Selasa, 14 Mei 2024 | 23:49
NEWS

Memaknai Masa Normal Baru dari Kacamata Uskup Agung Jakarta

Memaknai Masa Normal Baru dari Kacamata Uskup Agung Jakarta
Uskup Agung Jakarta sekaligus Ketua Konferensi Waligereja Indonesia, Ignasius Kardinal Suharyo (Tangkapan layar)

ASKARA - Uskup Agung Jakarta sekaligus Ketua Konferensi Waligereja Indonesia, Ignatius Kardinal Suharyo, mengungkapkan untuk memaknai masa normal baru diperlukan dukungan budi dan nurani dari diri sendiri. 

Dalam sebuah video yang tersebar, Kamis (11/6) malam bertajuk "New Normal : Gereja sangat berhati-hati demi kebaikan bersama”, Ignatius Suharyo mengatakan wabah Covid-19 tentunya tidak diharapkan kedatangannya. Terlebih saat ini telah menyebar dan merebak begitu cepat.

"Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia sesuatu yang tidak kita duga dan mengejutkan, dan tentu saja membuat kehidupan kita menjadi dalam arti tertentu, tidak seperti biasanya tidak normal kita menjalani situasi seperti itu," ujarnya.

Semua pihak mulai dari ahli kesehatan, keluarga, dan lainnya, kata dia, tengah berupaya untuk keluar dalam situasi pelik saat ini. Ignatius Suharyo memandang sangat jauh untuk bisa keluar dalam kondisi ini, maka dari itu normal baru muncul sebagai opsi. 

"Jawabannya tentu jelas tidak, oleh karena itu sejauh dapat saya tangkap, sekarang ini berbagai macam pihak berbicara mengenai keadaan normal yang baru," sambungnya.

Dalam artian, normal baru merupakan upaya manusia berusaha hidup di tengah-tengah situasi saat ini, dengan berusaha menjalani kehidupan di dalam wilayah kehidupan dengan sejauh mungkin normal seperti sebelumnya.

"Tentu saja karena keadaannya sendiri tidak biasa, yang namanya normal, yang baru itu harus kita sesuaikan, kita mesti menyesuaikan cara kita berpikir, cara kita berperilaku, dari hal yang besar sampai yang kecil supaya di dalam situasi khususnya wabah virus Corona 19 ini hidup bisa berjalan lagi dengan baik," tuturnya.

Menurut Sarjana Filsafat dari IKIP Sanata Dharma Yogyakarta ini, semuanya mencoba untuk kembali optimal namun tidak mungkin maksimal lantaran kondisi yang memang keadaan tidak memungkinkan. 

"Oleh karena itu wilayah-wilayah kehidupan manusia, mesti menyesuaikan diri entah itu tempat ibadah, entah itu pasar, entah itu tempat kerja, entah itu sekolah, rumah sakit, semua wilayah kehidupan manusia, kehidupan kita mesti menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru ini," tutur dia 

Selain itu normal baru ini juga tidak mungkin terjadi jika tidak ada kerja sama yang baik. Tidak mungkin terjadi kalau tidak ada disiplin untuk menjaga kehidupan bersama supaya tetap nyaman supaya tetap aman, untuk seluruh masyarakat. 

Hal-hal teknis juga haris dibicarakan dan dirumuskan di dalam petunjuk-petunjuk yang harus diikuti. Karena jika tidak maka wabah ini tidak akan pernah bisa diatasi.

"Tuntutan bagi kita semua masyarakat warga adalah semoga kita bertumbuh di dalam kedisiplinan kesadaran, bahwa kesalahan kita yang sedikitpun di dalam hal ini akan sangat merugikan kehidupan bersama," ujarnya. 

Menurutnya, keutamaan yang harus tumbuh dan tidak mungkin tidak adalah bahwa seluruh manusia ini mesti menjaga kebaikan bersama.

"Tidak untuk saya tidak untuk kelompok saya, tetapi untuk kebaikan bersama moga-moga kepada kita dianugerahkan kekuatan keterbukaan hati kecerdasan hati dan budi untuk melihat keadaan ini dengan cara yang baru," harapnya.

"Artinya yang baru itu menyesuaikan diri, sebetulnya bagi saya tidak baru karena seharusnya yang dulu yang normal itu, semua orang juga harus berpikir tentang kebaikan bersama dengan cara pada waktu itu," katanya.

Kebaikan bersama itu pun tidak mengubah prinsipnya, hanya saja saat ini keadaannya baru sehingga mesti dimengerti secara baru, namun dalam hal ini diperlukan kecerdasan budi dan kecerdasan nurani.

"Moga-moga kita semua bertumbuh didalam kecerdasan-kecerdasan itu, kita tunggu petunjuk-petunjuk teknis yang akan diberikan oleh pemerintah, oleh lembaga-lembaga yang berwenang dan oleh komunitas-komunitas yang menaungi komunitasnya sendiri," pungkasnya.

Komentar