Kamis, 18 April 2024 | 22:31
COMMUNITY

Bisa Jadi Ada Kehidupan di Salah Satu Bulan Jupiter

Bisa Jadi Ada Kehidupan di Salah Satu Bulan Jupiter
Europa (NASA/SETI Institute)

ASKARA - Peneliti NASA baru-baru ini mengungkap kemungkinan adanya kehidupan di luar bumi berdasarkan salah satu bulan dari Planet Jupiter yang bernama Europa. 

Menurut hasil pemodelan yang telah dikembangkan, mereka menemukan berbagai bukti baru yang memungkinkan adanya lautan di bawah permukaan Europa yang dapat menunjang bentuk kehidupan.

Mereka juga telah mengkalkulasikan bahwa proses peluruhan radioaktif atau energi tidal akan menghasilkan energi panas yang cukup untuk memungkinkan air di Europa berada pada fase cairnya. Meskipun temperatur permukaan Europa tidak pernah lebih dari -140 derajat Celcius.

Hasil penelitian ini telah dipresentasikan pada 2020 Goldschmidt Conference walaupun belum sampai pada tahap peer reviewed. Apa yang tim peneliti NASA temukan adalah petunjuk yang selama ini dinanti-nantikan oleh para ilmuwan yang mengindikasikan bahwa Europa memiliki potensi untuk layak huni.

Walaupun para peneliti juga belum mengetahui dengan pasti seperti apa bentuk kehidupan di luar bumi -jika memang mereka bisa menemukannya tetapi bagi mereka dunia lautan di bawah permukaan di Europa dan juga pada salah satu bulan planet Saturnus, Enceladus, sangat menarik untuk diungkap. Dibawah lapisan tebal es keduanya, mereka berharap bisa menemukan lautan yang terdiri dari air dalam bentuk cair- dan keberadaan plume di permukaan yang memancarkan uap panas menguatkan dugaan mereka.

Mereka berharap kondisi di bulan planet-planet tersebut akan sama dengan kondisi di bumi, di mana berbagai bentuk ekosistem tumbuh di sekitar hydrothermal vents atau retakan di permukaan bumi yang memancarkan panas.

Antara tahun 1995 hingga 2003 pesawat ruang angkasa NASA Galileo melakukan beberapa penerbangan menuju bulan Jupiter Europa. Beberapa temuan dari pengamatan terhadap bulan menunjukkan bukti terdapat sebuah lautan di bawah permukaan es Europa. Lautan, menurut para peneliti, bisa menjadi sumber kehidupan mikroba atau bukti kehidupan mikroba yang sudah punah.

Di kedalaman lautan yang gelap dan dingin, retakan vulkanik di dasar lautan memancarkan panas dan memanaskan air di sekitarnya. Di sana, kehidupan berkembang melalui proses kemosintesis, dimana makanan dihasilkan dengan menggunakan energi kimia, bukan energi cahaya matahari.

Sebelumnya, NASA telah menjadwalkan peluncuran misi menuju Europa di tahun 2024 dan sejak itu para ilmuwan berusaha mencari cara untuk menemukan bentuk kehidupan di sana. Untuk itu, pakar ilmu planet NASA Mohit Melwani Dawani dan Steven Vance mengembangkan model yang menggambarkan kondisi lautan di bawah permukaan Europa.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah berfokus dalam menemukan awal mula air terbentuk. Para peneliti memperkirakan bahwa air awalnya terikat pada molekul-molekul mineral yang kemudian ikatannya terpecahkan oleh energi panas yang terbentuk akibat proses peluruhan radioaktif, energi tidal Planet Jupiter atau kombinasi dari keduanya.

Daswani Delwani mengatakan bahwa ia dan timnya berhasil mengembangkan model dengan komposisi dan karakteristik fisika dari inti, lapisan silikat dan lautan yang mirip dengan kondisi di Europa.

"Kami menemukan bahwa mineral-mineral tersebut kehilangan kandungan air dan menguap pada kedalaman dan temperatur yang berbeda. Kami menambahkan faktor menguapnya air yang diperkirakan berasal dari bawah permukaan, dan kami menemukan bahwa hasil ini konsisten dengan prediksi terbaru massa lautan di Europa, artinya kemungkinan mineral-mineral tersebut memang ada di lautan bawah permukaan Europa."

Dan berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa kandungan garam di Europa cukup tinggi, sehingga diperkirakan kondisi lautan di sana mirip dengan yang ada di Bumi. Simulasi yang dikembangkan para peneliti juga memasukkan faktor komposisi dari lautan Europa dan menemukan bahwa air di lautan Europa kemungkinan sedikit bersifat asam seperti halnya lautan di Bumi dengan konsentrasi tinggi dari karbondioksida, sulfat dan kalsium.

Melwani Daswani menambahkan bahwa ia dan tim memperkirakan lautan Europa mungkin mengandung sedikit sulfur tetapi hasil simulasi dan data teleskop angkasa Hubble menunjukkan adanya kandungan klorida di permukaan Europa sehingga diperkirakan air di sana juga kaya akan kandungan klorida.

"Dengan kata lain, komposisi tersebut semakin mirip dengan komposisi air lautan di bumi. Kami yakin bahwa lautan di Europa mungkin layak bagi bentuk kehidupan," kata Melwani Daswani.

Dan langkah selanjutnya adalah menyelidiki kemungkinan adanya kondisi lainnya yang memungkinkan adanya bentuk kehidupan di sana. Retakan plume di permukaan Europa mengindikasikan adanya aktivitas geologis di sana. Dan interaksi dengan Planet Jupiter dan bulan Io dan Ganymede menyebabkan adanya tekanan interior Europa yang memungkinkan air di lautan tetap dalam fase cair di bawah sana.

Para peneliti belum bisa memastikan apakah ada aktivitas vulkanik di Europa yang memungkinkan terbentuknya retakan hydrothermal sehingga membentuk kehidupan di sekitarnya seperti yang terjadi di bumi. Jika memang ada, aktivitas tersebut mungkin ikut berkontribusi pada proses evolusi kimia pada lautan Europa. Melwani dan Vance membentuk tim baru di Nantes Prancis dan Praha Republik Ceko, untuk menyelidiki kemungkinan ini.

"Europa adalah kesempatan terbaik kami untuk menemukan bentuk kehidupan lain di sistem tata surya kita. Misi Europa Clipper NASA akan diluncurkan dalam beberapa tahun lagi. Jadi apa yang kami lakukan saat ini adalah mempersiapkan misi tersebut, antara lain menyelidiki kemungkinan adanya bentuk kehidupan di Europa," jelas Melwani Daswani.

Meskipun para peneliti umumnya telah sepakat tentang di mana harus melakukan pencarian -yaitu di bawah lapisan es tebal di mana air bersentuhan dengan inti batu dan di mana bahan-bahan biokimia untuk kehidupan mungkin berada- bagaimana menuju ke sana untuk mengumpulkan sampel tetap menjadi masalah taktis yang besar.

"Perkiraan ketebalan cangkang es berkisar antara 2 hingga 30 kilometer dan merupakan penghalang utama yang harus dilalui oleh setiap pendarat untuk mengakses area yang kami pikir memiliki peluang untuk menyimpan representatif biosignature kehidupan di Europa,' kata Andrew Dombard dari Universitas Illinois di Chicago yang tidak terlibat dalam penelitian. (ikons) 

Komentar