Sabtu, 20 April 2024 | 18:27
NEWS

Filep Wamafma: Beri Kewenangan Luas Rakyat Papua Mengatur Daerahnya Sendiri

Filep Wamafma: Beri Kewenangan Luas Rakyat Papua Mengatur Daerahnya Sendiri
Forum webinar PWI Pusat. (PWI)

ASKARA - Pemerintah pusat diminta tidak cuci tangan atas kesalahannya sendiri dalam Otonomi Khusus Papua. Sebab, hingga hari ini rakyat Papua tidak percaya lagi kepada pemerintah soal otsus.

Demikian disampaikan Ketua Panitia Khusus Papua DPD RI Filep Wamafma dalam forum webinar yang diadakan PWI Pusat, Rabu (22/7).

"Kami sudah menerima dari stakeholder. Intinya otsus tidak bisa dijadikan pembenaran. Saya bilang pemerintah daerah tidak salah, rakyat Papua tidak salah, saya harus membela rakyat dan pemerintah karena Undang-undang yang membuat negara RI, penyelenggara negara, kementerian terkait sebagai penyelenggara Undang-Undang Otsus. Jika menyalahkan daerah jelas sangat keliru," jelasnya.

Dalam webinar yang mengangkat tema "Menyikapi Berakhirnya Otonomi Khusus di Provinsi Papua dan Papua Barat 2021" itu Filep mengakui jika pemerintah ingin otsus jilid dua atau jilid tiga yang harus diperhatikan. Beri kewenangan luas kepada pemprov dan rakyat Papua mengatur daerahnya sendiri.

"Pemerintah pusat saya ingatkan kesalahan bukan di daerah. Pemerintah daerah merasa kehilangan roh karena sistem peraturan daerah khusus tidak ada mekanismenya," tutur Filep.

Bupat Memberamo Tengah Ricky Ham Pagawak mengakui bahwa dalam 20 tahun sejak otsus diberlakukan, belum banyak yang diselesaikan.

"Saya tidak bicara masalah uang. Yang menjadi sorotan adalah pemerintah pusat tidak memberikan ruang kepada masyarakat Papua untuk menjalankan otsus. Jika pemerintah pusat tidak memberikan, buat apa dilanjutkan. Jika mau direvisi, beri ruang seluas-luasnya kepada orang Papua karena kami yang tahu persoalan di Papua," jelas Ricky Ham.

Bupati Biak Numfor Herry Ario Naap mengaku regulasi yang ada dalam UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001 lebih ke arah kebijakan. Implemantasinya UU Pemerintahan sedangkan regulasi di tingkat provinsi masih sangat minim. Hanya satu perda yang disetujui selama 20 tahun otsus.

"Keberpihakan kepada orang asli Papua tidak terlihat di otsus ini. Yang terlihat hanya nilai uang saja dan tidak diimbangi oleh regulasi keberpihakan kepada masyarakat Papua untuk mengolah sendiri Tanah Papua," beber Herry Naap.

Jika nantinya otsus dilanjutkan, yang harus diperhatikan adalah grand design harus jelas seperti pendidikan yang layak.

"Masalah pendidikan harus merata plus tenaga pengajar yang mumpuni, bangun rumah sakit serta tersedianya tenaga kesehatan. Kami menolak otsus jika tidak berpihak kepada masyarakat Papua untuk mengelola sendiri daerahnya. Jika regulasi kewenangan diberikan kepada orang Papua maka kami bisa lanjutkan itu otsus," jelas Herry Naap.

Dalam pembukaan Webinar PWI Pusat tersebut. menko polhukam yang diwakili Deputi VII Bidang Koor. Kominfotur Marsda TNI Rus Nurhadi Sutedjo mengatakan, menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus ataupun istimewa yang diatur dalam undang-undang.

"Integrasi bangsa dalam wadah NKRI harus tetap dipertahankan dengan menghargai kesetaraan kehidupan sosial dan budaya masyarakat Papua melalui penetapan daerah otonomi khusus," jelasnya.

Dikatakan Rus Nurhadi, otsus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua termasuk provinsi-provinsi hasil pemekaran Provinsi Papua.

"Tahun 2021 bukan kekhususan Papua yang berakhir melainkan dana otsus. Mengenai kelanjutan kementerian terkait sedang melakukan evaluasi dan pengkajian di bawah koordinasi Kemenko Polhukam. Presiden Joko Widodo menaruh perhatian serius untuk membangun Papua dan Papua Barat," jelasnya.

Sementara itu, mewakili gubernur Papua, Asisten II Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Dr. Muhamad Musa'ad mengatakan bahwa selama berlangsungnya otonomi khusus mulai 2002 berdampak bagi masyarakat Papua.

"Beberapa indikator pembangunan otonomi khusus memberi perubahan pembangunan di Papua. Seperti ada peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Papua meski masih tergantung pada tambang. Berdasarkan data bahwa pembangunan di Papua sedang terjadi tetapi pada saat bersamaan masih ada masyarakat kita yang masih hidup dalam ketidakberdayaan. Artinya kita perlu energi yang besar untuk percepatan pembangunan," paparnya.

Namun demikian, diakui Muhamad Musa'ad, ada sejumlah kendala yang dihadapi dalam mengimplemantasikan. Seperti diketahui, undang-undang dirancang dalam satu Papua namun sekarang sudah ada dua provinsi. Maka undang-undang itu harus diubah demi kepentingan rakyat Papua.

"Ada banyak peraturan perundang-undangan yang tidak sinkron dan terkadang kontradiktif dengan Undang-Undang Otsus. Sudah pasti Undang-Undang Otsus yang dikalahkan oleh undang-undang lain. Undang-Undang Otsus Provinsi Papua harus diberi kewenangan khusus, juga harus diperjelas karena ada kewenangan pusat," selorohnya.

Diskusi webinar yang pertama kalinya diadakan Persatuan Wartawan Indonesia Pusat ini diikuti oleh seluruh ketua PWI masing-masing provinsi. Turut hadir Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin serta Sekjen PWI Pusat Mirza Zulhadi yang didampingi Wasekjen Pro Suprapto, Wakil Bendahara Dar Edi Yoga serta masyarakat yang konsern dengan Otsus Papua.

Komentar