (Antara)

ASKARA - Aliansi Jurnalis Independen Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum Pers mencatat sedikitnya tujuh jurnalis menjadi korban kekerasan polisi dalam demonstrasi menolak Undang Undang Cipta Kerja di Jakarta.  

"Jumlah ini bisa bertambah dan kami masih terus menelusuri dan memverifikasi perkara," kata Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani dalam keterangannya, Jumat (9/10).

AJI Jakarta dan LBH Pers menegaskan, kekerasan oleh polisi serta menghalangi kerja jurnalis merupakan pelanggaran terhadap Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi sebagaimana diatur dalam pasal 4.

"Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 dipidana. Pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta, pasal 18 ayat 1. Artinya, anggota kepolisian yang melanggar undang undang tersebut pun dapat dipidanakan," papar Asnil. 

Kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan kepolisian kerap berulang. Dalam aksi dengan hastag Reformasi Dikorupsi pun aparat mengganyang sejumlah wartawan yang melakukan peliputan. 

"Namun hingga hari ini perkara itu tidak rampung meski kami telah melaporkan kasus itu ke polisi. Sanksi etik Polri tak cukup untuk menghukum para terduga kekerasan. Oktober tahun 2019, kami telah melaporkan empat kasus kekerasan, dua laporan pidana dan dua di propam, namun tak satu pun yang berakhir di meja pengadilan," jelas Asnil. 

Atas kejadian itu, organisasi pers menyatakan sikap bahwa Polri wajib mengusut tuntas kasus kekerasan yang dilakukan personel kepolisian terhadap jurnalis dalam peliputan unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja. 

"Menindaklanjuti pelaporan kasus serupa yang pernah dibuat di tahun-tahun sebelumnya," kata Asnil. 

Mengimbau pimpinan redaksi ikut memberikan pendampingan hukum kepada jurnalisnya yang menjadi korban kekerasan aparat sebagai bentuk pertanggungjawaban.

"Mengimbau para jurnalis korban kekerasan pun intimidasi aparat. Agar berani melaporkan kasusnya serta memperkuat solidaritas sesama jurnalis. Mendesak Kapolri membebaskan jurnalis dan jurnalis pers mahasiswa yang ditahan," jelas Asnil.

Adapun sejumlah wartawan yang menjadi korban kekerasan polisi di antaranya wartawan CNNIndonesia.com Tohirin, ia mengaku kepalanya dipukul dan ponselnya dihancurkan polisi ketika meliput demonstran yang ditangkap di kawasan Simpang Harmoni. Peter Rotti, wartawan Suara.com yang meliput di kawasan MH Thamrin juga jadi sasaran polisi. Ponco Sulaksono wartawan merahputih.com, Aldi dari Radar Depok turut diamankan bersama Ponco. 

Polisi tak segan pula menangkap anggota pers mahasiswa yang turut meliput aksi. Berthy Johnry, anggota Lembaga Pers Mahasiswa Diamma Universitas Moestopo Jakarta, serta Syarifah dan Amalia, anggota Perslima Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. 

Ajeng Putri, Dharmajati, dan Muhammad Ahsan, anggota Pers Mahasiswa Gema Politeknik Negeri Jakarta bernasib sama, mereka ditangkap dan dibawa ke Mapolda Metro Jaya bersama sejumlah peserta aksi.

Komentar